Mohon tunggu...
M Kabul Budiono
M Kabul Budiono Mohon Tunggu... Jurnalis - Old journalism never dies

Memulai karir dan mengakhirinya sebagai angkasawan RRI. Masih secara reguler menulis komentar luar negeri di RRI World Service - Voice of Indonesia. Bergabung di Kompasiana sejak Juli 2010 karena ingin memperbanyak teman dan bertukar pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kontribusi TV dalam Tawuran Pelajar

29 September 2012   06:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:30 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tawuran pelajar, hampir selalu hanya dikaitkan dengan sekolah dan dunia pendidikan. Sekolah selalu menjadi pihak yang salah. Wacana yang muncul juga memposisikan pemerintah sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Selain Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sertaDinas Pendidikan, Polisi juga merupakan pihak yang diminta harus bertanggung jawab. Namun sesungguhnya diskusi belum lengkap manakala tidak membicarakan, kondisi keluarga, lingkungan dan juga media khususnya televisi.

Televisi ? Apa salah televisi dalam hal tawuran yang telah menewaskan sedikitnya 3 siswa di Jakarta. Mengenai hal ini ada fakta dan asumsi yang menarik untuk diperincangkan.

Penetian UNICEF yang dilakukan lembaga risetIntermedia dan dirilis tahun 2004 memaparkan fakta bahwa di Indonesia, televisi adalah media paling diminati anak anak dan remaja. Di peringkat kedua adalah radio, media cetak dan menyusul internet. Intermedia yang melakukan penelitian atas nama UNICEF membandingkan Indonesia dengan Thailand dan Cina. Ternyata, menurut penelitian itu tingkat menonton televisi di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan kedua negara itu. Pertanyaannya kemudian adalah, apa pengaruh televisi terhadap maraknya tawuran pelajar di Jakarta ?

Terbitan UNICEF yang diberi judul Children, Youth and Media Around the World: An Overview of Trends & Issues memberikan gambaran menarik. Dalam terbitan yangdijadikan bahan dalam Pertemuan Puncak Mengenai Anak anak dan Remaja di Rio de Janeiro tahun 2004 itu UNICEF menyatakan bahwa dampak media terhadap menurunnya kualitas kejiwaan dan perilaku anak dan remaja masih debatable.Namun demikian paparan UNICEF itu memberikan gambaran dampak psikologis dan sosial yang dapat ditimbulkan antaralain :

—decreasing role of traditional sources of influence: family, school, community, religion, etc.

—appeal of individualism and personal, as opposed to collective or societal, achievement

—some confusion in values (misguided sense of right and wrong, of human relations)

—an increasingly blurred line between advertisements and program content

—distortion of reality and rising expectation gaps

—newfound culture of “glamour” and “celebrity”

—creation of harmful or unrealistic stereotypes; a promotion of intolerance or apathy

—emphasis on the banal and trivial; de-emphasis on education, creativity and culture

—tendency for young people to think less for themselves and to follow media-set agendas..

Terkait dengan hal ini mari kita coba ingat-ingat bagaimana pemberitaan televisi swasta kita atas kerusuhan dan kekerasan termasuk tawuran pelajar.

Ketika baru saja ada siswa Jakarta yang meninggal dalam kasus tawuran salah satu TV berita mengulang ulang adegan perkelahian siswa di salah satu kawasan Jakarta Selatan. Tergambar dengan jelas bagaimana kebringasan mereka di jalanan. Adegan pemukulan bertubi tubi oleh beberapa siswa kepada seorang siswa dengan menggunakan kaki, tangan dan bambu sangat jelas disaksikan. Pada berita yang lain juga nampak bagaimana para siswa yang berlarian di jalanan pada siang hari ada yang terlihat membawa parang dan senjata tajam. Hampir pada setiap tayangan tidak terlihat ada upaya polisi yang melerai atau mengatasi. Siswa yang gemar tawuran itu kelihatan betul sebagai raja jalanan. Hampir tidak ada tayangan yang menyertakan anggota masyarakat yang mengecam atau menyayangkan kejadian yang tidak semestinya itu. Tayangan tawuranpun tidak diimbangi dengan tayangan mengenai sebuah sekolah yang siswanya tidak suka berkelahi. Dalam pada itu berita di televisi swasta juga biasa menayangkan gambar gambar demo yang diwarnai kekerasan, serta kerusuhan sosial yang menakutkan. Dalam tayangan itu biasa disaksikan wajah-wajah penuh amarah disertai tangan-tangan membawa senjata tajam dan benda lainnya. Adegan kejar kejaran dan saling pukul juga biasa diperlihatkan. Tayangan mengenai gambar yang sama bisa dilakukan berulang ulang.

Suatu teori komunikasi menyebut bahwa tayangan televisi dapat berefek pada false consciousness atau kesadaran semu. Sesuatu yang sesungguhnya tidak baik, akibat suatu tayangan televisi dapat membangkitkan kesadaran bahwa yang sesuatu tidak baik menjadi baik. Berkelahi di jalanan yang sesungguhnya tidak baik terlihat sebagai hal yang biasa.

Walaupun demikian, memang tetap saja belum bisa dikatakan bahwa tawuran pelajar di Jakarta merupakan dampak dari tayangan berita di televisi yang cenderung pada blood ( berdarah darah ) dan brawl ( keru -suhan ). Namun kita tetap berharap agar tayangan tayangan berita di televisi kita dapat mengurangi adegan adegan brutal dan berdarah-darah.

Salam damai, stop tawuran

Kabul Budiono

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun