Mohon tunggu...
M Kabul Budiono
M Kabul Budiono Mohon Tunggu... Jurnalis - Old journalism never dies

Memulai karir dan mengakhirinya sebagai angkasawan RRI. Masih secara reguler menulis komentar luar negeri di RRI World Service - Voice of Indonesia. Bergabung di Kompasiana sejak Juli 2010 karena ingin memperbanyak teman dan bertukar pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gedung Baru DPR, Kenapa Diributkan ?

7 April 2011   10:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:02 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_99299" align="alignleft" width="620" caption="Maket Gedung baru DPR"][/caption] Saya beberapa kali berkunjung ke gedung DPR RI di Senayan, termasuk bangunan belakang tempat para wakil rakyat berkantor. Di gedung bertingkat itu, masing masing anggota DPR RI punya satu ruangan yang sama satu sama lainnya. Ruangan berukuran sekitar 4 kali 4 meter itu terbagi dua. Di depan sekitar satu setengah kali empat meter untuk seorang staf. Anggota DPR RI menempati ruang dalam yang dilengkapi meja kerja dan sepasang kursi tamu. Ruangannya tidak lebih besar dari ruang kerja saya. Malahan ruang saya masih ada kamar kecilnya. Dibanding dengan kamar kerja di gedung lama ruang kerja sekarang tidaklah jauh berbeda ukurannya. Saya tidak tahu, apakah ruang kerja baru nantinya, ketika gedung baru 1 Trilyun jadi dibangun akan lebih baik, atau lebih wah. Fakta menunjukkan di berbagai negara, gedung parlemen memang terlihat megah. Ruang anggota Dewan juga lebih luas. Pengamanannya juga sangat baik. di Jerman dan Swedia - sejauh saya tahu - mau masuk pintu depan pengamannya sudah sangat ketat. Kita mesti menunggu cukup lama jika kita tidak punya janji temu. Dalam pandangan saya, memasuki gedung parlemen kita jauh lebih mudah dilakukan, dibanding dengan negara negara demokratis lainnya. Di negara negara maju itu gedung yang digunakan umumnya adalah gedung lama yang sudah ada sebelumnya. Karenanya arsitekturnya ada yang terkesan antik. Negara negara seperti itu hanya merenovasi bagian dalamnya dengan mempertahankan postur luarnya. Karenanya, tentu tidak diperlukan adanya anggaran untuk membangun gedung baru. Keadaannya mungkin berbeda dengan negara berkembang yang tidak punya tradisi parlementer. Karenanya mereka perlu membangun gedung baru. Sebagaimana terlihat di beberapa gambar bangunannya memang kelihatan megah dan biayanya tentu juga mahal. Jadi sesungguhnya, memang wajar jika gedung parlemen memang mesti terkesan megah dan anggun. Sebab daripadanya dapat dicerminkan bagaimana keterwakilan rakyat diwujudkan. Karenanya, mengapa di Indonesia pembangunannya di ributkan ? Dalam pandangan saya, penolakan pembangunan gedung DPR RI itu disebabkan dua hal. Pertama terkait kondisi ekonomi rakyat yang belum kunjung baik dan kedua, karena masalah kepercayaan atau trust.  Rakyat atau setidaknya para pemuka pendapat belum mempercayai kredibilitas dan kinerja para wakil rakyat. " .... ada lembaga perwakilan, tetapi tidak ada keterwakilan..... " demikian tulis Yasraf Amir Piliang di harian Kompas Kamis ini. Banyak kritik bahkan kecaman terhadap kinerja anggota DPR RI kita. Karenanya ketika para pemuka pendapat mengkritisi dan menolak rencana pembangunan gedung baru, rakyat pun mengamini. Bagaimanapun, wakil rakyat kita sudah mestinya mempunyai fasilitas yang memadai. Mengapa ? Agar mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Tetapi lantaran distrust, rakyat tidak bisa menerima begitu saja rencana pembangunan gedung baru. Apalagi karena biayanya, muahal betul. Lebih satu trilyun rupiah. Karena itu, if I were a parliament member, saya akan nrimo saja dulu punya gedung seperti sekarang. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun