Mohon tunggu...
M Kabul Budiono
M Kabul Budiono Mohon Tunggu... Jurnalis - Old journalism never dies

Memulai karir dan mengakhirinya sebagai angkasawan RRI. Masih secara reguler menulis komentar luar negeri di RRI World Service - Voice of Indonesia. Bergabung di Kompasiana sejak Juli 2010 karena ingin memperbanyak teman dan bertukar pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyiasati Perang Kata di Dunia Maya (Part 2)

26 Mei 2014   19:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

…………. “ Selamat pagi teman-teman dan saudara-saudara, sekalian.... selamat beraktivitas, semoga apa yang kita usahakan mendapat baraqah. Sekarang lagi ramai-ramainya dukung-mendukung pencapresan, dan itu sehat-sehat saja sepanjang dilakukan secara sportif, hindari kampanye buruk dan dukunglah capres-cawapres sesuai nurani, sesuai preferensi masing-masing. Semoga kelak siapa pun yang terpilih secara demokratis menjadi pemimpin yang amanah, pemimpin yang membawa kemakmuran, keadilan serta kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia."

Kalimat di atas ditulis oleh orang yang ikut bertanggung jawab terhadap konten blog sosial Kompasiana. Kang @Pepih Nugraha  menuliskan status itu tentu dengan tujuan. Pastinya, tujuannya baik. Saya malah menegaskan “sangat baik“ Mengapa?

Kampanye ‘yang baik’ ditandai dengan dua hal. Pertama upaya para kandidat mempengaruhi alam pikiran khalayak, agar pada saatnya menjatuhkan pilihan kepadanya. Kedua, kesertaan para pendukung dan simpatisan menyampaikan pesan kepada orang lain, agar kelak memilih figur pujaannya.

Dan untuk yang kedua ini bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama menyampaikan hal-hal positif yang mendorong nilai jual kandidat yang didukungnya dan yang kedua adalah sebaliknya, yaitu menyampaikan hal-hal negatif kepada yang tidak disukai atau dipilihnya.

Dalam pengamatan saya, untuk yang pertama dan disampaikan langsung kepada publik baik melalui tatap muka atau dikutip oleh media, kandidat atau juru kampanye lebih memilih cara yang baik. Tidak menuduh, tidak menghakimi dan tidak menjelek jelekkan (secara langsung) lawannya. Para spin doctor boleh jadi telah membuatkan konsep dan memberikan arahan agar tampilan jagoan mereka tidak justru membuat nilai jualnya menurun.

Untuk yang ‘quoted by the press’ atau dikutip oleh media massa ada dua hal yang bisa dicatat. Pertama media mengutip apa yang diucapkan. Ini terkait dengan filosofi faktualitas dan obyektivitas. Namun yang kedua, bisa saja media mengutip atau tidak mengutip sesuai kebijakan redaksional masing-masing. Bagi yang independen dan netral, maka kedua omongan kandidat dimuat both side coverage. Tetapi bisa saja, dikutip sesuai pemihakannya. Atau yang ketiga, dikemas sesuai kebijakan pembingkaiannya (framing). Media yang berpihak kepada salah satu kandidat memiliki bingkai khas yang menguntungkan yang  didukung dan perlahan mendegradasi yang tidak didukung. Walaupun demikian, semuanya bisa dipertanggungjawabkan, karena jelas. Pertanyaan atau komplin bisa dilakukan langsung kepada Pemimpin Redaksi atau pemred. Ini berbeda dengan praktek di dunia maya.

Pada web sosial yang menerima siapa pun dan menjadikan dirinya sebagai publicspheres, setiap orang boleh menulis apa pun yang dipikirkan. Ruang di web social adalah melting pot, dari berbagai bahkan beribu atau berjuta buah pikir dan isi hati. Lebih semarak lagi, karena sesiapa pun boleh memberikan komentar. Sebagian ada yang harus mendaftar sehinggaharus logged in dulu, tetapi ada juga yang sangat bebas terbuka. Dalam kaitan inilah catatan penanggung jawab Kompasiana yang tertulis di atas harus diapresiasi. Juga di perhatikan. Mengapa?

Di web social termasuk Kompasiana, seseorang tidak harus bernama dan beridentitas jelas. Pun tidak harus mencantumkan foto aslinya di profil. Bagi yang mencantumkan identitas jelas, termasuk saya… he he he… gampang sekali dimintai pertanggungjawaban. Tetapi untuk yang pakai nama samaran dan foto abal-abal? Ya ndak bisalah. Tetapi ya begitulah fakta dunia maya. Makanya disebutlah media ini juga sebagai media maya. Melalui dunia maya inilah spin doctor, pendukung kandidat atau simpatisan dapat bermain habis-habisan. Bagaimana kemungkinannya?

Jejaring sosial dan blog sosial memang punya potensi untuk membentuk persepsi. Baik positif maupun negatif. Baik kecintaan maupun kebencian, mendapat empati atau beroleh antipati. Agar kita tetap bisa menjadi cerdas dan berpikir jernih maka kita perlu waspada terhadap para anonimus ini dan tidak bisa menuduh sembarangan atau menyimpulkan bahwa tulisan yang negatif banget itu adalah dari yang anti, demikian juga sebaliknya. Dalam rangka menumbuhkan empati kepada kandidat yang didukungnya bisa saja anonimus menulis hal-hal yang sangat negatif dan menyakitkan hati atau memfitnah dan menjelek-jelekkan. Ketika itu ditulis maka kemudian muncul anonimus lain yang melakukan pembelaan. Misalnya, “Janganlah mendholimi seseorang yang sesungguhnya baik“.”Janganlah memfitnah“, “Wahai kaum pendengki…. dst. Strategi memang dimainkan di sini sampai kemudian terbentuk opini atau persepsi. Jadi?

Blog sosial sepertiKompasiana memang tidak bisa mewajibkan seseorang untuk beridentitas jelas. Paling banter hanya bisa men-delete komen yang sudah mengandung hatred, libel atau defamation. Tetapi jika dihapus, bisa saja muncul anonimus lain yang menuduh admin berpihak atau tidak independen. Jadi kutub akhir adalah pada diskresi atau kebijakan pembacanya. Kalau mau memperhatikan anonimus ya monggo. Dianggap tidak ada, lah wong yang nulis saja tidak berani tampil ksatria ya monggo juga….

Di sinilah sesungguhnya status Kang Pepih Nugraha mendapatkan aksentuasinya. Blog yang kita harapkan menjadi media informing dan sharing ini benar benar dapat menjadi ‘rumah sehat’ kita semua.

Salam

Kabul Budiono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun