Penceramah kondang Ustadz Khalid Basalamah (UKB) beberapa hari terakhir viral. Dalam salah satu ceramah lama yang entah mengapa tiba-tiba saja "naik arisan", dia mengatakan bahwa wayang merupakan tradisi yang harus ditinggalkan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. UKB mengatakan bahwa Islam harusnya yang dijadikan tradisi dan budaya, bukan sebaliknya, jangan budaya yang diislamkan.
Ceramah ini menjadi viral dan menuai reaksi dari berbagai pihak. Bukan saja para pegiat budaya dan wayang itu sendiri, tapi juga para ustadz/kyai yang berbeda pandangan dengan UKB. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan hukum wayang adalah diperbolehkan (mubah) sebagai karya seni sehingga dapat dijadikan sarana untuk berdakwah.
Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya juga mengatakan bahwa wayang tidak dilarang dalam Islam karena sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Wayang dalam sejarah Walisongo menjadi salah satu media dakwah yang efektif sehingga mampu mengislamkan sebagian besar penduduk nusantara.
Saya tidak bisa bayangkan bagaimana jika UKB hidup di zaman Walisongo dan datang berdakwah di nusantara. Mungkin hari ini sejarah akan sangat jauh berbeda. Kita mungkin akan lebih banyak membaca kisah-kisah konflik antara masyarakat setempat dengan para pendakwah awal. Dan peta penduduk berdasarkan agama akan jauh berbeda.
Secara umum, aliran pemahaman keislaman UKB dikenal dengan istilah wahabi atau salafi. Meskipun mungkin yang bersangkutan maupun yang sepemahaman akan menolak penyebutan ini, ada ciri khas yang sama bahwa Salafi dan Wahabi adalah kelompok atau perorangan yang menganjurkan "pemurnian" Islam, kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits dan menolak dengan tegas apapun yang dianggap menambah-nambah ajaran agama (memerangi hal-hal yang dianggap bid'ah). Karena itu, relasi agama dan budaya dalam pandangan mereka akan kaku.
Karena itu, terlepas dari apakah ada upaya sistimatis pihak tertentu untuk membenturkan kelompok-kelompok keagamaan dalam Islam (video UKB tersebut sudah ada sejak tahun 2020 dan baru viral sekarang), muatan ceramah UKB tentang wayang ini memang berpotensi untuk semakin memperlebar jurang perbedaan di antara umat Islam maupun masyarakat secara umum.
Saya jadi teringat dengan salah satu liputan dokumenter di Channel Youtube BBC News Indonesia pada 11 Januari 2022 tentang konflik pembangunan masjid di Korea Selatan. Umat Islam di wilayah Daegu mendapat resistensi dalam mendirikan masjid di lingkungan masyarakat setempat.
Umat islam yang kebanyakan para mahasiswa yang sedang belajar di Korsel ini mengeluhkan bagaimana perubahan perilaku penduduk yang sebelumnya ramah berbalik membenci dan melontarkan penolakan terhadap mereka.
Penduduk lokal khawatir dengan perubahan yang dibawa oleh muslim pendatang. Secara budaya sangatlah berbeda. Kebanyakan mahasiswa tersebut dari kawasan Asia Selatan. Tampilan fisik berjenggot panjang dan memakai baju koko hingga selutut membuat para penduduk lokal mengasosiasikan mereka sebagai teroris.
Penampilan seperti itu identik dengan teroris memang sudah melekat dan tertanam kuat di seluruh dunia. Media berhasil membuat teroris identik dengan Islam, dan Islam identik dengan kekerasan. Mereka yang tidak mendapat informasi tentang Islam secara utuh tentu akan ketakutan (fobia) dan menggeneralisir bahwa semua orang Islam adalah teroris dan cinta kekerasan.
Problem inilah yang harus dipecahkan oleh umat Islam itu sendiri. Bagaimana agar ajaran Islam terkomunikasikan dengan baik dan akhirnya beradaptasi dengan masyarakat setempat. Walisongo di masa lampau telah mengajarkan bagaimana komunikasi dan adaptasi ini berlangsung. Keberhasilan mereka dalam mengislamkan tanah Jawa merupakan sebuah pelajaran penting bagaimana ajaran Islam tidak perlu dibenturkan dengan budaya dan kearifan lokal.