Mohon tunggu...
Muhammad Jundi
Muhammad Jundi Mohon Tunggu... Penulis - Soiciialpreneur

Social Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Teladan Seorang Sopir Ambulan PKS

27 Desember 2012   04:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:58 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1356584107299282820

[caption id="attachment_216860" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Mulyono dan Ambulan PKS (Foto : MJ)"][/caption] Jakarta Barat - Terdengar suara sirene ambulan meraung melintasi jalan. Di iringi dengan rombongan kendaran bermotor lainnya, usai menjemput jenazah di alamat yang dituju, ambulan itu mesti menghantar ke pemakaman, tempat persistirahatan terakhir sang jenazah.

Itulah salah satu peran dari Ambulan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)  yang selama ini selalu sigab membantu masyarakat yang dirundung musibah, baik sekedar mengantar pasien ke rumah sakit hingga menghantar jenazah ke pamakaman.

Namun di balik peran Ambulan PKS, ada sosok yang sangat bersahaja yang selalu setia dan siap sedia menyetir dan  mengendarainya, dia adalah Mulyono (52), suami dari Sutiyem (42) yang sudah dikarunia 3 orang anak, yaitu Ika Diniarti (21), Widiana Sari (18) dan Putri Utari (14).

Pak Mul begitu kerap ia disapa menceritakan,  bahwa ia mulai menjadi sopir Ambulan PKS sejak 2007, saat itu ia ditawarkan oleh seorang dokter yang aktif sebagai kader PKS.

Berawal ia mesti merawat 3 unit ambulan di kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS DKI Jakarta hingga ia harus menjadi sopir tetap di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PKS Jakarta Barat. Sejak itu ia tak pernah absen untuk selalu mengendarai Ambulan PKS untuk mengikuti kegiatan sosial layanan kesehatan, menjemput dan mengantar pasien ke rumah sakit hingga mengantar jenazah ke pemakaman.

“Setiap malam jam berapa aja kita dipanggil kapan aja ok dan selalu stand by dirumah, dipanggil jam berapa aja tetap berangkat karena kita membawa orang sakit dan meninggal, orang sakit dan meninggal kan sewaktu-waktu ga ada yg bisa ditentukan ,” tuturnya saat wawancara.

Ia menyebutkan dalam sebulan sedikitnya 15 kali untuk keluar menggunakan Ambulan PKS. Areanya pun tak terbatas di dalam kota,  tetapi hingga ke luar daerah.

“Area khususnya di DKI, tetapi kalau bawa orang sakit ke daerah bisa sampai ke Kuningan, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Barat,” kata Pak Mul.

Laki-laki kelahiran Wonogiri, 26 Agustus 1960 ini mengungkapkan,  bahwa dirinya sudah sangat menjiwai dan menikmati  profesinya sebagai sopir Ambulan PKS. Baginya menjadi sopir Ambulan PKS yang kerap membantu banyak orang, senantiasa membawa ketenangan batin tersendiri dibandingkan menjadi sopir pribadi seorang direktur.

“Alhamdulillah kalau untuk tenaga, mendingan bawa ini (ambulan) dari pada kita bawa presiden direktur, ga tertekan sekali, kita hidup untuk apa sih. Kalau difilkir numpuk banda kaya apa banyaknya , setelah  saya sering bawa jenazah kita lihat semua orang kaya miskin mati juga. Mau ngapain lagi, ya hidup nerima aja,” ujar bapak yang punya pengalaman 17 tahun menjadi sopir pribadi seorang direktur di salah satu Bank swasta ini.

Padahal upah  yang ia terima sebagai sopir ambulan tidak sebesar gaji sopir pribadi pada umumnya. Meskipun tawaran untuk kembali menjadi sopir pribadi dengan gaji yang sepadan sering kali datang kepadanya, tetapi ia tetap bertahan untuk menjadi sopir ambulan PKS seperti saat ini.

Ia pun bersyukur walaupun bekerja menjadi sopir Ambulan PKS, istri dan anak-anaknya sangat mendukung. Karena baginya hidup ini yang penting adalah mendapatkan keberkahan bukan hanya sekedar mencari uang.

“Alhamdulillah selama di PKS ini saya berkah-berkah aja. Istri saya mendukung, anak juga mendukung sudah pada kerja,  istri juga bantu bekerja,” ungkap bapak  yang sudah menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat perguruan tinggi.

Ia mengisahkan, banyak suka dan duka yang dialami semenjak menjadi sopir ambulan. Diantara pengalamannya yang paling menyedihkan baginya adalah ketika mesti mengantar pasien miskin ke beberapa rumah sakit selalu ditolak, dengan alasan ruangan rumah sakit selalu penuh, hingga pasien itu meninggal dunia di dalam perjalanan.

“Kalau bawa orang sakit, pasien ke rumah sakit selalu penuh (ditolak). Sampai bolak-balik lagi ke rumah sakit lain,RSCM,Fatmawat atau  Tarakan semua ga terima,  sampai akhirnya meninggal di jalan. Jadi kalau bisa, diusahakan yang banyak rumah sakit, orang-orang kecil itu ditangani dulu entah biayanya dari mana. Itu pengalaman saya yang paling sedih,” Tuturnya.

Ia berharap dengan perannya sebagai sopir ambulan di PKS dapat memberikan kebaikan sebanyak mungkin bagi masyarakat. Selain juga berdoa suatu saat PKS besar hingga dapat memimpin dan menguasai pemerintahan mampu membawa kesejahteraan bagi masyakat.

“Saya cuma berjuang untuk mencari makan, menanam kebaikan, saya mohonnya kalau sampai PKS jadi besar,  ada harapan tertentu agar masyarakat bisa lebih maju lagi, agar anak-anak kita nanti dan keturunan nanti bisa mencari kerja gampang. Harapan kita masa depan PKS bisa lebih pinter, lebih maju, rakyat bisa lebih sejahtera,” ungkapnya penuh harap. - Mjundi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun