Menunda Menikah Antara Dampak dan Maslahahnya
Oleh Muhammad Julijanto
Pernikahan adalah separuh agama, demikian magic word. Orang yang menikah sedang mengamalkan ajaran agama. Dengan menikah agama seseorang sudah sempurna.Â
Dalam pernikahan banyak nilai-nilai dan ajaran kehidupan yang akan didapatkan. Arti makna kasih sayang yang tak terbatas. Kerja sama, Â saling memberi dan mencintai secara tulus.Â
Membangun cinta dengan keihlasan dan kebersamaan. Saling memberi dalam suka dan duka. Ayah sebagai imam, istri dan anak-anak sebagai makmum dalam ibadah shalat. Nafkah yang diberikan ayah kepada semua anggota keluarga merupakan shodaqah. Memenuhi hasrat cinta biologis merupakan ibadah yang menyenangkan.
Maka bila seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah cukup umur, mempunyai kemampuan ekonomi dan kematangan jiwa, serta takut akan terjadi perzinahan karena gelora syahwatnya sudah berada di ubun-ubun, maka menikah sudah menjadi wajib, bila menundanya justru membawa madharat dan berbahaya bagi kesehatan mental dan spiritualnya. Bila sudah demikian maka orang tua segera menikahkan putra putrinya.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 junto UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, usia mempelai laki-laki dan perempuan 19 tahun. Bila usia sudah terlampaui, pendidikan sudah selesai, pekerjaan sudah ada, maka alangkah baiknya bila segera menikah. Sebab bila sudah terlalu lama, kemudian asyik dengan pekerjaan dan mengejar karir, sehingga akan lupa bahkan merasakan berat untuk menjalin hubungan dengan pasangan yang serasi. Apalagi menunggu datangnya pasangan yang ideal.
Di beberapa tempat kerja, selalu ada dijumpai orang-orang yang menunda-nunda untuk menikah, ada berbagai alasan, di antaranya;
Pertama, pernah gagal menjalin cinta dengan pasangan idolanya, orang yang diharapkan menjadi tempat berlabuhnya cinta, justru menikah dengan orang lain. Sehingga merasa sudah ditinggalkan, apalagi sudah dapat menenuhi segala kebutuhannya secara mandiri atau bisa dikatakan secara ekonomi dan pekerjaan sudah mapan, bahkan sudah lebih dari cukup dengan karir yang baik dalam pekerjaannya.
Kedua, masih menempuh pendidikan baik Tingkat sarjana hingga pascasarjana. Bila tugas-tugas studi yang bergitu padat, menuntut mahasiswa Tingkat akhir maupun mahasiswa pascasarjana focus pada studinya. Sehingga memilih menunda pernikahan demi sukses studinya.
Ketiga, karir yang awalnya sebagai batu loncatan untuk mencari dan mendapatkan cinta dari pasangan di tempat kerja, namun tidak kunjung datang, sekalipun di tempat kerja juga ada laki-laki maupun perempuan yang sudah punya posisi jabatan di tempat kerja, dan sesama rekan selalu memperbincangkann dan berusaha mempertemukan, namun di antara mereka merasa belum ada kecocokan.
Keempat, bila ada laki-laki dan perempuan yang sudah cukup usia, mempunyai karir yang bagus, maka harus ada pihak ketiga yang bisa memfasilitasi atau mempertemukan mereka untuk saling berjodoh, dalam hal ini untuk suksesnya hubungan orang yang akan dipertemukan harus melepaskan keikhlasan dan mencoba menerima hadirnya orang yang akan menjadi pasanganya, meskipun awalnya belum mencintai.
Nnamun intinya masing-masing calon pasangan adalah membuka diri dan membuka hati agar bisa menerima kehadiran calon pasangan dalam kehidupan dirinya. Kemudian menurunkan standar yang tinggi calon ideal pasangan dengan realistis sesuai dengan usia yang terus menua.
Sungguh tidak nyaman bila setiap ketemu dengan orang-orang yang peduli kepada kita, akan selalu menanyakan kapan menikah, apalagi orang tua yang sangat berharap bila putra putrinya sudah usia dewasa dan pendidikan sudah ditempuh, bahkan sudah punya pekerjaan yang baik sesuai bidang keahlian dan ilmu yang dipelajari, maka apalagi yang ditunggu dan dicari, kecuali membangun keluarga dan memberikan ketenagan kepada orang tua, yang mempunyai tanggung jawab untuk menikahkan putrinya.
Dengan menikahnya putra putrinya orang tua akan terlepas dan beban dan tanggung jawab, karena Ketika akad nikah, maka peralihan tanggung jawab dan seorang tua kepada calon mempelai laki-laki yang menikah dengan putrinya.Â
Semuanya beralih tanggung jawab dari orang tua kepada menantu pria. Keluarga Sakinah mawadah wa Rahmah, orang tua menjadi bangga dan terharu meliha keberhasilan putra putrinya membangun wisma Sejahtera.
Bila pernikahan sudah berlangsung, maka komitmen menjaga rumah tangga yang Sejahtera Bahagia lahir dan batin menjadi perjuangan yang akan ditempuh selama kehidupan bersama.Â
Kesadaran akan makna akad nikah menjadi pengikat yang kokoh. Sehingga setiap pasangan harus menyadari tujuan pernikahan dan upaya meraih kemulian di dalamnya.
Apapun alasannya menunda menikah tetap tidak nyaman. Idealnya setiap orang mempunyai pasangannya masing-masing. Kesiapan membuka diri, membuka hati, dan bersedia menerima pinangan atau meminang adalah cara cerdas menyelesaikan masalah kehidupan rumah tangga.Â
Banyak keuntungan dalam membangun keluarga yang itu semua sebagai kenikmatan surgawi sekaligus perjuangan yang indah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Kekuatan cinta akan menjadi indah dalam keluarga sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H