Oleh Muhammad Julijanto
 Hidup adalah sekali, hidup adalah anugerah, maka berhagaialah, hidup adalah indah, maka perbaikilah, hidup adalah kebersamaan, maka bersamalah, hidup adalah ibadah, maka beribadahlah yang lebih baik. Setiap ada kehidupan ada kematian. Setiap orang mempunyai pasangannya masing-masing. Setiap pasangan akan hidup bahagia dan sejahtera, apabila menyadari, mengetahui dan berkomitmen bersama membangun impian dan harapan hidup. Setiap harapan membutuhkan perjuangan untuk mewujudkan dengan kerja keras, kerja cerdas, dan komitmen. Tanpa komitmet seindah apapun harapan itu tidak akan terwujud.
Bagaimana membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah?. Apa yang harus dipersiapkan, dan apa tantangan dan hambatan dalam mewujudkan harapan hidup yang indah dan harmonis?.
Sepanjang sejarah, manusia senantiasa menghargai lembaga pernikahan sesuai dengan tradisi dan agama yang dianutnya. Oleh karena itu, kebutuhan dan loyalitas pada pasangan hidup senantiasa dijunjung tinggi, bahkan oleh dunia hewan sekalipun. Belum lama ini di Amerikan Serikat, dilakukan penelitian sosial untuk menjawab, misalnya faktor-faktor apa sajakah yang menjadi sumber dan pilar kebahagiaan hidup?.
Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan hidup adalah, pertama, adalah kehidupan keluarga yang baik dan kukuh, kedua, keuangan, kertiaga,kesehatan, keempat, relasi sosial, lima, pekerjaan tetap, enam, memiliki privasi dan nilai-nilai kepercayaan yang diyakini.
Islam datang memperkuat tradisi dan keyakinan akan pentingnya lembaga perkawinan. Bahkan, Islam memandang pernikahan sebagai peristiwa agung yang mulia dan suci serta pantas disyukuri dan dipertanggungjawabkan, baik di hadapan Allah maupun sesama manusia.
Untuk lebih bisa menghargai kemuliaan pernikahan, mari kita mulai dengan mengajukan sebuah pertanyaan, "untuk apa dan siapa bumi, laut, dan langit yang demikian indah ini diciptakan oleh Allah Swt" Alqur'an menjelaskan bahwa semua ini untuk manusia, yang dikenal dengan istilah taskhir. Alam ini bekerja mengikuti hukum-hukumnya (sunnatullah). Semua anugrahyang tersimpan akan bisa dinikmati manusia, jika manusia mampu membaca hukum alam dan bersahabat dengannya, lalu dapat mengeksplorasinya dengan sikap cinta dan santun.
Pernikahan merupakan jalan reproduksi manusia menjadi anugrah dan tugas suci yang amat mulia. Hubungan seksual yang menyebabkan reproduksi manusia berjlanjutan merupakan partisipasi manusia dalam karya Tuhan. Bukankah merupakan hak prerogatif Tuhan untuk menciptakan manusia? Bukankah dalam proses reproduksi manusia di muka bumi, manusia juga berpartisipasi dindalamnya. Subhanallah....sungguh suci dan mulia perkawinan dan hubungan seksual dalam Alquran. Oleh karena itu, manusia melakukan sebagian pekerjaan Tuhan untuk memakmurkan bumi.
Konsep kesucian berkaitan erat dengan perintah menjaga kehormatan diri, yaitu menutup aurat dan memelihara lembaga pernikahan yang diikat oleh iman. Mengingat sebagian aurat seseorang merupakan organ vital yang potensial menimbulkan kegairahan seksual yang merupakan prasyarat psikologis-bilologis dalam proses reproduksi anak, maka aurat wajib dijaga, dlindungi, dihormati dan dituntup. Tidak sembarang orang boleh menyentuhnya, kecuali yang diizinkan oleh Allah Swt. Hal inilah yang membuat hubungan seksual suami-istri sesungguhnya merupakan ibadah. Jadi konsep aurat-baik bagi laki-laki maupun perempuan-bukannya menhgurung, membatasi gerak, dan menutup aib, melainkan justru untuk menjaga dan menghormatinya.
Nilai spiritualitas dalam seks tersirat dalam peristiwa pernikahan yang oleh Alqur'an diistilahkan sebagai mitsaqan ghalidza atau perjanjian agung (dahsyat). Istilah ini hanya tiga kali disebut dalam Alqur'an, dua lainnya merupakan pernajian Allah Swt dengan para rasul pilihan untuk mengemban tugas dalam menyampaikan ajaran tauhid dengan risiko dan pengorbanan yang amat besar, seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad Saw.Â