Dengan demikian, pernikahan dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai transaksi biologis semata, tetapi belih mendasar lagi, yaitu sebuah perjanjian antarsesama manusia dan sebuah pernjanjian dengan Allah Swt. Konsekwensinya, seperti yang diingatkan Rasulullah Saw, siapa yang mempermainkan lembaga pernikahan dan juga memutuskan percaraian akan dimurkai Allah.
Anugerah dan amanah
Seks dan cinta kasih yang tumbuh dalam diri manusia adalah anugerah dan sekaligus amanah. Sifat kasih sayang yang tumbuh sesama manusia merupakan percikan dari Rahman-Rahim Allah yang tak terhingga. Melalui sifat kasih ilahi yang tumbuh dalam diri manusia, hewan, dan tanaman, proses regenerasi kehidupan ini berlangusng sambung menyambung. Coba kita bayangkan, derita apa yang akan menimpa bayi yang terlahir ke dunia andaikan seorang ibu dan ayah tak ada rasa cinta kasih pada keturunannya untuk mengasuh dan melindungi mereka?.
Alquran menyebutkan bahwa cinta kasih yang tumbuh dalam keluarga yang diikat oleh iman, mereka akan dipertemukan lagi di akherat dalam suasana kebahagiaan surgawi (Ath Thur [52] ayat 21 dan al Insyiqaq [84] ayat 7-9. Jadi ikatan pernikahan dalam Islam merupakan ibadah dan akan berlangsung sampai akhirat manakala diikat oleh iman. Oleh karena itu, pertemuan dua hati yang saling mencintai yang kemudian diteruskan dalam lembaga perkawinan adalah sebuah anugerah yang wajib disyukuri, namun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Dalam Alqur'an surat Ar Rum, serangkaian ayat-ayatnya secara sangat indah mengingatkan kita semua bahwa semua ciptaan Allah berupa lautan dan bumi seisinya tak akan punya makna apa-apa. Bahkan, potesial menjadi sumber konflik dan perang kalau dalam kehidupan keluarga dan masyarakat tak ada lagi ikatan kasih sayang. Ikatan cinta kasih (mawaddah wa rahmah) akan terpelihara, bahkan berkembang jika dilembagakan dalam pernikahan dan institusi keluarga yang didasari iman.
Dalam mawaddah terdapat dorongan untuk mencintai, menikmati, dan memiliki, sedangkan dalam rahmah terkandung dorongan untuk memberi dan mengayomi. Pertama, yang patut kita syukuri adalah pasangan hidup, antara lain pemenuhan seksual. Kedua, kita ingin memberi dan berbagi kasih sayang.
Jika pernikahan hanya semata untuk memenuhi kebutuhan biologis-seksual, kebahagiaannya hanya sebentar, mengingat semua kenikmatan fisik hanya berlangsung sebentar. Kenikmatan fisik masuk ke dalam kategori kenikmatan duwia. Dlam bahasa Arab, dunia berarti pendek atau dekat. Oleh karena itu, siapa pun yang menjadikan kenikmatan duniawi sebagai tujuan utamanya, bersiap-siaplah untuk kecewa  karena satu persatu kenikmatan duniawi akan menjauh dari kita dan ujuangnya akan berpisah untuk selamanya.
Prestasi dan kekayaan fisikal serta intelektual yang kita miliki adalah anugerah, amanah, dan intrumen untuk meraih kebahagiaan yang lebih tinggi dan abadi, yaitu memperbanyak amal kebajikan sebagai pengabdian dan rasa syukur kita kepada Allah Swt. Kepemilikan atau milik adalah apapun yang melekat, sedangkan yang melekat dan memberi jaminan kebahagiaan sejati adalah iman dan amal shaleh.
Dalam Alqur'an disebutkan, keluarga yang sakinah dan diikat oleh iman serta membuahkan banyak kebajikan maka hubungan cinta kasihnya tidak berlangsung di dunia saja, melainkan di akherat nanti. Mereka akan dipertemukan kembali di surga. Dengan demikian, pernikahan dalam Islam adalah sebuah ikatan cinta kasih dan pertemuan iman didasari niat ibadah. Allah pasti akan memberikan anugerah dan pertolongan ketika manusia itu menemui berbagai cobaan selama kita selalu memohon pada-Nya.
Mengingat lembaga keluarga merupakan fondasi bagi kegiatan dan pertumbuhan semua anggota keluarga, maka ketia seorang laki-laki ataupunh perempuan memutuskan untuk menikah, banyak sekali faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan. Disamping nasab atau asal-usulnya, faktor pekerjaan, pendidikan dan kepribadian serta agama menjadi pertimbangan sangat penting. Hal ini disebabkan, ikata keluarga selalu diharapkan langgeng dan abadi, bahkan sampai akherat nanti.Â
Oleh karena itu, penting direnungkan untuk menjadikan rumah tidak hanya sekedar tempat istirahat, akan tetapi, lebih dari itu rumah adalah masjidku, rumah adalah perpustakaanku, rumah adalah restoranku, rumah adalah tempat rekreasiku, rumah adalah hotelku, rumah adalah ajang silaturrahmi, dan seterusnya. Hal ini disebabkan, rumah tangga adalah lokus utama untuk membangun generasi penerus bagi masa depan keluarga dan bangsa (Komaruddin Hidayat, 2010: 207-214).