Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gempa Besar di Palu dan Donggala, 28 September 2018

26 September 2024   09:26 Diperbarui: 26 September 2024   10:22 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua Hari setelah gempa besar di Palu & Donggala, 28 September 2018, saya diminta datang ke studio Metro TV untuk diwawancarai sebagai pakar gempa. Saya sudah minta untuk dikoreksi, bahwa saya bukan pakar gempa, karena saya hanya penulis belasan tulisan yang memperingatkan adanya ancaman gempa besar di Sulteng, karena adanya Sesar Palu-Koro.

Sudah pasti saya bukan pakar gempa, karena saya tidak pernah secara formal belajar geologi atau bencana. Saya hanya direkrut untuk menjadi bagian dari tim penulis sebuah LSM yang bergerak di sektor kebencanaan (2016-2018).

Meski begitu saya bertemu dengan beberapa pakar geologi, seperti Danny Hilman, Mudrik Daryono, Sukmandaru Prihatmoko (Ketua IAGI), dll. Dari mereka, saya mengenal sedikit dasar geologi dan kaitannya dengan gempa. Tentu ditambah dengan membaca berbagai sumber kredibel, sehingga bisa menghasilkan beberapa belas artikel seputar geologi, gempa, tsunami.

Beberapa pakar geologi itu, terutama Mudrik Daryono yang menjelaskan dengan detil tentang potensi gempa besar di Sulteng, yang ternyata terjadi lebih cepat dari yang dihitung oleh sains. Thesis S3 Mudrik Daryono memang seputar sesar atau gempa di Sulteng. Sayangnya gempa lebih cepat datang, padahal rencananya akan dibuat semacam program untuk memperingatkan ancaman itu.

Saya memiliki beberapa video wawancara mendalam saya dengan Mudrik Daryono dan Danny Hilman seputar gempa di Sulteng itu.

Kita hidup di era digital, atau di era AI, sehingga semakin mudah untuk menjadi citizen scientist. Saya sedang tidak membuat klaim saya adalah seorang citizen scientist, tetapi sebagaimana yang saya baca, kriteria citizen scientist antara lain adalah orang yang "berkontribusi" dalam dunia science tertentu dengan mensosialisikan temuan science.

Gempa tektonik tidak bisa diprediksi, namun gempa besar atau megathrust bisa dihitung siklusnya. Sehingga mitigasi bencana gempa dan tsunami besar harus disiapkan untuk mengurangi angka korban dan kerugian, juga termasuk angka tanggap bencananya.

Nah cobalah amati, apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mitigasi gempa Sunda megathrust yang menurut para ahli sudah memasuki siklusnya.

M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun