Kiamat bukan dimonopoli oleh kaum beragama saja, dunia sains juga punya versinya sendiri. Namun bedanya: Kiamat tidak bisa didiskusikan di antara kaum beragama atau siapapun, tetapi harus diterima sebagai bagian dari iman. Sedangkan kiamat versi sains, bisa didiskusikan dan harus direvisi, jika ada data atau informasi baru.
Kiamat yang dimaksud di sini adalah punahnya manusia atau berakhirnya peradaban manusia di atas muka Bumi ini.
Di buku "The Precipice" (2020) yang ditulis oleh Toby Ord, Australian philosopher yang terkenal dengan gerakan Effective Altruism ini, ada beberapa kiamat versi sains yang semuanya anthropogenic (human-caused) atau disebabkan oleh manusia. Lihat Toby Ord di sini (klik di sini)
1. Nuclear war.
2. The rise of artificial intelligence (unaligned artificial general intelligence).
3. Climate change.
4. Engineered pathogens (engineered pandemic).
Karena kiamat versi sains ini disebabkan oleh manusia, Ord mendorong global cooperation (coordination) agar segera lebih digiatkan. Menurut Ord, jumlah mereka yang menyadari ancaman kepunahan manusia hanya sedikit sekali. Itu terlihat dari anggaran yang tersedia untuk memikirkannya yang hanya sebesar 0.001% of gross world product.
Beberapa saran yang diajukan oleh Ord terlihat berkaitan erat dengan gerakan yang didorongnya, yaitu Effective Altruism. Beberapa saran itu antara lain: such as selecting high-impact careers, effective giving, and contributing to a public conversation on the issue.
Jurnalis dan penulis buku, Bryan Appleyard, menulis skeptismenya tentang buku "The Precipice" ini di The Sunday Times, antara lain: "I doubt that it can redirect humanity away from its self-destructive ways".
Sudah pasti tidak gampang mendorong global coordination (cooperation) ketika di antara pemimpin dunia ada yang memiliki ciri sociopath secara ekstrim, apalagi para sociopaths itu memiliki tekonologi perang yang tinggi. Contoh pemimpin dunia seperti ini (sociopaths) sering dibahas oleh antra lain ahli personality disorder seperti Dr. Grande di channel YouTube-nya.
Sebagaimana anggaran yang sangat kecil untuk ancaman kepunahan manusia (existential risk) ini, anggaran untuk menjaga kesehatan mental masyarakat juga kecil, yaitu hanya rata-rata 2% dari GDP (data dari WHO). Itu artinya rata-rata pemerintahan masih abai pada persoalan kesehatan mental (sociopathy). Padahal di antara anggota masyrakat ini nanti ada yang terjun ke politik, lalu berada di pemerintahan, bahkan menjadi pemimpin pemerintahan.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H