(Soal data, big data, data colonialism, new authoritarianism)
Dalam debat capres kemarin semua capres berlomba membuat klaim memiliki data dan datanya paling valid.
Apakah penonton terpengaruh?
Sebagaimana yang sudah sering dikutip dari berbagai survei: pendukung satu capres nyaris tidak akan mengubah dukungannya, apapun yang terjadi di acara debat atau di luar acara debat.
Harari bahkan bilang gini di salah satu bukunya yang berjudul "The 21 Lessons of the 21st Century", bahwa "Referendums and elections are always about human feelings, not about human rationality". Pilihan politik atau dukungan pada capres selalu hanya seputar feeling yang gak ada pertimbangan rasionalnya.
Para capres cuma omon-omon doang di acara debat itu, jika mereka berpegang pada 2 paragraf di atas sebelum paragraf ini. Acara debat itu hanya sekedar seremoni atau ritual yang harus dilaksanakan agar Indonesia dianggap negeri demokratis.
=0=
Data di era AI tentu sangat penting, karena negara "besar" atau sebuah perusahaan cutting-edge tech sudah mulai beralih tidak lagi fokus mengeksploitasi sumber daya alam suatu negeri lain. Mereka sudah mengeksploitasi data yang bertebaran di mana-mana, misalnya dari medsos atau dari interaksi apapun yang menggunakan Internet.
Coba saja Anda periksa: berapa pertambahan data (dalam GB) yang tersimpan (muncul) setiap bulan di HP Anda. Kalikan itu dengan seluruh pengguna HP di Indonesia. Lalu hitung jumlah pengguna HP di seluruh dunia. Tidak heran data yang begitu besar itu diberi nama big data.
Salah satu pemanfaatan big data sudah kita rasakan sejak akhir November tahun 2022 lalu, yaitu saat ChatGPT pertama kali diluncurkan. Itu hanya awal, namun AI Chatbot semacam itu sudah banyak menawarkan berbagai informasi uptodate hingga detik ini, misalnya Microsoft Bing Chat. Anda nyaris bisa mendapatkan informasi apa saja dari chatbot seperti itu.
Namun yang sekarang dikuatirkan oleh para ahli adalah perusahaan cutting-edge tech itu juga mengumpulkan data dari semua pengguna Internet di seluruh dunia, terutama data soal perilaku, atau kecenderungan Anda. Data itu diolah untuk membentuk algorithm yang membuat Anda tidak lagi memiliki free will. Semua medsos melakukan ini.
Misalnya jika Anda seorang lelaki berusia 60 tahun yang menyukai berbagai informasi mengenai teknologi baru atau sains baru, maka medsos apapun yang Anda buka, maka isi yang akan terpampang mencerminkan profile Anda.