Nampaknya masih banyak yang belum menyadari, bahwa kita sekarang hidup di era digital, tepatnya di era AI.
Padahal mereka itu termasuk yang sudah terbiasa melakukan riset di sumber-sumber yang ada dunia digital. Itu terlihat melalui artikelnya yang masih ditulis dengan gaya seperti di era mesin ketik.
Di bawah ini daftar tips yang saya susun berdasarkan pengalaman saya menulis artikel non-fiksi sejak tahun 1995 hingga sekarang. Tentu yang saya maksud menulis itu adalah "menulis dan menerbitkan" artikel secara digital, bukan secara cetak atau print-out.
1. Tidak perlu mencantumkan daftar referensi di bagian akhir artikel.
2. Referensi langsung diberikan di kata atau kalimat yang dimaksud atau terkait (berbentuk links yang bisa diklik).
3. Anda boleh saja tidak memberi links seperti yang disebut di nomor 2, namun ada dampak buruk, yaitu artikel Anda dianggap kurang berbobot oleh akademisi atau intelektual lainnya.
4. Sebagai ganti links, Anda bisa menyebut referensi dengan cara yang tidak spesifik, misalnya dengan menyebut: "itu sudah menjadi topik yang populer akhir-akhir ini". Tentu saja apa yang Anda maksud itu memang bisa terbukti jika dicari dengan menggunakan 'main search engines' atau 'main Chatbots' (seperti ChatGPT atau Bing chatbot).
5. Jika Anda melakukan plagiarisasi, maka akan dengan mudah ketahuan, karena ada search engine seperti Google, dan AI (chatbots), bahkan ada aplikasi yang khusus untuk melacak plagiariasi.
6. Artikel yang diedit setelah diterbitkan bisa dilacak bagian-bagian yang diedit. Jadi Anda tidak bisa mengedit seenak perut Anda (merubah bagian-bagian penting atau utama yang bisa merubah pandangan utama dari artikel itu).
7. Pilih platform (media) yang bisa diandalkan untuk meletakkan semua artikel Anda. Jangan pilih platform yang mudah crash atau tidak jelas masa depan dari keberadaan platform itu. Saya memilih Kompasiana yang pasti handal, terutama karena artikel saya mudah ditemukan jika dicari oleh search engine.