Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rasisme Ada di Mana pun, Termasuk di Indonesia

4 Juni 2020   20:58 Diperbarui: 4 Juni 2020   23:06 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: https://www.aljazeera.com/ 

Apa yang kita lihat dari video yang paling banyak beredar selama beberapa hari terakhir ini dari peristiwa kematian George Floyd 25 Mei 2020 di sebuah jalanan kota Minneapolis?

I can't breathe.... Begitu diucapkan oleh George Floyd saat seorang polisi menginjak lehernya di sebuah jalanan di kota Minneapolis, Amerika. Namun polisi itu tak mengindahkan permohonan Floyd. Please... please... kata Floyd. Polisi itu tak berhenti menginjak Floyd (dengan lutut), meski orang-orang yang lewat juga memohon untuk menghentikannya dan bahkan setelah bermenit-menit Floyd tak bergerak atau tak bernafas. Menurut video yang beredar luas, setidaknya polisi menginjak leher Flyoid sepanjang 9 menit lamanya.

Derek Chauvin, polisi kulit putih yang menginjak George Floyd yang berkulit hitam ditemani oleh 3 orang polisi lainnya. Ketiganya berjaga di sekitar Chauvin untuk menjaga agar orang-orang tidak mendekati mereka yang sedang sibuk menginjak leher Floyd. Video yang beredar itu membuat banyak orang menangis tak hanya mereka yang berkulit hitam, tapi bahkan orang-orang di seluruh dunia begitu prihatin dan marah melihat apa yang dilakukan Derek Chauvin dan 3 polisi lainnya.

Banyak yang terheran-heran, mengapa para polisi itu melakukan perbuatan sekejam itu. Semua orang tahu jika leher kita dicekik, pasti kita tak bisa bernafas, dan tentu akibatnya sangat fatal. Para polisi itu bahkan sudah diminta untuk menghentikan perbuatan itu, namun polisi itu tak peduli.

Apa yang terjadi sebelum peristiwa leher diinjak itu menjadi tidak penting lagi, karena Chauvin jelas melakukan pelanggaran hukum, yaitu membunuh Floyd dan bahkan di depan camera.

Apakah sebelum itu Floyd melanggar hukum menjadi tidak penting lagi. Apakah Floyd melawan polisi menjadi tidak penting lagi. Apakah Floyd sedang mengalami gangguan kesehatan menjadi tidak penting lagi. Yang terlihat dalam video adalah Derek Chauvin dibantu 3 polisi lainnya menginjak leher George Floyd selama 9 menit. Titik.

Peristiwa kekerasan polisi kulit putih terhadap kulit hitam disebut sering terjadi di Amerika, meski saya belum tahu berapa angka yang menunjukkan polisi kulit putih lebih sering melakukan kekerasan pada kulit hitam.

Tewasnya Floyd di lutut Chauvin sontak mendorong gelombang unjuk rasa di hampir seluruh kota di Amerika. Warga dari negeri-negeri lain pun ikut mengomentari dengan marah atas peristiwa itu. Media sosial di Indonesia pun dipenuhi komentar miring mengenai itu.

Respon mereka yang di Indonesia adalah antara lain:
1. Amerika negeri pengusung HAM, tapi polisinya sering melanggar HAM.
2. Amerika negeri demokratis, tapi penuh kekerasan rasisme.
3. Amerika mengaku negeri maju, tetapi masih mempraktekkan diskriminasi dan persekusi.

Tentu Amerika patut dikritik soal tewasnya Floyd oleh polisi. Namun tolong lihat juga apakah di Indonesia sudah bebas dari rasisme dan peristiwa seperti itu? Coba 3 respon di atas diarahkan pada Indonesia seperti di bawah ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun