PUSAT PEMERINTAHAN (IBUKOTA) HARUS DIPINDAHKAN DARI JAKARTA
Gempa besar dan tsunami sudah berkali-kali melanda beberapa wilayah Indonesia. Setidaknya sejak tahun 2004, Aceh menjadi tonggak awal gempa besar dan tsunami.Â
Wilayah Palu dan Donggala adalah wilayah terbaru yang tertimpa gempa besar dan tsunami dengan jumlah korban terakhir sekian ribu orang. Kerugian ditaksir hingga 20 triliun dan biaya pemulihan hingga 40 triliun. Padahal Lombok yang sebelumnya ditimpa gempa besar masih dalam taraf pemulihan.
Sayangnya kita terlalu sibuk dengan urusan agama, Khilafah atau NKRI Bersyariah, terutama di tahun-tahun terakhir ini. Program mitigasi bencana menjadi terabaikan atau tak terlalu kita perhatikan untuk mengurangi risiko atau kerugian saat bencana terjadi nanti.
WILAYAH MANA LAGI YANG AKAN TERTIMPA BENCANA? BAGAIMANA DENGAN JAKARTA?
Bagi ahli geologi dan pemerhati bencana alam, wilayah mana saja yang akan tertimpa gempa dan tsunami sudah bisa diperhitungkan, bahkan besarnya gempa juga sudah bisa diperhitungkan. Wilayah Sulawesi Tengah dan NTT sudah diperhitungkan sebelumnya. Hanya perhitungan waktunya saja yang tidak bisa diperhitungkan dengan tepat, namun siklus gempa besar biasanya sekitar 100 tahun lebih.
Jika para ahli bisa memperhitungkan itu, mengapa kita nampak terus tergagap saat gempa besar dan tsunami terjadi? Bukankah kita bisa melakukan sesuatu untuk meminimalisir angka korban dan angka kerugian? Apa saja yang mesti kita persiapkan?
UNDP dan UN-Ocha dalam beberapa tahun terakhir ini sibuk berkampanye tentang pentingnya berinvestasi dalam mitigasi bencana. Tagline mereka berbunyi: "Every 1 dollar spent on preparedness saves 7 dollars in emergency response. Act Now, Save Later!" Satu dollar yang diinvestasikan dalam mitigasi bencana akan menyelamatkan 7 dollar saat terjadi bencana. Kampanyenya tersebar di berbagai media platform, termasuk Facebook. Jadi kita memang bisa mengurangi angka korban dan angka kerugiaan bencana gempa besar dan tsunami yang tak bisa kita hindari itu.
Indonesia sebenarnya sudah mulai mensosialisaikan konsep mitigasi bencana, setidaknya sejak sekitar 10 tahun terakhir ini, yaitu sejak UU Kebencanaan diluncurkan tahun 2007 lalu dan Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) didirikan tahun 2008. Namun nampaknya sosialisasi konsep mitigasi bencana ini masih harus terus digiatkan. Semua media platform, tentu termasuk media sosial harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Itu semua agar kita bisa semua tetap hidup di wilayah bencana sambil meminimalisir risikonya. Pemerintah provinsi di wilayah yang berpotensi bencana seharusnya memiliki program mitigasi bencana yang disosialiasikan dengan tepat ke masyarakat. Kita harus belajar dari provinsi Sulteng.
Lagi, mengapa Indonesia harus lebih giat mensosialisasikan konsep mitigasi bencana atau PRB?