Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Caleg Milenial untuk Indonesia yang Lebih Baik? Mungkinkah?

11 Maret 2019   14:48 Diperbarui: 12 Maret 2019   13:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.noticierostcs.com| Tangkapan layar oleh penulis

Healthy life expectancy tentu berkaitan dengan indikator nomor 1 (GDP per capita) dan juga soal Corruption. Jika banyak korupsi maka sulit untuk menaikkan angka GDP atau menyediakan fasilitas kesehatan untuk masyarakat. Semoga BPJS bisa mewujudkan itu.

Di negeri-negeri teratas dalam rangking "World Happiness Report" pendidikan selalu menjadi prioritas utama. Setelah ekonomi membaik, tentu pendidikan yang baik menjadi mudah untuk diselenggarakan. Pendidikan yang terselenggara dengan baik menjadi tanda, bahwa tak akan ada lagi hambatan yang berarti untuk mewujudkan cita-cita atau gagasan yang dimiliki setiap warga sebuah negeri (freedom to make life choices).

Generousity adalah salah satu tanda adanya kebahagiaan (positivity). Itu sebabnya perlu diukur apakah warga sebuah negeri memiliki generousity? Sedangkan positivity adalah hasil dari beberapa pencapaian lain (indikator lain), seperti GDP per capita dan lainnya.

Adanya korupsi di sebuah negeri tentu mengganggu kenyamanan, karena muncul misalnya kecurigaan atau ketidakpercayaan pada pemerintah. Selain itu korupsi juga mengganggu kualitas layanan pemerintah kepada warganya. Maka Perception of corruption harus terlihat (terasa) minimal di mata warganya.

***

Bisakah caleg milenial ini menaikkan peringkat Indonesia di World Happiness Report? Jika bukan dengan neuroscience apakah mungkin memperbaiki Indonesia yang amburadul sejak puluhan tahun lalu ini? 

Kita tentu butuh "orang baik" untuk memperbaiki negeri ini, bukan orang yang biasa saja. Kita butuh orang yang memiliki positivity besar. Kita butuh orang yang tidak terpasung oleh athoritative thinking, yaitu mereka yang berani memperbaiki kecenderungan, karakter, atau tindakannya dengan ilmu pengetahuan, seperti neuroscience, bukan dengan mumbo jumbo dari masa belasan abad lalu. Kita butuh mereka yang bersandar pada ilmu pengetahuan yang tentu terus dikembangkan sementara authoriative thinking tertambat di masa belasan abad lalu.

M. Jojo Rahardjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun