Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Ikut Makan Siang di Istana Karena Lagi Ketiban Sial

14 Desember 2015   15:58 Diperbarui: 14 Desember 2015   16:05 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya termasuk pendukung dan Jokowi lovers. Buktinya, sekitar 300 artikel yang saya kirim ke Kompasiana, sekitar 200-an  lebih berisi dukungan, pembelaan dan pujian kepada Jokowi.  Saya memberikan dukungan tanpa pamrih, tidak mengharapkan apa-apa.  Saya tidak mengharapkan diangkat menjadi  siap-siapa.

Umur saya yang sudah mendekati 66 tahun menjadikan saya tidak bisa lagi aktif di lapangan. Cukuplah saya menjadi pendukung di belakang layar saja, melalui tulisan-tulisan yang saya kirim ke Kompasiana. Sebelum berangkat ke Gandaria City, saya masih sempat mengirimkan tulisan ke Kompasiana dengan judul “JK berciloteh A, Jokowi Memutuskan B”.   

Saya pecinta buku-buku sejarah. Dari bacaan saya tentang 7 presiden yang pernah menjadi penguasa, saya hanya memberikan apresiasi kepada BJ Habibie dan Jokowi. Habibie berjasa besar mengembalikan demokrasi di Indonesia, hingga menjadi seperti yang kita nikmati hari ini, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memilih,  dan kebebasan berserikat. Habibie juga, dalam masa pemerintahannya yang singkat, menghentikan krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1998 dengan menahan kejatuhan rupiah dan mengembalikan nilainya mendekati sebelum krisis moneter, dari Rp 15.000,-  menjadi Rp 6.500,-

Saya memberikan apresiasi kepada Jokowi sebagai Presiden yang merakyat,  bersih dari KKN dan melakukan langkah-langkah kongkrit membangun infrastruktur ekonomi Indonesia yang masih jauh tertinggal. Selain itu, setelah 70 tahun Indonesia merdeka, barulah pada awal pemerintahan Jokowi, pemerintah menyediakan program pelayanan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Seharusnya saya bisa hadir di Istana untuk makan siang bersama Jokowi. Secara fisik sejak pagi saya sudah hadir di Kompasianaval, di Gandaria City Mall. Saya baru tahu bahwa ada undangan makan siang bagi 100 kompasioner, karena tidak sempat buka laptop. Tapi nama saya tidak termasuk dalam list kompasioner yang diundang. Panitia menanyakan kepada saya, apakah saya menerima telepon untuk konfirmasi kehadiran di acara itu?  

Saat itulah saya menyadari bahwa saya tidak masuk list adalah bagian dari rangkaian kesialan yang menimpa saya. Sejak tiga hari sebelumnya HP saya hilang entah di mana. Saya harus beli HP baru. Saya harus urus kartu sim pengganti di Gapari Telkomsel. Baru tanggal 11 Desember saya mendapatkan kartu pengganti Telkomsel dengan nomor yang sama dengan kartu yang hilang. Waktu HP baru saya aktifkan, saya menemukan “panggilan tak terjawab” dari sebuah nomor Kartu Halo. Rupanya panggilan tak terjawab itu adalah telpon dari admin Kompasiana untuk konfirmasi kesiapan hadir makan siang di Istana. Karena tidak dijawab tentu saya nama saya tidak masuk daftar yang diundang.

Ya, itulah rangkaian kesialan yang menimpa saya. Pada hal saya sudah menyiapkan oleh-oleh untuk Jokowi yang dijadwal akan membuka acara Kompasianival. Oleh-oleh itu berupa buku masih bentuk dammi, yang saya beri judul : “Mendukung Langkah-langkah Jokowi Membangun Indonesia, Seratus esai-esai politik pilihan di Kompasiana”.  Kalau Presiden Jokowi jadi datang, saya akan titipkan buku itu kepada Pembawa Acara untuk diserahkan kepada Jokowi.

Karena tidak ikut dalam peserta 100 kompasioner ke Istana, buku itu lalu saya barter dengan bukunya Romo Mudji Sutrisno, yang judulnya hampir sama “Esai-Esai untuk Negeri”. Setelah rombongan berangkat saya duduk bersebelahan dengan Pepih Nugraha yang kemudian kursinya ditempati Romo Mudi. Kami ngobrol ngalor ngidul tentang Kompasiana, sampai akhirnya Romo Mudji ingat, dia ingin mendapatkan buku Pak Tjiptadinata Effendi. Saya bilang sudah mendapatkan buku Pak Tjip itu dengan cara barter buku. Romo Mudji kemudian menawarkan barter buku dengan saya. Maka akhirnya buku yang saya siapkan sebagai oleh-oleh untuk Presiden Jokowi saya serahkan kepada Romo Mudji. Pada hal buku itu merupakan hasil printing asli disertai  ilustrasi gambar-gambar berwarna.®

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun