Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY dan Pembubaran PT. Petral

22 Mei 2015   21:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:42 2073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara akal sehat,  tidak mungkinlah SBY selaku presiden tidak tahu tentang usulan pembubaran PT. Petral.  Tidak mungkin SBY tidak tahu bisnis PT. Petral sebagai perantara (calo) BBM dan minyak mentah Indonesia. Perusahaan ini menjadi calo untuk induknya sendiri, Pertamina. Sebagai anak perusahaan, seharusnya keuntungan yang mereka peroleh dilaporkan dan disatukan dengan Laporan Keuangan Pertamina.

Masalahnya, apakah hal itu dilakukan PT. Petral,  atau justru keuntungan yang mereka peroleh dibagi-bagikan kepada banyak pihak yang berkuasa dan yang menjadi langit ketujuh yang memberikan perlindungan, sebagaimana pengakuan Dahlan Iskan kepada Faisal Basri.

PT. Petral sudah didirikan sejak tahun 1969,  sejak zaman Orde Baru mulai menjelma menjadi pemerintah otoriter. SBY sendiri pernah menjadi Menteri Pertambangan yang kemudian berganti nama menjadi ESDM.  Lalu SBY menjadi Presiden selama 10 tahun. Jadi tidak masuk akal kalau SBY bilang tidak tahu menahu ada usulan pembubaran Petral.  Itu namanya pembodohan rakyat.

Rakyat jangan percaya dengan para penjilat seperti Ramadhan Pohan dan Syarif Hasan. Mereka bersuara keras menyerang Menteri ESDM Sudirman Said, karena “ada udang di balik batu”. Dengan ngomong keras itu mereka berharap masih dipakai oleh SBY menjadi petinggi Partai Demokrat. Maklum SBY sedang menyusun kepengurusan DPP Partai Demokrat,  seusai Kongres PD di Surabaya.

Herannya mereka tidak berani menyerang Faisal Basri yang bicara lebih lantang. Mungkin Faisal Basri mempunyai kesaktian atau kekuatan yang bisa menyengat balik,  seperti tawon yang sarangnya diganggu.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun