Indonesia membutuhkan pemimpin seperti Mahathir Mohamad yang tidak takut gertakan pasar dan ancaman para pemimpin negara kapitalis. Pada saat krisis moneter menghantam negara-negara Asia pada 1997/98, Mahathir tidak mau tunduk kepada IMF dan negara-negara maju. Ia menolak tawaran pinjaman uang dari IMF. Lalu Ia melakukan kebijakan yang sangat berani, mematok kurs ringgit Malaysia terhadap dolar. Sebaliknya, pada waktu bersamaan, karena tekanan IMF, Pemerintah rezim Soeharto justru menerapkan kurs mengambang terhadap dolar Amerika.
Seluruh pelaku bisnis, pengamat dan pemimpin negara kapitalis waktu itu meramalkan bahwa perekonomian Malaysia pasti hancur dalam hitungan bulan. Tapi terbukti dengan kurs tetap itu, Malaysia selamat dari krisis moneter dan krisis ekonomi, seperti yang melanda Indonesia. Sedangkan Indonesia mengalami krisis ekonomi berkepanjangan karena menganut sistem kurs mengambang yang dinasehatkan IMF dan negara-negara kapitalis.
Negara-negara penganut sistem kurs tetap seperti Tiongkok dan Vietnam membuktikan perekonomian mereka berkembang dengan baik dan semakin perkasa. Tidak ada gejolak ekonomi yang disebabkan oleh pengaruh pasar saham dan kebijakan keuangan yang dibuat oleh Gubernur Bank Central Amerika. Dengan kurs Yuan yang terjaga dan produksi dalam negeri yang terus meningkat, Tiongkok menjadi negara yan memiliki cadangan devisa yang terbesar di dunia, sebesar USD 3,82 Triliun.
Pemerintah Amerika Serikat sampai memohon-mohon agar Pemerintah Tiongkok melakukan penyesuaian kurs mata uang Yuan terhadap dolar Amerika. Tapi Pemerintah Tiongkok menolaknya. Hasilnya barang-barang produksi Tiongkok membanjiri pasar Amerika dan Eropa dengan harga yang lebih murah.
Itulah salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia. Karena sudah terlanjur diceburkan oleh presiden terdahulu ke dalam sistem ekonomi liberal, maka untuk bisa keluar sudah sangat sulit. Kita telah menjadi negara terjajah dalam sistem perekonomian pasar bebas yang menyengsarakan. Sedikit saja perubahan kebijakan ekonomi dan keuangan yang diambil oleh Pemerintah Amerika, kurs rupiah langsung anjlog, IHSG langsung turun. Sistem pasar bebas telah menjadikan hampir seluruh sektor perekonomian Indonesia dikuasai perusahaan asing yang dilindungi yang dibela mati-matian oleh negaranya. Sistem pasar bebas telah menjadikan produk-produk dalam negeri terpinggirkan karena kalah bersaing dengan produk asing yang secara diam-diam diproteksi oleh negara masing-masing.
Masalahnya, masihkah kita mau patuh secara terus menerus kepada ekonomi pasar bebas yang menyebabkan ketergantungan dan kesengsaraan serta ancaman krisis ekonomi yang datang silih berganti? Jawabannya tentu tidak. Karenanya, Indonesia memerlukan pemimpin yang berani dan tidak mau tunduk kepada kemauan negara-negara kapitalis yang serakah. Kita membutuhkan Pemimpin yang tegas berpihak kepada ekonomi kerakyatan.
Dahlan Iskan, peserta konvensi capres Partai Demokrat penah menulis buku yang berjudul “Kentut Model Ekonomi” yang antara lain membahas masalah liberalisasi ekonomi. Ia paham betul permainan yang berlangsung pada sistem ekonomi pasar bebas. Ia telah punya konsep tentang bagaimana negara dilepaskan dari ketergantungan kepada sistem ekonomi liberal yang menjadi induk dari sistem pasar bebas itu.
Ciawi 17/04/2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H