Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembangunan Tanpa Partisipasi Rakyat

30 Agustus 2016   05:44 Diperbarui: 30 Agustus 2016   07:30 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu masalah yang dihadapi Indonesia adalah melaksanakan pembangunan tanpa disertai partisipasi rakyat. Itulah kebijakan yang ditempuh seluruh rezim pemerintahan sejak era Orde Lama, Orde Baru dan orde Reformasi.  Kebijakan pembangunan tanpa partisipai rakyat itu menjadikan setiap rezim Pemerintah pontang panting mencari uang untuk melancarkan pembangunan. Pemerintah membuat utang kepada negara-negara kaya dan lembaga keuangan internasional  seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF. Akibatnya, utang luar negeri Pemerintah terus meningkat. Sekarang telah mencapai lebih Rp 4.200 Triliun.

Untuk urusan mencari dana dari luar negeri ini  Pemerintahan Presiden Jokowi, tergolong sangat proaktif. Setiap kali melakukan kunjungan luar negeri, Presiden Jokowi selalu membawa oleh-oleh berupa utang luar negeri. Selain itu Presiden Jokowi juga membawa komitmen investasi dan kerjasama  dari Pemerinah dan pegusaha dari negara-jnegara yang dikunjungi.

Sebenarnya untuk meringankan beban biaya pembangunan,  Pemerintah bisa mengajak rakyat untuk berpartisipasi. Tidak semuanya yang harus dibangun dan disediakan oleh pemerintah. Pemerintah dapat membuat kebijakan  tentag bagian mana yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dan bagian yang menjadi tanggung jawab rakyat untuk membangunnya. Berbagai bidang pembangunan yang terkait langsung dengan rakyat sebagai pengguna dan pemanfaatnya, sebenarnya dapat dilakukan oleh Pemerintah dengan didukung oleh partisipasi rakyat. 

Misalnya dalam pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial di  pedesaan. Rakyat bisa berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan pemukiman yang sehat termasuk pengadaan sarana air bersih dan listrik desa. Demikian pula dalam pembangunan jaringan irigasi, pembangunan jalan desa, pembangunan jembatan desa,  pembangunan sekolah dan sebagainya.

Tentu saja bentuk partisipasi yang dibebankan kepada rakyat disesuaikan dengan kemampuan rakyat desa itu sendiri. Sedangkan Pemerintah akan menyediakan dana untuk pengadaan barang atau material yang tidak sanggup dipikul oleh rakyat.

Partisipasi rakyat dalam pembangunan diwujudkan dalam bentuk gotong royong. Rakyat bergotong royong dalam berbagai jenis pekerjaan yang diperlukan. Bentuk partisipasi lainnya adalah berupa iuran uang  yang akan digunakan untuk membeli dan membayar berbagai jenis material dan jasa yang diperlukan, sesuai dengan kondisi desa setempat. Rakyat bisa bergotong royong mengangkut pasir, kerikil dan batu yang diambil dari bukit atau sungai yang ada di desa itu. Lalu rakyat bergotong royong melakukan pekerjaan teknis, dengan memanfaatkan para tukang berpengalaman di desa itu

Misalnya dalam pembangunan jaringan irigasi. Pada pembangunan bendungan, jaringan primer dan jaringan sekunder menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Sedangan jaringan irigasi tersier menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah dan rakyat selaku pemanfaat dan pengguna langsung jaringan irigasi. Hal itulah yang dilakukan oleh beberapa Negara seperti Filipina.

Akan tetapi Pemerintah Indonesia sepertinya mengabaikan potensi partisipasi rakyat. Rakyat justru hanya menjadi penonton pelaksanaan pembangunan yang sebenarnya mampu mereka lakukan secara gotong royong.  Pokok pangkalnya sebenarnya terletak pada kebiasaan aparat yang korup.  Aparat desa, kecamatan atau kabupaten lebih suka memproyekkan seluruh pekerjaan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada para kontraktor. Melalui cara itu, mereka akan mendapatkan uang komisi dari para konraktor, untuk memperkaya diri masing-masing.

Melibatkan partisipasi rakyat bagi para aparat merupakan hal yang menyulitkan. Masalahnya mereka harus transparan tentang biaya proyek yang disediakan dan dikeluarkan. Hal itu  berarti mereka tidak bisa lagi seenaknya melakukan kongkalingkong dengan para kontraktor. Bisa-bisa mereka tidak lagi mendapatkan uang komisi.

Kementerian Desa yang mempunyai tugas dan  tanggung jawab untuk memanfaatkan dana desa yang disediakan Pemerintah, kelihatannya masih terjebak dengan pola lama. Mereka juga masih menjauhi partisipasi rakyat dengan tetap menggunakan jasa kontraktor sepenuhnya untuk melaksanakan setiap pekerjaan dalam pembangunan desa. Rakyat desa masih tetap menjadi penonton. Itulah sebabnya, istilah partisipasi rakyat desa sangat jarang digunakan oleh Kemdes.

Sebagai dampak dari kebijakan itu, rakyat tidak merasa memiliki infrastruktur yang dibangun. Tidak tumbuh ‘sense of ownership’ rakyat, karena mereka hanya diperlakukan sebagai penonton. Rakyat menolak ikut bertanggung jawab jika sarana yang dibangun mengalami kerusakan. Akibat lanjutan adalah setelah rusak, maka sarana yang sepenuhnya dibangun dengan dana pemerintah itu dibiarkan tetap rusak. Rakyat menunggu pemerintah untuk memperbaikinya, yang bisa saja dananya sudah tidak ada lagi. Maka desa itu kembali dalam kondisi seperti sediakala,  kembali dalam ketiadaan infrastruktur ekonomi dan social yang sangat diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun