Zulkifli Hasan adalah Menteri Kehutanan RI pada KIB-2 yang sempat dipermalukan oleh Harrison Ford, bintang film Amerika terkait dengan masalah lingkungan hidup. Sekarang Zulkifli Hasan menjadi Ketua PAN dan sekaligus Ketua MPR-RI.  Meskipun Zulkifli Hasan berdarah Sumatera, kelihatannya ia termasuk menteri kehutanan yang melupakan hutan sebagai tempat hunian manusia, khususnya suku-suku terasing dan terkebelakang. Tidak ada kebijakan yang ia buat untuk memecahkan masalah yang dihadapi manusia yang bermukim di  dalam hutan sewaktu menjabat Menteri Kehutanan selama lima tahun.
Itulah kekeliruan para menteri Kehutan sejak dulu sampai sekarang. Mereka lupa hutan juga menjadi tempat tinggal manusia. Hal itu dapat pula dibuktikan tidak adanya suatu unit kerja di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan hidup yang mengurus dan membina suku terkebelakang yang tinggal di hutan-hutan. Jadi para menteri bersama jajarannya hanya mengurus izin penebangan hutan dan pelepasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan, permukiman transmigrasi, pertambangan dan sebagainya.
Karena menganggap tidak ada manusianya, maka hutan Indonesia dibagi-bagi oleh Pemerintah. Sebagian menjadi hutan  taman nasional. Sebagian menjadi hutan produktif yang pohonnya ditebang dan kayunya diekspor. Sekarang hutan-hutan bekas penebangan pohon itu sudah gundul dan dibiarkan terlantar. Sebagian lagi hutan dijadikan lahan perkebunan. Maka muncullah perkebunan besar dengan ratusan ribu hektar. Yang paling banyak adalah perkebunan kelapa sawit. Indonesia bersama Malaysia menjadi Negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, menguasai 85% pangsa pasar.
Lalu sebagian lagi lahan hutan dijadikan pemukiman transmigrasi, terutama dari Jawa dan Bali. Hutan-hutan dibersihkan (land clearing) dan dibangun rumah-rumah transmigran. Setiap KK transmigran mendapatkan lahan seluas 2 ha. Sampai setahun, mereka mendapatkan bantuan jaminan hidup, berupa bahan kebutuhan pokok.
Akibat dari kelupaan bahwa hutan juga dihuni manusia, Â tempat hunian serta sumber kehidupan manusia dari suku-suku terkebelakang itu semakin menyempit dan mulai habis. Misalnya suku anak dalam di Propinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Hutan-hutan mereka sudah sangat menyempit. Akibatnya mereka kesulitan untuk mencari makan, karena binatang buruan mereka sudah menghilang. Selain itu hamper tidak ada lagi hasil hutan yang bisa dibarter dengan barang yang mereka butuhkan.
Di Negara kita yang terdiri lebih dari 1000 suku, ternyata banyak pula yang masih brstatus suku terasing yang bertempat tinggal di pedalaman dan di dalam hutah. Misalnya di Propinsi Riau ada suku Sakai. Di Jambi ada suku Anak Dalam. Di Sulawesi Utara ada suku Polahi. Di Sulsel ada suku Kajang. Di Maluku Utara ada suku Togutil. Di Papua ada banyak suku terasing, antara lain Suku Koroweai.
Jumlah  populasi suku terasing itu masih belum diketahui dengan pasti, masih perkiraan.  Misalnya populasi Suku Anak Dalam di Jambi  berjumlah sekitar 200 ribu orang. Tetapi secara keseluruhan jumlah populasi suku-suku terasing di Indonesia hanya sekitar 0,5% dari total penduduk Indonesia.
Kita selaku bangsa  memiliki ideologi Pancasila, di mana sila kedua adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab. Masalahnya kebijakan apa yang harus dibuat untuk suku-suku terasing itu, yang benar-benar adil dan beradab itu. Kebijakan apapun yang dibuat pastilah menimbulkan pendapat pro dan kontra. Misalnya apakah kita membiarkan saja suku-suku terasing itu dalam keterbelakangannya termasuk dalam tradisi nomaden mereka. Atau kita memaksa mereka meninggalkan adat dan tradisi primitif yang mereka anut agar lebih beradab dengan memindahkan mereka ke pemukiman khusus yang dibangun oleh Pemerintah.
Dalam hal ini, Pemerintah sebenarnya perlu melakukan studi banding ke Amerika dan Australia untuk mempelajari bagaimana mereka memperlakukan suku-suku yang dianggap terkebelakang, yaitu suku Indian dan Aborigin.
Satu setengah juta orang Indian AS hidup di reservat-reservat (permukiman) yang mereka kelola sendiri. Reservat Navajo, misalnya, meliputi daerah seluas 6 juta ha di Arizona, New Mexico, dan Utah. Baru-baru ini beberapa Suku Indian pesisir barat laut Pasifik berhasil memprotes, dan memperoleh tanahnya kembali.
Sedangkan di Australia, suku Aborigin yang berjumlah sekitar 670.000 orang, Karena terdesak oleh pendatang kulit putih, mereka membangun permukiman mereka di daerah pedalaman, yang tersebar di seluruh bagian Australia. Mereka mendapatkan semacam subsidi dari pemerintah. Pemerintah juga mendirikan sekolah-sekolah. Sekarang sebagian besar generasi muda suku Aborigin sudah mengenyam bangku pendidikan bahkan ada yang lulusan perguruan tinggi.