Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lagi-lagi Anggota DPR dari PDIP Ditangkap KPK

14 Januari 2016   16:20 Diperbarui: 14 Januari 2016   16:20 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Bertambah lagi kader PDIP yang bakal  masuk penjara. Damayanti Wisnu Putranti (DWP) anggota DPR Komisi VI dari fraksi PDIP digelandang KPK karena terkena operasi tangkap tangan (OPP) sewaktu menerima suap. Rupanya PDIP akan terus menyandang gelar juara korupsi. Sebelumnya Ketua Komisi III DPRD Banten dari Fraksi PDIP, FL Tri Satya, terkena operasi OTToleh KPK. Sebelumnya lagi, Irwansyah yang juga anggota DPR dari fraksi  PDIP yang mewakili Sulawesi Selatan terkena OPP.  

Melihat beruntunnya anggota parlemen dari PDIP yang ditangkap KPK, maka kesalahan terbesar tentunya harus ditimpukkan kepada DPP PDIP. Mereka telah dibina menjadi kader, namun proses kaderasisasi partai  gagal mengubah sikap mental mereka menjadi lebih baik.

Mereka terus saja melakukan korupsi dengan cara berjualan proyek pemerintah untuk mendapatkan komisi atau gratifikasi. Mereka memanfaatkan fungsi mereka di bidang anggara dan pengawasan. Jadilah PDIP sebagai  partai penyumbang terbesar koruptor dari kalangan anggota parlemen sampai kepala daerah.

Mereka dipilih untuk penyambung lidah rakyat. Tetapi mereka mengkhianatinya. Mereka ternyata bercita-cita menjadi anggota parlemen agar mendapatkan kesempatan menguras uang Negara. Rakyat terus menerus dikhianati dan disakiti. 

Tentu saja tidak cukup dengan pernyataan partai bahwa kade rnya yang korupsi akan langsung dipecat dari partai.  Rakyat mempertanyakan bagaimana proses kaderisasi di partai itu. Kok bisa mereka yang dipilih menjadi caleg dan kemudian dengan uang mereka memenangkan kursi DPR. Rakyat semakin yakin bahwa kaderisasi di partai politik itu sebenarnya tidak berjalan dan tidak efektif. Rakyat juga semakin tidak percaya dengan partai politik, Begitu pula halnya dengan DPR atau DPRD.

Yang terjadi sebenarnya adalah politik uang, Para koruptor itu menjadi caleg karena membayar kepada partai yang mau mencalegkan mereka. Setelah terpilih menjadi anggota DPR, mereka tidak peduli lagi dengan partai. Dihadapan mereka ada ratusan proyek pemerintah yang siap mereka jual kepada para kontraktor yang mau memberikan uang komisi dan gratifikasi.  

Di Negara kita, para anggota parlemen berlomba-lomba menggasak uang Negara. Banyak cara yang dapat dilakukan. Bisa jualan proyek pemerintah. Bisa juga memaksa BUMN-BUMN menyediakan THR, meskipun dari Negara mereka sudah terima THR. Bisa juga modus operandi Setya Novanto  dalam bentuk “papa minta saham” dan sebagainya.

Mungkin kondisi itu disebabkan para anggota parlemen mengetahui bahwa yang tertangkap jauh lebih sedikit dari yang lolos. Mereka kemudian beranggapan hanya faktor kesialan yang menyebabkan seseorang tertangkap. Mungkin juga mereka berpikiran KPK sudah takut kepada mereka karena ditakut-takuti dengan revisi UU KPK yang akan mengamputasi sejumlah kewenangan KPK.

Apalagi uang Negara yang bersumber dari APBN dan non APBN untuk pembangunan infrastuktur di era Presiden Jokowi luar biasa besarnya. Maka hampir semuanya tergoda untuk “berjualan” proyek-proyek Pemerintah. Mereka kemudian menikmati apa yang disebut uang komisi dan gratifikasi, yang tidak lain uang ucapan terima kasih dari para kontraktor yang telah dimenangkan mendapatkan proyek-proyek pemerintah tersebut. Semakin besar nilai suatu proyek tentu semakin besar uang yang disetorkan sebagai komisi atau gratifikasi.

Uang ucapan terima kasih (gratifikasi) bisa  berjumlah milyaran rupiah. Sehingga Gubernur DKI, Ahok cukup tercengang sewaktu Kadis Perumahan DKI Jakarta melaporkan telah  menerima gratifikasi Rp 10 milyar. Ia memerintahkan Kadis Perumahan DKI Jakarta, yang kebetulan juga seorang perempuan, untuk menyerahkan uang itu kepada KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun