Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koperasi Sudah Nggak Laku, Apa Gantinya Ya?

15 Februari 2016   14:34 Diperbarui: 15 Februari 2016   14:46 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah jarang kita mendengar kabar baik tentang koperasi,  yaitu koperasi yang sukses dan berkembang dengan baik. Pada hal koperasi adalah badan usaha yang pernah diamanatkan oleh konstitusi, selain badan usaha partikelir (swasta) dan badan usaha milik Negara (BUMN).

Kementerian Koperasi dan UKM selama ini hanya mengejar target pertumbuhan koperasi secara kuantitatif, bukannya kualitatif.  Karenanya, secara kuantitas koperasi tumbuh dengan pesat, pada 2015 mencapai 200.000 unit. Akan tetapi secara kualitas, sebagian besar dalam keadaan amburadul, baik dari segi usaha maupun kelembagaan. Itulah sebabnya sumbangan koperasi dalam PDB masih sangat kecil, hanya 1-2%. Bandingkan dengan badan usaha swasta yang mencapai 56% dan BUMN 42%.

Perkembangan koperasi di Indonesia kalah jauh dari negara-negara  tetangga Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Apalagi jika dibandingkan dengan koperasi di Korea Selatan, Jepang dan China. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan kehebatan koperasi di Negara Skandinavia yang merupakan negara-negara kampiun koperasi di dunia. Bahkan koperasi di Kanada dan Amerika Serikat jauh lebih maju dan berkembang. Di Kanada, 50% KK menjadi anggota koperasi kredit (credit union), sSedangkan di Amerika Serikat 30%.

Banyak faktor yang menjadikan koperasi Indonesia jalan di tempat, atau bahkan layu sebelum berkembang. Namun yang paling utama menurut pandangan saya  adalah karena koperasi tidak cocok dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Koperasi lahir di Eropa sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut, dan selanjut dikembangkan di seluruh pelosok dunia.  Tetapi setelah lebih seabad dipraktekkan di Indonesia, ternyata tidak berhasil.

Koperasi pertama di Indonesia dibentuk pada tahun 1896 oleh seorang Pamong Praja, Patih R.Aria Wiria Atmaja, di Purwokerto. Ia mendirikan sebuah bank yang dimaksudkan sebagai koperasi kredit.  Akan tetapi bank yang didirikan oleh Patih R.Aria Wiria Atmaja bukannya tumbuh menjadi koperasi, tetapi menjadi sebuah bank benaran, yang sekarang dikenal sebagai Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Koperasi tidak cocok di Indonesia karena mempersyaratkan kerjasama yang lebih canggih, manajemen yang profesional dan berkelanjutan sepanjang masa sampai hari kiamat. Sedangkan masyarakat Indonesia terbiasa dengan kerjasama yang longgar, tanpa aturan yang terlalu mengikat, tanpa biaya dan bersifat temporer jangka pendek. Oleh sebab itu, yang cocok bagi rakyat Indonesia adalah kerjasama yang tidak  mengikat seperti gotong royong untuk kebersihan lingkungan atau arisan ibu-ibu di suatu permukiman.

Meskipun koperasi bisa berdiri di mana saja di Indonesia, namun nafas kehidupannya pada umumnya sangat pendek. Sedikit sekali koperasi yang umurnya mencapai lebih sepuluh tahun. Jika sebuah koperasi sudah sedikit  berkembang, pada saat koperasi sudah memiliki sedikit asset dan keuntungan,  maka perpecahan dalam tubuh koperasi akan muncul, yang berakhir dengan kehancuran koperasi tersebut.

Kondisi koperasi sebagaimana dijelaskan di atas antara lain juga disebabkan oleh faktor kemiskinan. Anggota koperasi pada umumnya adalah rakyat kecil yang miskin yang membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Karenanya, anggota koperasi tidak punya uang untuk membayar simpanan wajib yang seharusnya dibayar setiap bulan. Mereka meminjam uang di koperasi simpan pinjam tetapi malas membayar angsuran karena tarik-menarik berbagai kebutuhan. Akibatnya modal koperasi tidak bertambah besar, tetapi berkurang dan habis untuk memenuhi biaya overhead koperasi.

Pengurus dan manajer koperasi pada banyak kasus menilep uang milik koperasi dan kabur. Sebaliknya orang-orang culas dan penipu menggunakan nama dan badan hukum koperasi untuk mengkadali masyarakat, dengan menawarkan bisnis arisan berantai. Demikianlah lingkaran setan yang melilit koperasi di Indonesia di mana-mana.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Pengganti Koperasi, Bisakah?

Mendes Marwan Jafar selaku pembantu Presiden Jokowi  yang mengurusi desa,  memprmosikan suatu model usaha ekonomi untuk mengembangkan perekomian desa. Model usaha ekonomi tersebut adalah BUMDes. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun