Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Pemilu Legislatif, yang Masih Pecaya Diri dan yang Bernostalgia

30 Maret 2014   16:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak pendukung Partai Demokrat yang percaya dengan kehebatan SBY sebagai ahli strategi ulung. Oleh sebab itu,  agenda Partai Demokrat (PD) untuk memenangkan Pemilu 2014  yang sudah disetujui SBY haruslah dijalankan dengan patuh. Jika ada desakan agar dilakukan penyesuaian karena ada perkembangan situasi yang berlangsung dengan cepat dan dinamis, bisa dianggap pembangkangan.

Demikianlah, desakan agar hasil konvensi capres PD dapat diumumkan secepatnya, ditolak. Apalagi desakan itu datangnya dari pihak eksternal partai. Apalagi rating tertinggi peserta konvensi capres tidak menjadi milik kader asli PD atau keluarga Cikeas. Karenanya pengumuman hasil konvensi capres tetap dilaksanakan sesuai jadwal waktu yang sudah ditetapkan, yaitu sesudah penyelenggaraan Pileg.

Sehingga,  jadilah PD sebagai satu-satunya partai yang sampai saat ini masih menyimpan rapat siapa yang akan diusung menjadi capres. Dengan demikian, PD yang dipimpin SBY mempersilahkan partai-partai lain untuk berlari lebih dahulu dalam perpacuan memenangkan Pilpres 2014.

Untuk Pemilu Legislatif 2014,  sepertinya SBY tampil sebagai juru kampanye tunggal. Sedangkan petinggi Partai Demokrat lain hanya tampil sebagai “penyanyi latar”. Para petinggi Partai Demokrat lain sengaja disimpan atau tidak berani tampil karena banyak yang terindikasi  terlibat atau terkait kasus korupsi, seperti Sutan Bathugana, Jhony Allen Marbun, Max Sopacua dan Syarif Hasan. Sedangkan petinggi partai lainnya pada level kedua kebanyakan berkepribadian antagonis, yang ngomongnya tidak menyenangkan,  yang menjadikan publik muak, seperti Ruhut, Mubarok, Pohan, Nurpati dan Nurhayati.  Jualan SBY dalam kampanye  kali ini tentu saja adalah keberhasilan pembangunan yang dicapai pemerintahannya,  dari bandara internasional baru, jalan tol baru sampai ke program jamkesnas.

Lain lagi dengan strategi yang digunakan PDIP. Tepat dua hari menjelang dimulainya kampanye untuk pemilu legislatif,  PDIP mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden.  Berakhirlah berbagai spekulasi yang berkembang. Dengan pencapresan Jokowi tersebut,  maka PDIP melangkah dengan pasti. Jokowi segera mempersiapkan diri menjadi juru kampanye utama,  tapi bukan jurkam tunggal. Masih ada MSP,  Tjahyo Kumolo, Puan Maharani, Effendi Simbolon, Ganjar Pranowo. Mereka adalah jurkam bukan sekedar “penyanyi latar”. Mereka berbagi tugas menjadi jurkam ke seluruh penjuru Indonesia. Mereka bisa berbagi tugas dalam kampanye karena relatif masih bersih, belum terindikasi korupsi.

Maka dengan lancar dan penuh percaya diri, Jokowi bicara tentang target perolehan harus lebih dari 35% kursi di DPR. Katanya agar kalau jadi presiden kelak, ia tidak perlu melakukan lobi-lobi, agar program pembangunan bisa lancar, agar kesejahteraan rakyat bisa lebih cepat diwujudkan.

Partai Golkar justru sudah jauh-jauh hari mendeklarasikan ARB   ketua umunya sebagai capres.  Di berbagai tempat,  ARB selaku jurkam utama, mengajak pendukungnya untuk bernostalgia tentang kejayaan Golkar masa lalu, sewaktu Presiden Soeharto masih berkuasa, tentang kehidupan rakyat yang tercukupi sandang dan pangan, aman dan sejahtera.  Itulah materi kampanya yang dijadikan senjata ampuh oleh Partai Golkar. Tentu yang disampaikan yang baik-baik saja,  bukannya tentang kekejaman  Orde Baru,  atau tentang kehancuran ekonomi Indonesia menjelang lengsernya Presiden Soeharto.

Strategi yang sama digunakan oleh Partai Gerindra. Prabowo Subianto  selaku ketua dewan pembina sudah sejak jauh-jauh hari diusung sebagai capres. Lalu Prabowo Subianto tampil  sebagai jurkam utama. Dalam setiap kampanye ia menyerang MSP dan Jokowi, karena ingkar janji, karena membohongi rakyat Jakarta. Mungkin itulah strategi yang digunakan Prabowo untuk memenangkan Pileg dan Pilpres dengan menyerang dan menghujat lawan politiknya.

Masih ada 8 parpol lainnya, masing-masing menyiapkan strategi pemenangan. Ada yang belum percaya diri dengan capresnya seperti PKB dan PKS,  sehingga memasang tiga capres sekaligus,  sambil jualan, salah satunya  dapat disandingkan sebagai cawapres bagi capres partai  pemenang Pemilu Legislatif.

Kita hanya bisa menunggu untuk melihat Partai mana yang memenangkan Pileg yang tinggal beberapa hari lagi. Kita segera akan mengetahui siapa sebenarnya yang lebih hebat dan ahli strategi paling ulung : SBY,   Jokowi, ARB ataukah Prabowo. Atau bukan mereka. Bisa saja yang menang justru Wiranto,  Hatta Radjasa,  Anis Matta atau Yusril Ihza Mahendra.

Ciawi,  30 Maret 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun