Sembilan hari lagi menjelang pemungutan suara pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Tiga Paslongub DKI Jakarta sedang menghitung peluang mereka meraih kemenangan, sambil mempersiapkan kiat terakhir da terampuh untuk mengalahkan lawan. Paslogub yang curang akan menempuh cara-cara tidak halal, seperti politik uang, meningkatkan produksi fitnah, menyebarkan berita-berita hoax untuk menjatuhkan lawan, dan sebagainya.
Selain itu, agama akan selalu dijadikan tameng dan alat untuk menghancurkan lawan. Hanya saja, para paslongub curang dan timsesnya tidak mau memahami bahwa Tuhan itu maha adil. Keadilan itu ditampakkan pada ketidak berpihakan-Nya. Semuanya diperlakukan sama. Semua akan mendapatkan takdirnya sesuai sunnatullah dan hukum alam yang diciptakan-Nya. Tuhan bahkan tidak peduli dengan agama yang dianut umat manusia. Karenanya Tuhan tidak peduli dengan agama yang dipeluk oleh seorang Paslongub.
Dalam al-Quran, kita bisa menemukan firman Tuhan yang berbunyi, “siapa saja, baik pemeluk Islam, Kristen, Yahudi, dan pemeluk agama shabiin (Hindu, Budha, dan sebagainya), yang mempercayai keberadaan Tuhan dan senantiasa melakukan amal saleh, maka mereka jangan takut dan bersedih hati karena kepada mereka disediakan juga imbalan pahala” (QS/2:62).
Selama 6 bulan terakhir, Paslongub DKI Nomor urut-2, yaitu Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok, yang juga adalah paslongub petahana mendapat perlawanan paling hebat dan bertubi-tubi. Hal itu terjadi karena ia adalah paslongub beragama Kristen Protestan dan berlatar belakang etnis Cina. Para tokoh Islam dan ulama yang tergolong radikal tidak ikhlas jika Jakarta yang mayoritas penduduknya muslim, dipimpin oleh gubernur beragama Kiristen Protestan.
Ahok telah menjabat sebagai gubernur definitif selama dua tahun dengan kinerja yang sangat baik. Sebelumnya, selama dua tahun pula ia menjabat Wakil Gubernur, sebagai pasangan Gubernur Jokowi yang terpilih menjadi Presiden RI ke-7. Ahok sedang dalam perjalanan membawa Jakarta menuju kota metropolitan yang maju, modern serta rakyatnya yang semakin sejahtera.
Untuk mengalahkan Ahok, para tokoh Islam, ulama dan paslongub lawab Ahok menghiimpun segenap cara dan kekuatan. Maka agama mereka jadikan senjata untuk menghancurkan Ahok. Sedikit kesalahan dalam pidato Ahok kepada nelayan di Kepulauan Seribu, dibesar-besarkan sebagai penodaan terhadap agama Islam.
Kesalahan Ahok itu yang digoreng menjadi tuduhan penodaan agama Islam, mendapatkan legitimasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui pendapat keagamaannya, MUI mengeluarkan pendapat keagamaan, Ahok telah menghina ajara Islam, khususnya al-Quran dan para ulama. Meskipun pendapat keagamaan itu diputuskan tanpa melalui proses klarifikasi atau tabayyun secara benar. Tabayyun adalah suatu perintah Tuhan dalam al-Quran yang justru diabaikan dan dilecehkan para ulama di MUI.
Maka diciptakanlah koalisi besar ormas-ormas Islam untuk menuntut agar Ahok ditangkap dan dijebloskan ke rumah tahanan. Senjatanya adalah dengan melakukan demo besar-besaran umat Islam. Di sini Imam Besar FPI berperan besar dalam menggerakkan umat Islam untuk ikut demo. Ia didukung oleh tokoh ormas Islam seperti Din Syamsuddin dan Amien Rais dari Muhammadiyah.
Terjadilah 3 kali demo yang diikuti oleh umat Islam yang berhasil diprovokasi. Konon itulah demo umat Islam yang terbesar dalam sejarah Indonesia merdeka. Jutaan orang memenuhi kawasan Istana, Jalan Thamrin dan juga Lapangan Monas.
Tentu saja aparat keamanan berusaha sekuat tenaga agar demo besar umat Islam itu tidak menjadi anarkis, tidak merusak dan tidak melakukan tindak kekerasan. Presiden Jokowi ikut turun tangan. Ia hadir dalam demo besar 212, untuk shalat jumat bersama dan menenangkan massa, agar melakukan demo damai yang tidak merusak. Selain itu, Jokowi menjanjikan untuk menegakkan hukum secara adil dan transpsran terhadap kasus tuduhan penghinaan agama kepada Ahok.
Maka sidang peradilan terhadap Ahok digelar. Hari ini sudah memasuki persidangan kesembilan. Sayangnya para saksi pelapor yang dihadirkan ke sidang pengadilan tampil tidak meyakinkan. Mereka lebih banyak menjadi bahan tertawaan. Bahkan setelah di-counter oleh tim pengacara Ahok, mereka kedodoran dan mulai memberikan keterangan palsu. Pada hal kesaksian palsu itu dapat menjebloskan mereka ke penjara. Sejumlah saksi sudah dilaporkan kepada Bareskrim untuk ditindak-lanjuti.