Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hukuman yang Setimpal untuk Ahok Atas Tuduhan Penistaan Agama

19 Oktober 2016   07:20 Diperbarui: 19 Oktober 2016   08:25 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Para ulama radikal dan aktifis Ormas Islam melakukan demo besar-besaran di Balaikota Jakarta. Akibatnya taman-taman  di depan balaikota dan sepanjang jalan Merdeka Selatan menjadi rusak. Para demontran yang dikomandoi oleh Imam Besar FPI, Habib Riziek dan Amien Rais meneriakkan agar Ahok dihukum bunuh sekarang juga. Teriakan mereka itu sejalan dengan pendapat yang disampaikan Tengku Zulkarnain, yang menjadi Jubir MUI pada acara ILC-TiviOne, 11 Oktober 2016 yang lalu.

Akan tetapi para demonstran itu ternyata  adalah orang-orang bayaran.  Mereka bukan warga DKI Jakarta. Mereka sebenarnya adalah warga Karawang yang dibayar Rp 50.000 per orang oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjatuhkan Ahok. Bayaran yang diterima cukup lumayan untuk menambah uang dapur, selain mendapatkan kostum pakaian seragam, baju gamis putih dan sorban.  Tetapi  sebenarnya yang untung besar adalah para koordinator yang  mengumpulkan orang-orang desa tersebut untuk dibawa ke Jakarta dengan tugas meneriakkan Allahu Akbar.

Apakah Ahok telah melakukan penistaan atau penghinaan terhadap agama Islam karena dalam pidatonya dengan menyebutkan surat Al-Maidah ayat 51?. Ahok menyebutkan “…bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu tidak bisa memilih saya, ya kan.. dibohongin pakai surat al-Maidah 51 macem-macem itu, itu hak bapak ibu….”. Itulah potongan pidato Ahok  yang  berdurasi lebih dari satu jam.  Jadi seharusnya dibaca secara kesekuruhan untuk memahami konteksnya.

Menurut ahli  bahasa yang diundang ILC pada acara itu, pengertian kalimat itu dari sudut bahasa Indonesia,  “ada orang-orang yang membodohi masyarakat  dengan menggunakan surat al-Maidah ayat 51 untuk tidak memlih Ahok “.  Sebenarnya tidak ada penistaan terhadap agama Islam, khususnya al-Quran.  Apakah orang Nasrani tidak boleh menyebut suatu nama ayat dalam al-Quran? Buktinya tidak ada dari para hadirin yang 99% beragama lslam merasa tersinggung dan marah setelah Ahok menyelesaikan pidatonya.

Ledakan kemarahan  baru muncul sepuluh hari kemudian. Hal itu terjadi  karena ada seseorang yang meng-upload potongan pidato Ahok itu dalam bentuk transkrip di akun twitternya. Orang itu hanya mengambil potongan pidato berdurasi 30 detik dari pidato panjang Ahok yang lebih dari satu jam. Ada kata-kata yang sengaja dibuang untuk menajamkan al-Maidah ayat 51 tersebut, sehingga menimbulkan kesan Ahok menghina ayat tersebut. Jadi kemarahan terjadi karena potongan pidato itu  telah diplintir.

Mengapa kemarahan massa Islam mudah disulut? Yang pertama, masa demostran itu sebenarnya tidak tersulut, karena mereka sebenarnya hanya demonstan bayaran. Sebagian besar umat Islam yang punya akal sehat dan rasional tidak tersulut.  Contohnya Buya Syafii Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah yang bertitel profesor doktor. Beliau  mengajak umat Islam untuk memaafkan Ahok, karena memaafkan itu perbuatan mulia, dan selesai sampai di sana. Buya menyatakan bahwa masalah ini kan tidak bisa dilepaskan  dari masalah politik sehubungan dengan Pilkada DKI Jakarta.

Yang tersulut itu paling-paling Habib Riziek dan Amien Rais mantan Ketua PP MUhammadiyah juga, tapi yang sablengnya. Tentu saja  masa FPI, serta para muslim radikal yang tersebar di mana-mana. Sudah lama mereka membenci Ahok. Mereka tidak ikhlas Jakarta dipimpin oleh gubernur yang beragama Kristen.  Ahok bertubi-tubi Ahok diserang dengan merujuk pada Surat Al-Maidah ayat 51 tersebut.

Misalnya pada pertengahan September 2016 ada pertemuan akbar di Mesjid Negara Istiqlal. Pertemuan itu mengeluarkan sembilan Risalah Istiqlal. Risalah pertamanya adalah himbauan kepada umat Islam untuk tidak memilih Ahok, tetapi memilih pemimpin muslim.

Oleh sebab itu kita sebaiknya  mengacu saja  pada ketentuan perundangan yang berlaku di NKRI, bukan hukum Islam abal-abal yang tidak jelas asal-usulnya, tidak ada rujukannya dalam al-Quran dan hadist Nabi. Sumbernya hanya pendapat  seorang pengurus MUI.

Kita anggap saja Ahok bersalah. Buktinya, ia sudah menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam. Peraturan yang terkait dengan penistaan agama mengacu kepada UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU 1/PNPS/1965”). UU tersebut diterbitkan di era Orde Lama pada tahun 1965 dan ditandatangani oleh Presiden Sukarno. Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 menyatakan:

“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun