Apa beda korupsi dengan pungli? Bedanya, korupsi adalah perbuatan mencuri uang milik Negara, sedangkan pungli merampas uang milik rakyat. Para koruptor bermain dengan segala cara untuk memindahkan sebagian dana milik Negara yang bersumber dari APBN di dalam proyek-proyek ke brankas di rumah mereka. Sedangkan pejabat atau aparat pungli merampas uang dari dompet rakyat ke kantong masing-masing meelalui cara pemerasan. Kedua hal itu masih berlangsung selama berpuluh tahun Indonesia merdeka sampai sekarang.
Pada dasarnya, setiap instansi pemerintah yang bertugas melakukan pelayanan publik melakukan pungli. Tidak ada yang bersih dari perbuatan dosa pungli itu. Setiap instansi pelayanan publik sudah memiliki modus operandi sendiri-sendiri dalam melakukan pungli. Dalam melakukan pungli, instansi pelayanan publik mempunyai motto yang sama, yaitu “jika bisa dipersulit kenapa dipermudah”.
Setiap kali warga masyarakat datang ke instasi pemerintah yang bertugas melakukan pelayanan apa saja, yang terbayang duluan, berapa tarif tidak resmi yang harus disediakan, agar surat-surat yang diperlukan keluar.
Sasaran pungli itu sangat banyak. Ada pungli di Samsat untuk pengurusan SIM, kelurahan untuk pengaduan e-KTP, jembatan timbang, pengurusan sertifikat tanah, izin usaha, IMB, dan izin-izin lainnya. Semua dibuat oleh aparat pemerintah berbelit-belit dan pada ujungnya warga masyarakat terpaksa membayar uang pungli.
Memang tidak semua daerah yang punglinya masih meraja-lela. Pelayanan di tingkat kelurahan di Jakarta misalnya sudah bebas pungli. Hal itu disebabkan Gubernur Ahok sangat tegas, langsung memberikan sanksi pemecatan kalau Lurah atau aparatnya ketahuan melakukan pemerasan.
Tetapi di daerah-daerah lain, bahkan yang berjarak sedepa dari Jakarta, punglinya masih meraja lela. Mengurus IMB saja di kota Bogor memerlukan waktu berbulan-bulan, pada hal semua dokumen yang dpersyaratkan sudah lengkap. Begitu pula mengurus SIM di Kapolres. Yang menjadi sasaran adalah warga yang mengurus SIM baru atau terlambat memperpanjang yang mengharuskan ujian praktek terlebih dahulu. Tidak ada yang bisa sekali ujian langsung lulus. Akhirnya warga masyarakat putus asa sehingga terpaksa mendekati petugas untuk urusan pungli itu agar SIM bisa keluar.
Begitu pula pelayanan oleh instansi pemerintah di tingkat yang lebih tinggi. Selalu dibuat tidak mudah dan pasti ada punglinya. Seperti para pelaut yang harus mengurus surat di kemenhub untuk bisa bekerja di kapal-kapal asing, mereka harus menyediakan uang pelicin jutaan rupiah.
Untunglah, setelah tepat dua tahun lamanya berkuasa, Presiden Jokowi menyatakan Perang terhadap Pungli. Presiden Joko Widodo menunjukkan sikap perang terhadap pungutan liar alias pungli yang dilakukan aparat pemerintah ketika melayani masyarakat. Dimulai dengan penggerekan di Ditjen Perhubungan Laut yang melayani kapal-kapal yang akan sauh dan berangkat, serta pelaut yang memerlukan izin kerja di kapal-kapal asing. Suatu rapat kabinet digelar setelah itu untuk membahas reformasi hukum, khususnya untuk membasmi tuntas segala pungli.
Operasi pemberantasan pungli
Presiden Jokowi sudah memerintahkan Kapolri untuk melakukan pemberantasan pungli. Presiden Jokowi membentuk satuan tugas di bawah Menko Polhukam. Tim yang dibentuk itu diberi nama 'Saber Pungli' alias Sapu Bersih Pungutan Liar. Pemberantasan pungli itu akan dlakukan secara nasional. Sektor pelayanan yang dipantau secara ketat dimulai dari pembuatan KTP, SKCK,STNK, SIM, BPKB, IMB, izin bongkar muat barang di pelabuhan, pelayan pajak dan bea cukai, serta sejumlah izin di berbagai kementerian lainnya. Selain melakukan penindakan, tim 'Saber Pungli' juga akan mengkaji apakah ada aturan yang mendukung terjadinya pungli.
Gebrakan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk membasmi pungli tentu perlu diapresiasi. Hanya saja dari pengalaman selama ini, tindakan membasmi pungli sifatnya “hangat-hangat tahi ayam”. Sebentar juga perbuatan pungli akan tumbuh lagi, dan akan meraja lela lagi.