Harian Suara Merdeka (13/4/2016) memberitakan bahwa Menteri BUMN Rini Sumarno menerima uang sebesar USD 5 juta atau sekitar Rp 65 milyar untuk Proyek Kereta Api Cepat Jakarta Bandung. Nilai proyek itu sendiri adalah USD 5 milyar atau Rp 65 Triliun. Jadi uang yang diberikank kepada Rini Sumarno adalah persis 0,1% dari nilai proyek.
RMOL melaporkan bahwa telah dilakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Provinsi Hainan, Ji Wenlin pada pertengahan Januari 2016 yang lalu. Hasil pemeriksaan mengungkap fakta mengejutkan. Ji Wenlin bersama Komite Pusat Partai Komunis China Zhou Yong Kang berperan memenangkan membangun sejumlah proyek di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Salah satu perusahaan yang mereka bantu memenangkan proyek adalah China Railway Construction Limited (CRC).
Untuk peran itu, menurut Brunei Direct, media online di Brunai Darussalam, Li Wenlin dan Zhou Yong Kang mendapatkan komisi sebesar 10-20% dari setiap proyek yang dimenangkan. Di Thailand, Ji Wenlin dan Zhou Yong Kang bekerja sama dengan seorang jenderal polisi bernama Pongpat Chsyapan yang tersangkut kasus penyuapan dalam proyek yang dibangun oleh China Railway Construction sejak 2006.
Di India, Wenlin dan Zhou memiliki hubungan dekat dengan mantan Perdana Menteri Manmohan Singh. Keduanya juga memiliki hubungan bisnis batu bara dengan salah satu petinggi India, Pakaj Bhujbal.
Adapun di Indonesia, disebutkan Ji Wenlin Zhou Yong Kang memiliki hubungan sangat dekat dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo lewat Menteri BUMN Rini Soemarno, orang yang paling menentukan dalam proyek kereta cepat. Pada Januari 2016, Ji Wenlin mengatur transfer uang sejumlah 5 juta dolar AS atau setara Rp 65 miliar ke Menteri Rini.
Ji Wenlin dan Zhou Yong Kang sendiri telah dijatuhi hukuman atas dugaan korupsi. Ji Wenlin dihukum penjara 14 tahun sedangkan Zhoun Yong Kang dihukum penjara seumur hidup sesuai dengan pemaparan Wang Dan dalam seminar anti-korupsi di Taiwan awal pekan lalu.
Sampai hari ini(17/4/2016) belum ada berita yang berisi sanggahan dari pihak Rini Sumarno atas berita tersebut. Maka sesuai pepatah Arab, “diam artinya benar”, maka komisi Rp 65 milyar itu benar adanya. Hanya KPK tidak bisa berbuat banyak untuk mengusutnya karena terjadi di luar negeri, dan mungkin masuk ke rekening Rini di luar negeri juga.
Sejak lama Proyek KA Cepat Jakarta Bandung itu sebenarnya sudah menyerakkan aroma korupsi dan suap. Harganya jauh lebih mahal dari proyek serupa di Iran. Proyek KA Cepat diIaksanakan oleh investor yang sama dengan KA Cepat Jakarta Bandung. Tapi harganya lebih mahal dua kali lipat dengan panjang rel yang juga lebih panjang d lebih 3 kali lipatnya. Proyekk KA Cepat di Iran hanya bernilai USD 2,7 miliar dengan jarak 400 km. Sementara itu, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bernilai USD 5,5 miliar dengan jarak hanya 142 km.
Kenapa lebih mahal, maka pihak Kedubes China buru-buru memberikan pembelaan, bahwa nilai itu belum semuanya, karena ada bagian pekerjaan yang kerjakan oleh pihak lain.
Tender Proyek KA Cepat ini sempat dibatalkan oleh Presiden Jokowi karena baik pihak Jepang maupun China selaku peserta tender masih mempersyaratkan adanya jaminan dari APBN jika proyek ini bermasalah. Namun Rini Sumarno masih bersigigih untuk meneruskannya. Ia berhasil mendapatkan kesediaan China untuk tidak mempersyaratkan jaminan APBN. Maka Rini selaku Menteri BUMN membentuk konsorsium BUMN untuk menggarap Proyek KA Cepat ini,, sebagai mitra dari pihak China. Dan ujung-ujungnya, Rini Sumarno menerima sebesar USD 5 juta atau Rp 65 Triliun. Proyek KA Cepat Jakarta Bandung adalah proyek raksasa. Jadi komisinya sangat besar.
Di Jakarta H. Muhammad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta juga terkena OTT suap oleh KPK. setelah terima uang suap sebesar Rp 1.140 milyar terkait Raperda yang akan dibuat oleh DPRD dan Pemprov DKI Jakarta. Itu adalah penerimaan kedua, sehingga total ia menerima Rp 2 miyar. Tidak seberapa besar dibandingkan yang diterima Rini Sumarno. Tapi dana yang disediakan mungkin cukup besar, karena yang menerima suap bisa lebih banyak dan masih diselidiki KPK.