Berita penting hari kemarin (3/3/2016) adalah Ahok akan mendeklarasikan pencalonannya menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017 dari jalur independen. Ia akan mendeklarasikan segera, antara satu atau dua minggu ke depan. Jadi lebih cepat dari perkiraan LSM Teman Ahok yang menyebutkan Ahok akan mendeklarasikannya pada bulan Mei yang akan datang.
Pernyataan Ahok itu dikeluarkan mungkin karena ia jengkel setelah melihat PDIP masih maju mundur dalam memberikan dukungan kepadanya. Mungkin juga ia mendengarkan saran dari berbagai pihak untuk jangan ragu menggunakan jalur independen yang sudah disiapkan LSM Kawan Ahok. Apalagi Kawan Ahok sudah mengumpulkan tandatangan dan KTP sebanyak 760 ribu.
Pernyataan Ahok itu tentu saja akan menjadikan PDIP kelabakan. Mereka dalam posisi yang tidak nyaman karena dibuat Ahok makan buah simalakama. Semula PDIP masih mengulur waktu. Disebutkan baru pada bulan April PDIP akan menjaring calon Gubernur DKI yang akan diusung oleh PDIP. Tapi Ahok tidak mau disuruh menunggu dalam ketidakpastian.
PDIP sebenarnya tidak keberatan mendukung dan mengusung Ahok. Sebabnya, ada jalinan persahabatan dan kedekatan Megawati dengan Ahok. PDIP juga mengakui kehebatan Ahok sebagai gubernur Jakarta yang sebenarnya melanjutkan tugas-tugas Jokowi sebagai kader PDIP.
Selain itu PDIP sendiri sebenarnya tidak mempunyai kader yang diyakini lebih hebat dari Ahok. Bahkan kalau Ketum PDIP, Megawati sendiri yang terjun langsung, pastilah ia akan kalah melawan Ahok. Oleh sebab itu, pada dasarnya mereka mendukung Ahok. Hanya saja ada masalah kehormatan partai. Mendukung Ahok cepat-cepat seperti yang dilakukan Partai Nasdem akan merendahkan harga diri partai karena Ahok adalah dari eksternal partai. Oleh sebab itu PDIP sedang mencari formula yang tepat agar kehormatan partai tidak terganggu, sebagai partai penguasa dan pemilik kursi terbanyak di DPRD DKI Jakarta.
Akan tetapi Ahok mempunyai pandangan lain. Ia merasa kecewa dengan sikap PDIP yang masih menggantung keputusannya untuk mendukung dirinya. Oleh sebab itu, Ahok membuat pernyataan yang menohok PDIP. Ia secara tidak langsung menyatakan bahwa ia tidak ada ketergantungan dengan PDIP. Ia bisa maju sendiri dengan menggunakan jalur independen.
Meskipun demikian, saya tidak percaya PDIP berani mengusung calon dari internal partai, karena memang tidak ada kader yang diyakini mampu mengalahkan Ahok. Oleh sebab itu, dengan terpaksa PDIP akan mendekati Ahok dan Kawan Ahok. Makanya, dalam beberapa waktu ke depan, dapat diduga akan ada kasuk kusuk dan pendekatan antara PDIP dengan Ahok. Maka formula yang mungkin disepakati bersama adalah Ahok akan diusung oleh PDIP dan didukung oleh Partai Nasdem dan Teman Ahok.
Dengan formula itu, maka Ahok dan PDIP akan menjadikan posisi Partai Gerindra semakin terjepit. Partai Gerindra yang punya dendam kesumat kepada Ahok masih kebingungan mencari calon yang sepadan dengan Ahok, setelah Ridwan Kamil menolak ikut Pilgub DKI 2017. Stok bacagub yang ada masih diragukan kesaktiannya untuk mengalahkan Ahok.
Satu-satunya opsi adalah Prabowo sendiri yang turun gunung. Hanya saja, bagaimana kalau Prabowo juga kalah, tentu akan menghancurkan reputasi Partai Gerindra. Bahkan ada kompasianer yang berseloroh, kalau dulu Prabowo dikalahkan Jokowi statusnya masih terhormat, karena ia “nyaris presiden”. Tapi kalau dikalahkan Ahok maka ia akan disebut “nyaris gubernur”.
Apabila formula itu berhasil, maka PDIP sekali lagi akan memperma-lukan Prabowo Subianto. Pada masa Pilpres 2014, Prabowo telah menyerang Megawati berkali-kali, menyebutnya sebagai pembohong karena mengingkari kesepakatan di Batu Tulis Bogor. Ternyata Prabowo dikalahkan Jokowi yang diusung PDIP.
Namun dendam Megawati kepada Prabowo belum berakhir. Hubungan mereka masih belum membaik. Sampai sekarang, Megawati masih belum mau salaman dengan Prabowo. Kondisi itu mirip dengan hubungan Megawati dengan SBY yang sampai sekarang masih tetap saja dingin.