Tahun 2016 yang baru sebulan berlalu dapatlah disebut sebagai tahun kelam toleransi antar umat beragama di Indonesia. Di tahun ini  terjadi kasus tuduhan penghinaan  terhadap Agama Islam, khususnya al-Quran dan para ulama. Yang dituduh adalah Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok, yang tidak lain adalah Gubernur Jakarta.  Tuduhan itu kemudian diperkuat oleh pendapat keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI), karena mendapatkan desakan dari berbagai pihak yang membenci Ahok. Dipicu oleh pendapat keagamaan MUI tersebut, maka terjadi tiga kali demo besar-besaran yang menuntut agar Ahok  segera ditahan dan dijebloskan ke penjara.
Tetapi demo besar itu terjadi lebih banyak disebabkan keberhasilan provokasi anti Ahok selaku gubernur Jakarta yang dilancarkan oleh FPI dan GNPF-MUI. Alasan utama mereka sebenarnya adalah karena Ahok berlatar belakang double minoritas, berasal dari etnis Cina dan beragama Kristen Protestan.
Dalam risalah Istiqlal yang dibacakan oleh Bachtiar Nasir, Ketua GNPF-MUI, Â pada butir satunya ditegaskan anjuran agar umat Islam hanya memilih pemimpin beragama Islam saja. Haram hukumnya memilih pemimpin non muslim. Itulah pendapat dari para tokoh-tokoh Islam dan ulama, termasuk pula di dalamnya Rhoma Irama, yang sudah menyatakannya pada Pilgub DKI Jakarta pada 2012.
Keberhasilan menggerakkan ratusan ribu atau bahkan disebut jutaan umat Islam untuk mengikuti demonstrasi, menciptakan pula semacam euphoria di kalangan sebagian umat Islam radikal,  berupa  anti segala yang berbau non Islam. Ada kebencian terhadap umat non Islam. Maka istilah kafir yang ditujukan kepada non muslim semakin sering diucapkan. Bahkan sejumlah tokoh  yang sudah menyandang gelar pahlawan secara resmi oleh negara, disebut sebagai pahlawan kafir, karena foto mereka digunakan pada mata uang rupiah baru oleh Bank Indonesia. Yang menyebut demikian adalah seorang kader perempuan dari PKS, Pada hal penggunaan kata kafir di era keterbukaan sekarang  hanya akan menciptakan ketersinggungan, dan putusnya silaturrahim antar umat beragama.
Umat Islam yang tergolong radikal lalu menyerukan boikot terhadap Sari Roti, karena pemiliknya non muslim yang berani-beraninya berkata jujur, menjelaskan bahwa roti yang mereka bagikan pada saat demo besar Umat Islam pada demo 411 tidak gratis. Roti itu dibeli oleh seseorang untuk dibagikan secara gratis kepada massa demonstran.
Lalu MUI mengeluarkan fatwa tentang haramnya melakukan dan memakai segala atribut perayaan Natal. Tapi MUI tidak menjelaskan atribut Natal yang dimaksud. Apakah juga termasuk larangan mengucapkan salam Natal kepada para relasi, sahabat atau tetangga yang beragama Kristen.
 Saya yang muslim menilai  MUI bersikap terlalu protektif kepada umatnya, umat Islam Indonesia. Mereka terlalu khawatir interaksi umat Islam yang berlangsung dengan penganut agama lain akan melemahkan iman umat Islam, Mereka khawatir sebagian umat Islam yang lemah imannya menjadi murtad,  lalu pindah agama menjadi pemeluk agama lain. Apalagi agama lain memang mempunyai program penyebaran agama kepada pengikut agama lain, seperti kegiatan kaum nasrani, yang disebut misionaris (katholik) dan zending (protestan). Pada hal organisasi-organisasi Islam sendiri juga menyelenggarakan kegiatan penyebaran agama Islam kepada pengikut agama lain, yang disebut dengan istilah dakwah Islamiyah.
Sebenarnya tidak terjadi perpindahan agama setelah umat Islam mengucapkan salam natal kepada tetangga mereka yang beragama Kristen.  Mereka tidak menjadi Kristen hanya karena memakai  atribut Natal seperti kostum sinterklas karena bekerja di sebuah mal yang menjadikan hari raya umat beragama untuk menggenjot pemasaran produk-produk yang mereka jual. Tidak pernah terpetik berita seperti itu.
MUI mestinya bangga bahwa umat Islam Indonesia  rata-rata memiliki iman yang kuat. Selama berabad-abad, tidak pernah terdengar kabar bahwa umat Islam berduyun-duyun pindah menjadi pemeluk agama lain. Sejak berdiriya kerajaan-kerajaan Islam di nusantara, sekitar abad ke-13 M, penduduk Indonesia justru telah beralih menjadi pemeluk Islam. Akhirnya sekitar 90% penduduk di seluruh wilayah yang sejak 1945 disebut Indonesia, adalah pemeluk Islam yang relatif taat. Persentase jumlah umat Islam  sampai sekarang masih tetap sama,
Oleh sebab itu terbukti,  umat Islam Indonesia memiliki iman yang relatif kuat. Bahkan Belanda saja,  yang telah menjajah seluruh wilayah Indonesia selama ratusan tahun, tidak berhasil mengkristenkan  penduduk Indonesia . Pada hal Belanda mempunyai pasukan tempur dengan senjata-senjata modern. Hanya sejumlah wilayah yang  sebagian penduduknya berhasil mereka kristenkan, seperti tanah Batak, Minahasa,  NTT, Maluku dan Papua.  Â
Persoalan pindah agama bagi setiap pribadi adalah urusan yang sangat besar. Urusan pindah agama memang terkait dengan kadar keimanan setiap individu. Tetapi urusan ini juga terkait dengan urusan keberadaan dalam keluarga besar dan juga adat istiadat setempat yang mengharuskan warganya beragama Islam.  Adat yang berlaku di Minangkabau misalnya, adalah adat yang bersendikan syara’ (syariat Islam), dan syara’ bersendikan kitabulllah (al-Quran). Jadi setiap orang yang mengaku orang Minangkabau pastilah beragama Islam.  Jika seseorang pindah agama ke agama lain, maka ia harus pula siap mental, akan dibuang secara adat  oleh keluarga dan kaumnya dari kampung halaman dan tidak boleh kembali lagi.