Tidak mudah bagi warga Indonesia dari kalangan minoritas mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat yang notabene adalah pribumi yang beragama Islam. Dalam konteks itu ada dua tokoh, sama-sama dari kalangan double minoritas, yaitu sama-sama berasal dari etnis Tionghoa dan beragama Kristen Katholik yang perlu mendapat catatan. Mereka adalah Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok, dan Hary Tanoesoebroto (HT), Ketum Partai Persatuan Indonesia (Perindo), pengusaha pemilik banyak stasiun televisi (RCTI, dan MNC grup) dan menjadi orang salah seorang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes.
Hanya Ahok yang mendapat keberuntungan, meski menghadapi tantangan yang luarbiasa. Dewi fortuna seIalu mengiringi langkahnya. Ia berhasil meraih jabatan sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta tanpa susah payah, cukup menjadi cawagub dalam Pilgub Jakarta 2012, dan dibiayai oleh partai pengusungnya, Gerindra. Ia menjadi gubernur menggantikan Jokowi yang terpilih menjadi presiden RI dalam Pilpres 2014. Ahok menjadi gubernur karena UU menggariskan demikian, wakil gubernur akan menggantikan gubernur yang berhalangan dalam melaksanakan tugasnya.
Pada 2017 yang akan datang, Ahok yang akan maju menjadi cagub petahana, diyakini akan menang karena ia didukung oleh rakyat Jakarta. Hal ini dibuktikan oleh perolehan lebih sejuta tanda tangan dan fotokopi KTP rakyat Jakarta yang mendukungnya mmenjadi gubernur periode 2017-2022. Ahok juga sudah mendapatkan dukungan resmi dari setidaknya 3 parpol yang menguasai 24 kursi di DPRD Jakarta.
Tetapi keberhasilan Ahok, bukanlah karena faktor keberuntungan semata. Selama dua tahun menjadi wagub dan dua tahun sisanya sebagai gubernur, Ahok telah menunjukkan prestasi dan kinerja yang mengagumkan. Ia lalu dibandingkan dengan Ali Sadikin, gubernur DKI Jakarta era 1960-an.
Ahok berhasil memberikan solusi bagi hampir seluruh masalah ibukota Negara, sebagian sudah terbukti dan sebagian sedang berjalan, seperti banjir, kemacetan lalu lintas, permukiman kumuh, rakyat miskin, kebersihan dan sebagainya. Ia juga berhasil menyikat habis mafia di hampir seluruh sektor kehidupan di Jakarta yang merugikan rakyat banyak. Ia menyikat habis mafia perumahan, pasar, parkir, kuburan, dan sebagainya. Ia mengunci setiap langkah para koruptor dari kalangan DPRD dan Pejabat di lingkungan SKPD Jakarta sendiri.
Sebaliknya, Ahok juga berhasil meningkatkan PAD berlipat lipat karena para petugas-petugas culas dihentikan gerak langkahnya. Untuk itu Ahok menggunakan teknologi informasi yang lebih canggih. Ahok yang Tionghoa dan Kristen bisa menjadi tumpuan rakyat banyak, karena ia peduli dan tidak berjarak dari rakyat. Kita bisa menonton Youtube dimana Ahok setiap pagi ditunggu rakyat yang mengadukan permasalahannya secara langsung untuk mendapatkan solusi secara cepat.
Jadi rakyat Jakarta yang mayoritas muslim dapat menerima kepemimpinan Ahok, meskipun menyandang double minoritas. Para pembenci Ahok hanyalah dari kalangan muslim radikal dan fanatik yang jumlah pengikutnya tidak lebih dari beberapa ribu orang. Tentu Ahok juga dibenci oleh para koruptor dari lingkungan DPRD dan kalangan PNS DKI Jakarta yang tergeser dari posisinya karena tidak becus bekerja.
Akan tetapi keberuntungan seperti Ahok, sepertinya tidak akan dinikmati oleh HT, pengusaha yang juga ingin menjad tokoh politik Indonesia. Meskipun HT telah berjuang keras, mencoba mempromosikan dirinya melalui Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang didirikannya, respon rakyat dengan ketokohannya tidaklah besar. Begitu pula, meski seluruh stasiun televisi yang dimilikinya setiap hari menyanyikan lagu wajib Mars Perindo, rakyat banyak tidak memberikan sambutan meriah kepada Perindo yang hendak merebut kursi di parleman dan HT sendiri yang berambisi menjadi RI-1 atau RI-2.
Saya yakin, HT akan kembali gagal, sama halnya sewaktu HT bergabung dalam Partai Hanura yang menjadi partai nomor buncit, pada Pileg 2014. Memang HT berhasil mendirikan perwakilan Perindo di setiap wilayah provinsi, kabupaten, kota dan kecamatan. Hal itu bisa terjadi karena HT sangat kaya dan punya banyak uang.
Mungkin posisi HT di mata kalangan mayoritas akan beda, kalau saja HT sejak dulu ia mengikuti jejak langkah ayahnya. Ternyata ayahnya Ahmad Tanusubroto,adalah pengusaha Tiongkok muslim di Surabaya yang sempat menjadi Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jawa Timur. Rakyat akan mendukungnya, dan langkahnya menjadi lebih mudah untuk meraih posisi RI-1 atau RI-2. Rakyat dari kalangan pribumi sepertinya tidak mempersoalkan latarbelakag etnik seorang tokoh asalkan ia seorang muslim. Ia akan dterima sebagai bagian dari “kita”.
Hal itulah yang selama ini dinikmati oleh warga keturunan Arab yang umumnya beragama Islam. Mereka dihormati dan disanjung-sanjung oleh kalangan pribumi. Kondisi itu dimanfaatkan oleh para warga keturunan Arab. Untuk menjadi orang terhormat, cukuplah menambahkan gelar habib atau sayyid yang punya garis silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW. Pada hal dalam tradisi kehidupan, warga Arab dan Tiongkok mempunyai banyak kesamaan. Misalnya dalam urusan perkawinan, mereka umumnya kawin mawin antar sesama etnis. Jika ada yang keluar dari tradisi itu, misalna kawin dengan pribumi, maka mereka akan dikucilkan. Lihatlah Najwa Shihab yang tampil sangat demokratis di Metro Tivi, punya ayah, ibu dan suami, semuanya keturunan Arab.