Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Siap Melawan Dominasi Asing?

5 April 2014   18:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:02 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam berbagai kampanye pileg, Prabowo Subianto sebagai capres dari Partai Gerindra dengan lantang menyalahkan Pemerintah yang pro asing,  sehingga perekonomian Indonesia dikuasai pihak asing. Oleh sebab itu,  jika ia memenangkan Pemilu dan menjadi Presiden Indonesia,  ia akan menghapuskan dominasi asing dalam perekonomian Indonesia agar benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Dari pidato-pidato kampanye yang bernada anti asing tersebut, kelihatannya Prabowo hendak menampilkan dirinya seperti Hugo Chaves (alm) dari Venezuela dan Evo Marales dari Bolivia. Keduanya adalah Presiden yang sangat berani melawan dominasi asing, dengan melakukan nasionalisasi.  Keduanya meyakini bahwa akibat dari mendominasi asing tersebut,  kekayaan sumberdaya alam negara mereka telah dihisap habis-habisan, yang menjadikan rakyat mereka berada dalam kemiskinan. Mereka berani menutup dan memerintahkan perusahaan asing agar hengkang dari negara mereka. Akan tetapi mereka juga siap menerima konsekwensinya,  negara mereka terkena sanksi  ekonomi dan pengucilan.

Kondisi dominasi asing dalam perekonomian Indonesia sebenarnya mirip dengan sejumlah besar negara berkembang lainnya. Berdasarkan catatan Kompas, di sektor perbankan sedikitnya 12 bank swasta kini dikuasai asing. Di sektor migas sekitar 70 persen dikuasai pihak asing. Bahkan di sektor pertambangan tembaga dan emas sekitar 85 persen dikuasai asing. Demikian pula pada sektor perkebunan sawit di mana sekitar 40 persen dari 8,9 juta hektar kebun kelapa sawit dikuasai asing. Di sektor telekomunikasi, 35 persen sampai 66,5 persen juga dikuasai asing.

Yang menjadi pertanyaan,  mampukah Prabowo selaku Presiden menghapus dominasi asing tersebut? Bagaimana caranya menghilangkan atau hanya sekadar mengurangi dominasi asing tersebut?  Beranikah Prabowo menutup perusahaan asing dan memerintahkan mereka pergi dari Indonesia? Beranikah Prabowo yang mantan Pangkostrad itu menghadapi pengucilan dan sanksi ekonomi dari negara-negara asing, sembari membayar kembali investasi yang telah mereka keluarkan, dan dari mana uangnya? Sayangnya, Prabowo tidak menjelaskannya.

Perusahaan-perusahaan asing masuk ke Indonesia karena diundang Pemerintah yang tidak mempunyai dana untuk melakukan investasi. APBN tidak mengalokasikan suatu pos belanja untuk keperluan investasi.  APBN dihabiskan Pemerintah hanya untuk keperluan biaya rutin,  pembayaran utang pemerintah, biaya-biaya pembangunan dan perbaikan infrastruktur ekonomi, subsidi bagi rakyat dan sebagainya. Sedangkan untuk keperluan investasi pada bidang ekonomi,  misalnya untuk ekplorasi dan eksploitasi lapangan migas dan pertambangan,  Pemerintah mengundang pihak asing  untuk datang berinvestasi.

Perusahaan-perusahaan asing mendapatkan hak untuk berbisnis di Indonesia melalui cara-cara yang legal, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Indonesia mempunyai UU PMA dan sejumlah peraturan pemerintah yang mengatur penanaman modal asing di Indonesia. Setiap perusahaan asing tentunya harus tunduk kepada ketentuan yang digariskan oleh UU dan PP tersebut.

Tentu saja, sebagai perusahaan yang umumnya sudah go public di negara masing-masing, mereka berorientasi pada keuntungan. Para eksekutif perusahaan asing tersebut bekerja untuk menghasilkan keuntungan yang besar,  agar deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham meningkat setiap tahunnya.

Namun hasil kekayaan alam Indonesia yang mereka keruk tidak bisa mereka kuasai sendiri. Ada ketentuan bagi hasil dan juga pajak yang mereka harus bayarkan kepada Indonesia. Dalam usaha eksloitasi minyak mentah misalnya,  mereka harus patuh pada perjanjian bagi hasil 85% untuk Indonesia sebagai pemilik ladang minyak dan mereka hanya memperoleh bagian 15%, selaku pengelola atau penggarap, setelah dikeluarkan biaya-biaya operasi.

Dana yang diinvestasikan pihak asing untuk menggarap sumber daya alam Indonesia tentunya cukup besar. Sebagai misal, Investasi yang harus dikeluarkan untuk eksplorasi satu ladang migas  saja bisa mencapai 5 - 10 milyar dolar. Karenanya, perusahaan-perusahaan asing selalu meminta kontrak kerjasama jangka panjang, antara 20 sampai 30 tahun.

Baru saja Pemerintah berhasil melakukan nasionalisasi PT. Inalum yang bergerak dalam usaha  produksi alumunium. Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN berperan besar dalam memproses pengambil-alihan PT. Inalum yang akan masuk dalam jajaran BUMN. Yang dilakukan Pemerintah adalah menunggu sampai jangka waktu kontrak berakhir. Untuk mengambil alih PT. Inalum menjadi 100% milik Indonesia,  Pemerintah masih harus menyediakan dana tidak kurang dari Rp 7 Triliun.   Sedangkan yang baru dilunasi sebesar USD 556,7 juta kepada pihak Jepang,  dalam hal ini Nippon Asahan Alumunium (NAA). Jadi Pemerintah masih menyisakan utang kepada Jepang, yang untung saja mereka bersedia.

Menteri BUMN Dahlan Iskan juga sangat bersemangat dalam mendorong Pertamina mengambil alih Blok Mahakam yang dikuasai Total, perusahaan milik Perancis, yang masa kontraknya berakhir pada 2017 mendatang. Tetapi ternyata tidak mudah,  karena Pertamina harus menyediakan dana yang cukup besar,  milyaran dolar,  selain biaya untuk melanjutkan kegiatan ekplorasi pada 100 titik sumur migas baru, yang bisa mencapai UDS 1 milyar atau Rp 12 Triliun.

Jadi tidak semudah mengucapkan dan berpidato di tengah massa akan menghapus dominasi asing dalam perekonomian Indonesia. Prabowo harus menjelaskan bagaimana caranya menghapus dominasi pihak asing tersebut.  Atau,  Prabowo tidak lebih dari seorang capres PHP,  pemberi harapan palsu,  yang pastilah tidak akan bisa dilaksanakannya setelah terpilih menjadi Presiden RI.

Ciawi,  05/04/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun