Pada 30 April 2014, media online tempo.co membuat prediksi. Partai-partai berbasis Islam akan habis "diborong" Jokowi dan Prabowo. Prediksi tersebut sekarang telah menjadi kenyataan. PKB telah resmi mendukung Jokowi setelah pertemuan Majelis Syuro dan para kiayi NU di Jombang pada 10 Mei. Rapimnas PPP tadi malam (11/05/2014) telah sepakat mendukung Prabowo. PKS dan PAN tinggal meresmikan dukungan kepada Prabowo, melalui repimnas atau rakernas yang akan digelar minggu ini juga. Demikian juga halnya dengan Hanura, partai nasionalis, segera akan memutuskan merapat ke PDIP atau Gerindra.
Dengan demikian seluruh partai yang menjadi mitra koalisi SBY selama 10 tahun (2004-2014) telah meninggalkannya. Satu-satunya partai yang masih “sendirian” adalah Golkar. Tapi SBY tidak berminat bekerjasama dengan Golkar. Waketum Golkar, Fadel Muhammad menyatakan kekecewaannya karena SBY tidak mau betemu dengan Golkar (11/05/2014).
Pada sisi lain, Megawati juga tidak mau bertemu dengan ARB, meski Jokowi dan petinggi PDIP sudah bertemu ARB beberapa kali. Hal itu dapat ditafsirkan bahwa PDIP mau berkoalisi dengan Golkar tetapi tidak mendukung ARB sebagai capres.
Pada saat seluruh partai politik sibuk wira-wira untuk memastikan koalisi parpol yang akan mereka bangun, petinggi Partai Demokrat sebaliknya bersikap adem ayem. Mereka memandang enteng dinamika pembentukan koalisi yang sudah terjadi. Waketum Demokrat, Max Sopacua mengatakan bahwa partainya tidak khawatir tidak akan mendapatkan mitra koalisi. Partainya baru akan memutuskan koalisi setelah ada hasil konvensi capres, yang akan diumumkan pada 15 Mei 2014. Sementara itu, jubir Partai Demokrat, Ruhut Sitompul masih menampilkan sikap pongah. Ia mengatakan dengan perolehan suara 10,19 persen, dia yakin Partai Demokrat bisa menjadi penentu koalisi. "Ibarat kata, Pak SBY pemegang kartu joker. Yang dapat dukungan Demokrat pasti menang."
Sementara itu, berdasarkan prediksi perolehan kursi Partai Demokrat, yaitu sebanyak 61 kursi, posisi tawar partai ini sebenarnya lemah dan kurang menarik. Jumlah kursi itu tidak cukup untuk menggenapkan bagi pembentukan koalisi sederhana di parlemen untuk mendukung pemerintahan, baik Jokowi maupun Prabowo.
Gabungan kursi koalisi poros Jokowi ditambah kursi Partai Demokrat menghasilkan hanya 252 kursi (45%). Demikian juga halnya dengan poros Prabowo, ditambah jumlah kursi Partai Demokrat, hanya menghasilkan 262 kursi (46,5%). Jumlah kursi tersebut tidak cukup untuk mengalahkan partai-partai oposisi jika suatu keputusan harus diambil melalui voting. Meskipun jumlah kursi itu ditambah dengan Hanura, yaitu 16 kursi, gabungan kursi bagi kedua poros koalisi parpol juga belum mencukupi untuk membangun mayoritas sederhana di DPR. Poros Jokowi hanya mempunyai dukungan kursi sebanyak 47%, dan poros Prabowo akan mempunyai dukungan kursi sebanyak 49%.
Kondisi itu berbeda dengan Golkar yang memperoleh 91 kursi. Jika bergabung dengan poros Jokowi akan menghasilkan 282 (51%), dan jika bergabung dengan poros Prabowo menghasilkan 292 kursi (53%). Apalagi jika Hanura bergabung dalam koalisi. Kursi Hanura akan memperkuat koalisi parpol yang telah dibangun baik oleh PDIP maupun Gerindra. Poros Jokowi akan mempunyai dukungan kursi sebanyak 53%, dan poros Prabowo akan mempunyai dukungan kursi sebanyak 55%.
Dalam situasi itu, maka sebagaimana pernyataan Ruhut Sitompul, kita akan segera melihat kehebatan SBY sebagai ahli strategi ulung, atau melihat ketidakberdayaannya. Ia akan memainkan kartu jokernya, apakah ke Jokowi, ke Prabowo, atau untuk poros baru di bawah komando Partai Demokrat. Jika SBY memutuskan membangun poros baru, mampukah ia memanggil kembali partai-partai mitra koalisinya untuk kembali masuk ke rumah biru? Lalu apakah yang dilakukannya terhadap peserta konvensi capres, apakah mereka akan dikorbankan, sebagai tumbal bagi sikapnya yang lamban dan peragu atau untuk suatu strategi lain yang hanya SBY yang mengetahuinya?
Kita akan segera melihat apakah SBY lulus ujian sebagai ahli strategi yang ulung. Atau sebaliknya, kita akan melihat SBY gagal memainkan kartu pokernya, dan akibatnya Partai Demokrat ditinggal sendirian menjadi penonton pada Pilpres 2014.
Ciawi 12/05/2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H