Para pendukung Prabowo selalu menyatakan bahwa tuduhan pelanggaran HAM terhadap Prabowo sudah basi. Yang selalu dijadikan dasar adalah pernyataan Kivlan Zen. Kepala staf Pangkostrad 1998 itu menyatakan bahwa Prabowo tidak bersalah. Yang melakukan penculikan adalah satu kesatuan di dalam Kopasus yang disebut Tim Mawar. Komandannya adalah seorang bintara berpangkat sersan mayor. Yang memerintahkannya melakukan penculikan adalah petinggi ABRI lain.
Pada dokumen lain yang saya temukan di internet, berupa wawancara seorang wartawan, Prabowo menjelaskan sewaktu mendapatkan daftar orang-orang yang diculik, ia menemui Panglima ABRI waktu itu.  Ternyata daftar yang sama juga ada di tangan Panglima ABRI dan bahkan juga di tangan mertuanya, Soeharto. Selanjutnya, Prabowo mengambil inisiatif untuk mencari korban penculikan yang masih hidup. Ia berhasil membebaskan korban yang masih hidup, seperti Pius, Andi Arif, dan Taslam.  Jadi, justru Prabowo yang berjasa membebaskan korban penculikan. Tapi ia yang dituduh dan kemudian disidang oleh Mahkamah Militer, lalu diberhentikan dari dinas militer.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Komnas HAM. Dalam rilis kepada media pada 23/05/2014, Komnas HAM yang dalam hal ini disampaikan oleh Natalius Pigai, komisioner Komnas HAM, menjelaskan status Prabowo. Dari perspektif hukum HAM nasional dan internasional, Prabowo adalah seorang yang saat ini masih sebagai saksi pelaku yang pernah dipanggil Komnas HAM. Tetapi ia mangkir dan tidak taat hukum. Ia tidak menghargai lembaga negara. Karenanya saat ini (statusnya) masih dalam proses peradilan (on process) dan berkasnya ada di kejaksaan.
Dengan status seperti itu, kata Natalius, Prabowo bisa ditangkap dan diadili di mana saja hanya berdasarkan laporan pelanggaran HAM berat dari Komnas HAM terkait kasus penculikan atau penghilangan paksa. Oleh karena tindakan penculikan dikenakan prinsip hostis humanis generis (musuh umat manusia), maka yang bersangkutan tidak bisa dilindungi di negara mana pun (no save heaven) sehingga terduga bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia.
Komnas Ham telah memanggil Kivlan Zen untuk mengklarifikasi penjelasannya di dalam berbagai forum. Namun anehnya ia menolak datang. Ia sudah dipanggil dua kali, namun tetap mangkir. Penolakan Kivlan Zen menimbulkan spekulasi bahwa ia dilarang oleh Prabowo untuk memberikan kesaksian di Komnas HAM. Bisa juga, para jenderal lain yang ketakutan ikut terseret mengancam Kivlan Zen jika ia berani datang ke Komnas HAM.
Tapi, hari ini (29/05/2014) ada berita penting. Prabowo bersedia menemui Komnas HAM guna menjelaskan berbagai hal terkait dengan tuduhan penculikan aktifis. Tentu saja kesaksian Prabowo di Komnas HAM menjadi sangat penting. Ia adalah capres pada Pilpres 2014. Kita selaku rakyat tentunya tidak ingin memiliki presiden yang memiliki dosa sejarah.
Di luar kasus hukummya yang masih menggantung itu, Prabowo adalah seorang pemimpin yang hebat. Visi dan misinya, yang dipresentasikannya di depan para guru besar mendapatkan tanggapan positif, dan mereka langsung mendukung Prabowo. Bahkan kemarin, saya membaca berita suhu saya, Prof. M. Dawam Rahardjo, juga memuji pikiran-pikiran besar Prabowo dan memberikan dukungan kepadanya untuk memenangkan Pilpres 2014.
Bagi saya, siapapun apakah Jokowi atau Prabowo yang menjadi Presiden RI 2014-2019, tidak ada masalah. Visi  dan misi keduanya hampir tidak ada bedanya, sama-sama bagus. Mereka juga memiliki kepemimpinan yang sama hebatnya, meski dengan gaya yang sangat berbeda. Namun Prabowo harus bisa mengklarifikasi tuduhan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan kepadanya melalui lembaga resmi pemerintah, bukannya melalui debat-debat di televisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H