Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Nurani dan Pilihan Partai Politik

7 Juni 2014   16:22 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:50 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali orang dihadapkan pada pilihan sulit, antara kebenaran menurut hati nurani dan pilihan politik yang diambil oleh partai.  Tentu sudah menjadi keharusan bagi setiap anggota suatu partai politik untuk  mengikuti keputusan partai tentang siapa capres yang didukung. Pertentangan terjadi jika ternyata pilihan parpol tidak sejalan dengan hati nuraninya.

Banyak orang mengalahkan hati nuraninya dan mengikuti keputusan partainya. Kadang-kadang ada yang bersikap sangat ekstrim,  membenci habis-habisan capres yang menjadi lawan capres yang didukung partainya pada hal hati nuraninya sebenarnya berkata sebaliknya. Mereka bersikap demikian karena jabatan dan kekayaan material yang mereka dapatkan adalah karena keanggotaannya dan ketokohannya di suatu partai politik.  Menjadi anggota DPR/D atau bahkan menjadi menteri karena menjadi petinggi di partainya.

Tetapi ternyata ada juga sedikit orang yang berpihak kepada hati nuraninya. Jika ia menilai partainya mendukung pasangan capres/wacapres  yang tidak sesuai dengan hati nuraninya,  ia tidak ragu-ragu menentang dan siap dipecat dari kepengurusan di partainya.

Hal itulah yang dilakukan oleh Jenderal (purn) Luhut Panjaitan. Sewaktu partainya, Golkar memutuskan bergabung dalam koalisi yang mendukung Prabowo, ia menentangnya. Alasannya,  ia tahu persis karakter Prabowo,  karena lebih dari lima tahun menjadi anak buahnya di kesatuan militer. Katanya “masak saya harus mendukung jenderal yang pernah dipecat”. Selanjutnya, Luhut Panjaitan bergabung dalam Timses Jokowi,  yang ia kenal lama sebagai mitra bisnis yang sangat jujur.

Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Suaidi Marassabesi, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai sekretaris Konvensi Capres PD, dan partainya memutuskan bersikap netral, ia menolak. Ia melapor kepada SBY selaku Ketum PD,  ia memutuskan mendukung Capres Jokowi.

Berita terbaru adalah membelotnya salah seorang Ketua DPP Gerindra, Muhammad Harris Indra. Ia memilih memberikan dukungannya kepada calon presiden nomor urut 2, Joko Widodo. Pilihan Harris ini tentu saja merupakan pembangkangan kepada partainya yang mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Haris mengatakan,  secara personal, ia dekat dengan Prabowo. Akan tetapi, untuk urusan figur terbaik, pilihannya jatuh kepada Jokowi. "Memilih itu bukan karena kedekatan personal, tetapi tentang siapa yang terbaik. Jokowi sudah berbuat hal kecil saat semua orang masih bermimpi" kata Harris saat dihubungi Kompas.com, Rabu (4/6/2014) malam.

Tentu masih banyak tokoh yang mengikuti pilihan hati nuraninya. Ada tokoh-tokoh muda Golkar seperti Indra J. Piliang, Meutia Hafidz, Poempida Hidayatullah, Agus Gumiwang Kartasasmita  dan Fayakhun Andriadi. yang menentang keputusan partainya dan memilih mendukung Jokowi-JK.

Akan tetapi banyak juga tokoh terkenal yang memilih bersikap pragmatis dengan mengesampingkan hati nurani. Kita akhirnya menjadi tahu integritas kepribadiannya yang sesesungguhnya. Mahfud MD misalnya, langsung bergabung dan menjadi Timses Prabowo karena tidak dipilih Jokowi menjadi cawapres. Sedangkan oleh Prabowo, konon ia dijanjikan suatu posisi penting jika menang Pilpres. Dengan alasan sedikit berbeda,  dua pimpinan DPR,  Marzuki Alie dan Priyo Budi Santoso bergabung dalam timses Prabowo. Masalah yang mereka hadapi adalah mereka berdua tidak lagi terpilih menjadi wakil rakyat di Dapil masing-masing. Mereka harus mencari posisi baru,  yang hanya bisa dijanjikan oleh Prabowo.

Demikianlah para politisi bertingkah. Ada yang mengingkari hati nuraninya,  ada yang bersikap pragmatis demi suatu posisi,  dan ada yang memilih untuk mengikuti kebenaran menurut kata hatinya.

Akhirnya,  pertanyaan yang muncul adalah mengapa banyak tokoh yang berani menentang keputusan partainya,  dan memilih mendukung Jokowi-JK? Tentu ada banyak alasan. Tetapi pada umumnya mereka memilih Jokowi-JK karena merupakan pasangan capres/cawapres tanpa beban dan dosa masa lalu, dengan karya-karya nyata dan satu kata dengan perbuatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun