Menanggapi kebijakan PT Pertamina (Persero) yang akan menaikan harga liquified petroleum gas (LPG) secara berkala per 14 September 2014, rencana PT Pertamina akan menaikan harga secara bertahap setiap 6 bulan sekali. Memang ini bukan kali pertama PT Pertamina menaikan harga Elpiji 12 Kg, tercatat sejak tahun 2004 ketika pemerintah melakukan program konversi dari minyak tanah ke gas akibat kelangkaan dan membengkaknya harga minyak tanah di pasaran internasional akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi dari minyak ke gas yang saat ini digunakan oleh kita yaitu Elpiji 3 Kg program itu memang di subsidi oleh pemerintah. Dan pada saat itu pula PT Pertamina menyesuaikan harga Elpiji 12 Kg (Non Subsidi) pernah melakukan penyesuaian harga menjadi Rp.3.000 per Kg atau sekitar Rp.38 ribu per tabung dan juga penyesuaian di akhir tahun menjadiRp51 ribu per tabung, pada tahun 2008 juga PT Pertamina kembali menyesuaikan harga Elpiji 12 Kg untuk mengimbangi harga dunia.
Namun pada tahun 2005 hingga 2007 mengapa PT Pertamina tidak mengeluarkan kebijakan untuk kembali menaikan harga Elpiji 12 kg (Non Subsidi) ? dikarenakan PT Pertamina mengikuti harga dunia saat itu yang tidak mengalami kenaikan maka itu tidak dilakukannya penyesuaian harga Elpiji 12 kg. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 26/2009 tentang regulasi bisnis LPG di Indonesia. Dalam pasal 25 ayat 1-2, elpiji 12 Kg (juga 50 Kg dan LPG curah/bulk) termasuk ke dalam kategori LPG Umum yang harga jualnya ditetapkan oleh badan usaha, termasuk oleh PT Pertamina (Persero) yang mengikuti harga patokan LPG, kesinambungan penyediaan dan pendistribusian serta kemampuan daya beli konsumen dalam negeri. (Seperti gambar dibawah PT Pertamina menjelaskan)
Dalam kebijakan PT Pertamina (Persero) tersebut selalu ada saja tanggapan dari berbagai pihak merasa dirugikan atau merasa keberatan karena tentu akan mempengaruhi harga industri terutama bagi mereka yang bergerak dibidang restoran/hotel/makanan serta para ibu rumah tangga dan justru akan membuat konsumen Elpiji 12 kg dan 50 kg (non subsidi) beralih menggunakan gas Elpiji 3 kg bersubsidi. Menanggapi hal tersebut, disini penulis mencoba untuk memaparkan beberapa hal yang harus diperhatikan bagi para konsumen agar tak salah informasi mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh PT Pertamina. Mengapa PT Pertamina (Persero) mengeluarkan kebijakan untuk menyesuaikan harga Elpiji Non Subsidi secara bertahap ? berikut alur tahap skema produksi Gas Elpiji (Lihat gambar dibawah berikut)
Dalam skema tersebut PT Pertamina (Persero) memerlukan dana yang cukup besar, maka itu PT Pertamina (Persero) Mengajukan usulan ke pemerintah untuk menaikan harga gas elpiji non subsidi secara bertahap dimulai dari tahun ini.
Alasan mengajukan usul tersebut adalah jika elpiji tabung 12 kg dijual dengan harga saat ini maka pada tahun 2013 Pertamina dapat mengalami kerugian sebesar Rp 5 triliun. Ini berarti harga elpiji tabung 12 kg dijual dengan harga di bawah harga keekonomiannya. Pemerintah sedang melakukan kajian dengan cermat terhadap usulan kenaikan harga tersebut.
Hal lain yang membuat PT Pertamina menaikan Gas Elpiji 12 kg non subsidi adalah karena indonesia masih mengimpor. Berikut penjelasannya
Indonesia masih mengandalkan 60% Liquefied Petroleum Gas (LPG) impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Produksi LPG di Indonesia masih terbatas hanya bisa memenuhi 40% kebutuhan, dikemas dalam merek dagang seperti tabung Elpiji, Blue Gaz dan lainnya.
Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Biantoro mengatakan Indonesia impor hampir 60% kebutuhan LPG dalam negeri karena produksi LPG tidak banyak.
“LPG itu dari gas ikutan dari minyak, sementara tidak banyak sumur migas yang dibor menghasilkan LPG, yang banyak itu gas alam atau gas bumi,” kata Elan kepada detikFinance, Rabu (8/1/2014).
Elan mengatakan saat ini produksi LPG dalam negeri hanya berkisar 6.000 metrik ton per hari sementara kebutuhannya lebih dari 25.000 metrik ton per hari.
“Produksi LPG kita tidak banyak hanya 6.000 metrik ton per hari sementara yang dibutuhkan di atas 25.000 metrik ton per hari, ini karena tidak semua lapangan minyak bisa menghasilkan LPG,” ucap Elan.
Untuk memenuhi kebutuhan LPG tersebut, makanya dipasok dari impor. “Makanya ada angka 60% impor LPG yang diimpor Indonesia,” ucapnya.
Elan menambahkan perusahaan minyak yang menghasilkan LPG sendiri tidak terlalu banyak, karena LPG memang jarang ditemukan.
“Produsen gas LPG tidak terlalu banyak, hanya ada Pertamina, PetroChina di Tanjung Jabung, ada ConocoPhilips di Sumsel, bahkan lapangan minyak terbesar di Indonesia di Duri yang dikelola Chevron saja memerlukan gas untuk dibakar sebagai injeksi mengangkat minyak dia belinya dari ConocoPhilips,” tutup Elan.
Walaupun harga Gas mengalami kenaikan Indonesia tetap sebagai negara yang memiliki harga penjualan Gas termurah seperti yang digambarkan pada tabel diatas.
Berikut pemaparan dari pihak PT Pertamina (Persero)
- Hasil konsultasi dengan BPK pasca Kenaikan Harga Januari 2014, Pertamina diminta untuk dapat menyampaikan Roadmap Kenaikan Harga ELPIJI 12 kg kepada pemerintah.
- Kerugian sejak tahun 2009 - 2013 mencapai Rp 17 Trilyun. Dengan asumsi yang dipakai dalam RKAP 2014 (CPA 833 USD/Mton, kurs 10.500 Rp/USD) pasca kenaikan harga Rp 1000 /kg di Januari 2014 diperkirakan kerugian 2014 akan mencapai Rp 5.4 Trilyun. Namun apabila harga bahan baku dan kurs lebih besar akan berpotensi rugi lebih besar
- Potensi penggunaan ELPIJI 12 kg ke depan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun demikian, porsi LPG impor akan semakin besar beserta kenaikan-kenaikan biaya bahan baku dan operasional.
Meski demikian, Kebijakan PT Pertamina dalam menyesuaikan harga Elpiji Non Subsidi tidak akan terlalu mempengaruhi inflasi secara signifikan berikut pemaparannya.
PT Pertamina (Persero) mengaku kebijakannya menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram (kg) tidak terlalu besar dampaknya terhadap inflasi. Kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp 18.000 per tabung, hanya akan menambah inflasi sebesar 0,06 persen.
“Untuk kenaikan mulai 10 September mulai pukul 00.00 WIB ini, perkiraan dampak inflasi sekitar 0,06 persen saja,” ujar Hanung saat mengumumkan kenaikan harga elpiji 12 kg kepada wartawan di Gedung Pertamina, Jakarta (10/9).
Dampak yang rendah terhadap inflasi ini karena pengguna elpiji nonsubsidi adalah golongan masyarakat kelas menengah ke atas. Dari total elpiji yang dijual Pertamina, hanya 15 persen pengguna yang menggunakan elpiji nonsubsidi.
Meski demikian, ada kekhawatiran kenaikan harga elpiji nonsubsidi dapat membuat konsumen beralih ke elpiji bersubsidi. Menurut Hanung, Pertamina sebenarnya sudah memperkirakan kenaikan gas elpiji 12 kg ini akan memicu lonjakan permintaan gas elpiji 3 kg.
Untuk itu pihaknya sudah mengantisipasi dengan terus memantau distribusi elpiji 3 kg sampai pangkalan, menggunakan apikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3 kg). Pertamina juga akan memastikan ketersediaan pasokan gas elpiji 12 kg maupun gas elpiji 3 kg, dengan meningkatkan stok gas elpiji hingga hari ini dalam kondisi aman diatas 16 hari.
Dampak terhadap inflasi yang tidak begitu besar, juga menjadi salah satu hal yang membuat pemerintah merestui Pertamina menaikkan harga elpiji nonsubsidi. Tahun ini pemerintah menargetkan laju inflasi sebesar 5,3 persen. Hingga akhir Agustus, laju inflasi baru mencapai 3,42 persen. Dengan penambahan inflasi sebesar 0,06 persen, diperkirakan laju inflasi hingga akhir tahun masih bisa di bawah target.
“Jangan hawatir, karena inflasinya tidak terlalu signifikan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chaerul Tanjung.
Dampak kekhawatiran masyarakat hal yang lain ialah, dengan menaiknya harga Elpiji 12 kg (non subsidi) akan membawa pengaruh terhadap stok Elpiji 3 kg bersubsidi dan banyak oknum-oknum nakal yang memanfaatkan hal ini seperti gambar diatas. Tapi pihak PT Pertamina mengaku tidak akan berpengaruh pada Elpiji 3kg bersubsidi, selama masyarakat mau meningkatkan kesadarannya tentang kebijakan Pemerintah dan PT Pertamina. Contoh seperti gambar di bawah ini
Maka itu kita sebagai masyarakat juga wajib untuk saling member input serta ikut berpartisipasi dalam penghematan energy, dan sadar akan kondisi keadaan status kekayaan. Beralilah ke gas Elpiji Non subsidi untuk kesejahteraan Indonesia kalau semua pas, pasti nyaman.
Semoga dengan ini semua keadaan perekonomian di indonesia stabil dan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya sikap memahami meningkat.
Mari bersama-sama mendukung kebijakan pemerintah dan PT Pertamina demi Indonesia yang lebih baik.
Sumber referensi
http://detikfinance/Ini Penyebab 60% LPG di Indonesia Masih Impor
http://Kenaikan Harga Elpiji - Kedaulatan Rakyat Online Yogyakarta.com