Mohon tunggu...
Moses Joshua Lesmana
Moses Joshua Lesmana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Jangan lupa tidur.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Janji dan Sumpah di Republik Hipokrit

29 September 2024   12:50 Diperbarui: 29 September 2024   12:51 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak kecil, kita diajarkan oleh orang tua kita untuk  dapat menepati janji kita. Kita selalu diajarkan untuk bertindak sesuai dengan apa yang sudah diucapkan. Demikian juga dengan sumpah. Sumpah merupakan janji dengan level yang lebih tinggi. Apalagi kalau janji atau sumpahnya sudah membawa-bawa Tuhan, seharusnya apa yang sudah diucapkan hal itu seharusnya dilakukan. Namun, bagaimana kenyataannya saat ini? Para tikus-tikus berdasi yang duduk di Senayan tidak menepati janjinya dengan benar.

Satu bulan sudah berlalu semenjak "aksi protes" 22 Agustus 2024. Kasus yang membuat beberapa public figure turun ke jalanan. Masyarakat sipil yang selama ini terlelap tiba-tiba terbangun dan protes atas putusan semua perwakilan politik Badan Legislasi DPR  kecuali PDI Perjuangan. "Aksi protes" ini dilakukan dengan latar belakang DPR memutuskan untuk mengakali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap meloloskan salah satu tokoh ikut dalam pilkada maupun kesepakatan koalisi besar untuk menguasai Indonesia. Ketua Majelis Kehormatan MK, I Gede Dewa Palguna menyebut, keputusan DPR adalah upaya pembangkangan terhadap konstitusi. Langkah itu amat membahayakan eksistensi negara ini sebagai negara hukum. Untungnya, kesepakatan politik di Baleg DPR itu tidak diteruskan. 

Meskipun keputusan itu tidak diteruskan, ada baiknya bagi kita untuk berhenti sejenak dan memikirkan masa depan dan keberlanjutan dari negara ini. Kita perlu ingat kembali, salah satu frasa dalam kalimat sumpah yang diucapkan oleh anggota legislatif adalah, "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban sebagai anggota DPR dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".  

Apakah anggota DPR sudah memenuhi sumpah yang diucapkan dengan membawa nama Allah? Memang, yang namanya manusia tidak akan luput dari yang namanya kesalahan, tetapi apakah apa yang sudah disumpahkan untuk melaksanakan kewajiban tidak dapat dilakukan? Jika janji proyek, mungkin saya memaklumi hal itu tidak dilakukan. Bisa saja ada beberapa faktor, seperti sumber daya yang kurang, atau masih ada masalah yang lebih penting untuk diselesaikan. 

Contohnya seorang pemimpin menjanjikan akan mendirikan gedung A tapi tidak bisa karena ada masalah lain yang lebih penting demi kelangsungan hidup masyarakat lainnya. Orang itu tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang disumpahkan, meskipun janji yang dia buat tidak terpenuhi. Namun, ini adalah masalah kewajiban. Kewajiban bagi seseorang untuk tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang sudah diucapkan. Apakah anggota-anggota DPR yang duduk di Senayan merupakan perkumpulan orang-orang hipokrit? 

Hipokrit, artinya sama dengan munafik. Orang-orang yang cenderung tidak bisa melakukan atau berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang mereka tunjukkan kepada orang lain. Jika sebuah negara berisi orang-orang hipokrit seperti ini, yang tidak bisa berpegang terhadap apa yang sudah mereka ucapkan, bagaimana dengan masa depan negara ini? Apakah teks sumpah yang diucapkan akan menjadi sebuah teks biasa atau sekadar formalitas? Saya rasa tidak. 

Menyongsong periode pergantian kepemimpinan presiden. Saya harap pemerintah negara ini mampu menjadikan masalah ini sebagai PR. Masyarakat telah percaya kepada anggota legislatif yang mereka pilih, tetapi kepercayaan itu ternyata diberikan kepada orang-orang hipokrit. Jika negara ini dipimpin orang hipokrit, apakah negara ini mampu bertahan dan tumbuh menjadi negara yang lebih baik? Rakyat akan memiliki masalah kepercayaan dengan pemerintah. Juga perlu diingat, salah satu unsur dalam negara adalah rakyat. Apa yang terjadi kalau rakyatnya saja bahkan tidak percaya pemerintah? Apakah itu bisa disebut sebagai negara?

Sekali lagi saya mengingatkan, sedari kecil kita sudah diajarkan oleh orang tua untuk melakukan apa yang sudah dijanjikan. Ironisnya, anggota legislatif yang kita percayai ketika pemilu adalah orang-orang dewasa. Kepada periode presiden yang baru, saya mohon tolong jaga kepercayaan rakyat. Jangan jadikan negara ini sebagai Republik Hipokrit!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun