Mohon tunggu...
Yani Anggraini
Yani Anggraini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - MizzYani Bukittinggi - Sumatera Barat

Penyuka kopi hitam pekat yang jatuh cinta pada untaian kata-kata. Twitter : Mizzyani_12 Instagram : Mizzyani_12 & Cerita_mizzyani

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Menemukan Makna Hidup dalam Penderitaan

12 Oktober 2020   19:55 Diperbarui: 12 Oktober 2020   20:36 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa pun bisa dirampas dari manusia, kecuali

satu : kebebasan terakhir seorang manusia - kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan, kebebasan untuk memilih jalannya sendiri 

Petikan kalimat di atas tak sembarangan dituliskan oleh Victor E. Frankl, ia menuliskan kisah kelamnya selama berada di 4 kamp konsentrasi Nazi yang berbeda, antara tahun 1942 sampai tahun 1945. Alih-alih mendramatisasi penderitaan yang ia alami , ia malah menyisipkan pesan-pesan optimisme dan bagaimana menemukan makna hidup. 

Pasti kamu bertanya-tanya, siapakah sosok Victor E.Frankl yang mampu mengubah hidup banyak orang melalui tulisan-tulisannya ?

Ia adalah seorang neurolog dan psikiater Austria, korban Holocaust yang selamat. Sebenarnya, ia bisa terhindar dari kamp konsentrasi Nazi, tapi demi kedua orang tuanya, ia memutuskan membatalkan kepergiannya ke Amerika. September 1942, Frankl dan keluarganya ditahan, terpisah dari orang tua, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil. Pada tahun 1945 ia dibebaskan dari kamp Turkheim, ia mendapati dirinya sebatang kara. 

Membayangkan itu saja sudah kadung membuat hati saya gerimis. Seketika saya teringat dua film bertema Holocaust yaitu ; The Pianist dan Beautiful Life. Mereka memiliki kesamaan bahwa penderitaan bisa mereka hadapi dengan kepala tegak. 

Bukannya runtuh menyerah kalah pada keadaan, mereka mengedepankan optimisme, yang membantu melewati segala penderitaan.

Saya menemukan buku inspiratif ini tanpa sengaja. Belakangan demi menghemat pengeluaran namun tak melunturkan hastrat diri pada bacaan, pilihan jatuh pada ipusnas, aplikasi perpustakaan digital milik pemerintah. 

Kala itu, kondisi mental saya cukup terpukul, beberapa kekhawatiran menyergap, timbul pesimistis menghadapi situasi serba tak tentu. COVID-19 belum juga menunjukkan titik terang kapan akan berakhir ? 

Berita simpang siur. Siapa yang tidak akan gundah gulana ? Selain mengkhawatirkan keselamatan diri pada ganasnya virus, keuangan pun terancam. Dari mulai dirumahkan sampai harus menelan pil pahit berupa realitas hidup. 

Lantas, mulailah playing victim. Menyalahkan keadaan. Yaa, gpp juga sih sesekali. Pertanyaannya, mau sampai kapan ? Hingga akhirnya saya seperti menemukan oase,  buku ini menawarkan perspektif baru, bahwa penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Tanpa penderitaan dan kematian, hidup manusia tidak sempurna.

Tidak mengapa mengalami penderitaan. Tidak usah disangkal. Menurut Victor E.Frankl, jika seseorang ditakdirkan untuk hidup menderita, dia harus menerima penderitaan tersebut sebagai tugasnya, tugas yang tunggal dan unik. 

Tidak ada orang yang bisa mengurangi atau menanggung penderitaannya. Namun, dengan catatan jangan menderita karena alasan sepele, seperti galau akut  karena falling in love with people we can't have, itu sama saja menyakiti diri.

Ia menekankan kitalah yang tentukan sendiri apakah akan menyerah atau berjuang mengatasi kondisi yang dihadapi. Manusia tidak sekadar hidup, tetapi dia selalu memutuskan bentuk hidup yang akan dijalaninya, menjadi apa dirinya pada detik berikutnya. 

Nyatanya keberanian tidak melulu berpatok ketika harus beradu fisik dengan musuh, menghadapi seluruh penderitaan pun butuh keberanian. Berani meminimalkan perasaan lemah serta takut. Meneteskan air mata bukanlah pertanda lemah. Air mata merupakan simbol keberanian paling besar, berani untuk menderita. Jadi, tidak usah malu untuk menangis. 

Segala sesuatu yang tidak membunuhku, membuatku jadi lebih kuat - Nietzsche

Hanya satu hal yang kutakutkan, aku tidak cukup layak untuk penderitaan ini - Dostoevski

Victor E.Frankl  melalui teori Logoterapi, yang diambil dari bahasa Yunani, Logos yaitu makna. Proses Logoterapi, melalui karya, tindakan, pengalaman, kala mencintai seseorang, bahkan kala diliputi nestapa. 

Tak lupa, ia menuliskan pentingnya optimisme. Sikap ini memungkinkan manusia mengubah penderitaan menjadi keberhasilan dan sukses, rasa bersalah sebagai kesempatan perbaikan diri, serta dorongan bertindak penuh tanggung-jawab. 

Kalau kamu masih bertanya-tanya tentang makna hidup atau butuh perspektif lain atau setidaknya butuh penyemangat diri , buku Man's Search for meaning memenuhi itu semua.

Judul : Man's Search for Meaning

Penulis : Victor E.Frankl

Penerbit : Noura Books (Mizan Publika)

Genre : Non-fiksi, Psikologi 

Baca di Aplikasi ipusnas 

Rating : 🌟🌟🌟🌟

Selamat membaca dan salam Literasi !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun