Mohon tunggu...
Nur Maezulpah
Nur Maezulpah Mohon Tunggu... -

Try to be the best

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mentari Untukku

26 Oktober 2014   23:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:39 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mentari Untukku

Mataku tak mampu tuk terpejam lagi. Kepingan-kepingan cahaya mentari tak mampu tuk mengatupkan kembali kelopak mataku. Saat ku terbangun tampaknya tubuhku masih melayang-layang di angkasa. Bola matakku belum mampu ku kendalikan, ia tengah asyik bermain kesana-kemari bagaikan permainan bola pimpong. Tiba-tiba... Suara bernada tinggi datang dari depan sudut kamarku –volume suara itu tinggi sekali... bahkan lebih tinggi dari menara Eifel- menggemparkan telingaku.

“Nadiiiiiiiiinee.... Sekarang udah jam berapa? Kamu mau kakak siram pakai air? Cepet bangun. Atau mau kakak telepon  papa biar dia pulang dari Kalimantan?” Ia hanya berteriak di depan pintu. Yaa... karena jelas-jelas pintu kamarku terkunci rapat jadi dia tidak bisa masuk, aku tidak mau satu orang pun masuk seenaknya ke kamarku. Coba bayangkan.. kalau saja aku tidak mengunci pintu? Habislah riwayatku setiap hari dihantui oleh makhluk mengerikan itu.

“Iya kakakku sayaaaaang.” Aku mengeraskan suara sekeras-kerasnya dengan nada suara main-main.

“Udah jam 7. Kamu mau sekolah gak? Atau...”

“Apa? Jam 7? Aaarrghh... Sial! Kesiangan lagi!” Ucapku kesal.

Aku pun langsung mengambil handuk dan peralatan mandiku. Oh iya.. Aku baru ingat, kamar mandi di kamarku bermasalah. Ah sial! Terpaksa aku mandi di kamar mandi lain. “Aargghh” Batinku mengeluh.

“Atau apa? Mau dilaporin papa? Silakan aku gak takut!” Aku menatapnya sinis sambil menyunggingkan sedikit senyuman tipis di bibirku kepadanya.

Wajahnya mengkerut. Oya.. Aku heran kenapa dia terus berdiri mematung di depan pintu kamarku? Apa dia mau melamar jadi patung yang bertengger tiap pagi di depan pintu kamarku? Haha. Ah.. Pikiranku mulai kacau. Sudahlah lupakan saja. Kau tahu... Ekspresinya lucu sekali.. Tapi, wajah mengkerut itu kembali garang. Aku pun akhirnya mengalungkan handukku yang hampir terlepas dari leherku dan aku memilih berlari detik itu juga menuju kamar mandi dekat ruang tamu.

...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun