Mohon tunggu...
miyaa dewayani
miyaa dewayani Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang penulis amatiran yang memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Kedua

8 November 2013   16:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:26 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku datang ke Pakistan adalah untuk melarikan diri dari rasa sakit hatiku terhadap pernikahan Radit dan Diana. Dan aku sama sekali tidak berharap akan mendapatkan pengganti Radit di tempat ini.

Namun takdir Allah berkata lain. Resepsi pernikahan salah satu sepupuku yang diadakan di hawalii milik kakek, membuatku bertemu dengannya... Lelaki keduaku.

Namanya Thariq, dia merupakan putera bungsu seorang Tuan tanah di desa tempat kakekku tinggal. Dan dia bekerja sebagai salah satu karyawan bank swasta di Lahore. Dia lelaki yang tampan, sopan, dan (tampaknya) bertanggung jawab. Kakekku sangat menyukainya.

Namun pertemuan pertamaku dengan Thariq ... Sangat tidak berkesan ... Lebih tepatnya memalukan! Tolong jangan paksa aku bercerita karena aku tidak mau mengingatnya lagi! Aku menyalahkan Paman Sikander karena kejadian itu, dan kalau waktu bisa diputar kembali, aku tidak akan mau masuk ke kamar beliau lagi.

Sudah kubilang jangan memaksaku! Sshhhsssh, kalian menyebalkan. Baiklah aku akan bercerita.

Waktu itu, suasana hawalii kakek terlihat lebih sibuk dari biasanya. Hari ini Hasan, salah satu sepupuku yang bekerja sebagai seorang dokter gigi di kota, akan menikahi gadis pilihannya. Kakek memerintahkan pada semua anaknya untuk membantu menyelenggarakan resepsi pernikahan salah satu cucu kesayangannya itu dengan mewah. Berlakh-lakh rupe dihabiskan untuk mendekorasi bagian dalam rumah tempat pelaminan berada, menyewa tenda, menyiapkan konsumsi, souvenir, dan juga seserahan untuk pihak wanita. Kakekku tidak pernah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu, dia bahkan membuat kursi pelaminan Hasan, dengan sutera dan emas. Jujur, aku iri!

"Fizaaa!" Suara seruan kakek dari ruang tamu membuatku terkejut. Meninggalkan pekerjaanku yang sedang menghias kamar pengantin bersama bibi dan para sepupu perempuanku, aku beranjak keluar dari kamar, dan berlari menuruni tangga yang menuju ruang tamu.

"Ya Babajee!" Aku menemukan kakek yang sedang berdiri tegap di tengah ruang tamu, dengan tongkat pendek di tangan kanannya. Beliau tampak tegas memberi instruksi pada orang-orang yang bekerja mendekor ruang tamu dan juga kursi pelaminan, agar menjadi ruang pesta mewah di mata para undangan.

Beliau mendongak menatapku yang masih berdiri di atas tangga. Matanya menyipit menilai penampilanku, kemudian dia mengangguk puas.
'Ya ampun Babajee, jangan khawatir hari ini aku akan memakai pakaian tertutup dan sopan, tidak minim seperti biasanya, aku tidak mau mempermalukanmu.'
Aku memutar mataku, kemudian cengengesan saat melihat kakek memelototiku.

"Cepat cari pamanmu, Sikander. Seharusnya dia sudah menyiapkan mobil untuk mengantarkan seserahan ini ke tempat pengantin wanita." Kakek menunjuk gunungan bingkisan cantik di sudut ruangan menggunakan tongkatnya.

Aku mengangguk. "Siap Babajee." Aku berbalik lalu berlari menaiki tangga dan menyusuri lorong menuju kamar paman Sikander.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun