Hari-hari ini perut kami semakin lapar, Â saat banyak tetangga yang berfoya dengan berbagai bantuan dari berbagai macam pihak, Â ada dari pemerintah, lembaga A, B dan C, Â sementara kami yang benar -benar lapar dan jalan usaha kami untuk cari makan semua di tutup.
 Dimana pancasila yang di dalamnya berbunyi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, itu jargon atau hanya sekedar kalimat pusaka yang tanpa arti. Saya saat ini jadi rakyat miskin bukan karena pilihan kami,  bukan juga karena kemalasan.
Tapi murni karena jalan kami untuk bekerja dan berkarya tertutup oleh aturan yang sebab musababnya karena hal yang tak bisa kami jelaskan. Sebagai rakyat kami hanya bisa ikuti aturan meski kami sekeluarga lapar.Â
Tiga bulan menunggu kepastian, saat pekerjaan kami terampas oleh berbagai alasan kesehatan yang bisa jadi ini produk muatan politik orang berduit. Satu bulan kami bertahan dan mencoba melawan, Â dua bulan kami hanya bisa bertahan, tiga bulan kami tiarap, Â empat bulan kami sudah mulai lapar, Â lalu apa yang kami harap?
Kami butuh kesempatan bukan uang 600 ribu sebulan yang hanya jadi bahan gibah tetangga kiri-kanan yang akhirnya menjadi perpecahan diantara kaum sekampung, Â atau memang ini yang diharapakan, saat agama, Â kebinekaan dan juga kesukuan tidak mampu memecah belah Indonesiaku yang besar ini. Â Mungkinkah uang dan kekuasaan yang mampu memecah belah bangsa ini? Â
Dengan uang dan kuasa, mengatasnamakan media online dan banyak media lain untuk mengabarkan bahwa virus yang sedang menjadi pandemik adalah suatu yang menakutkan dan mematikan.Â
Hal bodoh bagi saya ketika semua orang percaya lalu fokus pada pandemiknya bukan mencari solusi dari masalah yang ada. Setiap hari semakin besar hal yang menakutkan di sebar, dan di bombastiskan sehingga semakin banyak rakyat bodoh dan miskin ketakutan. Â Dan imbasnya sulitnya rakyat kebayakan untuk mencari rejeki. Dan justru akhirnya mati juga bukan karena virus tetapi karena ketakutan.Â
Bantuan yang di berikan pemerintah di tingkat bawah tidak tepat sasaran karena di mainkan oleh kepentingan yang lebih berkuasa untuk melindungi kuasa mereka. Â Bantuan jadi modal untuk kelompok-kelompok atau pribadi pribadi bertahan di tengah krisis tanpa kepedulian dasar bahwa manusia adalah mahluk sosial yang saling terkait dan terhubung.Â
Kami rakyat miskin yang bukan dari target mereka terkadang menjadi kambing hitam dari sebuah permainan ketidaktransparanan dalam membagi bantuan. Â contoh cerita seperti hal diatas sangat banyak dan dalam kasus yang sama di berbagai tempat juga tidak di tanggapi serius oleh pemerintah.
Misalnya: ada audit dari BPK atau apalah yang akhirnya bisa jelas terungkap siapa pemainya. Â Namun toh hal itu tidak mungkin dilakukan karena akhirnya akan menjadi kasus lingkaran setan yang bahkan sentan sendiri tidak dapat memecahkanya.Â
Maka dalam hal ini saya sebagai rakyat miskin memohon pada rakyat miskin yang lain jangan hanya menunggu uluran tangan siapapun bergeraklah, Â masih banyak kesempatan lain dan cara lain untuk hidup, tidak perlu menentang pemerintah, sudah pasti kalah. Â Mari tetap berkarya dan jangan berhenti ikuti aturan mainya, jangan di lawan karena arus itu kuat.Â