Mohon tunggu...
Mita Karunia
Mita Karunia Mohon Tunggu... -

Aku ingin menulis menjadi sesuatu yang istimewa dalam bagian hidupku\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bingkisan Rindu Untuk Bunda

16 Februari 2012   03:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:35 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13294563441083441297

“Allahu akbar Allahu akbar…”

Terdengar lantunan merdu suara adzan berkumandang menembus gendang telingaku. Seakan-akan ia menyuruhku mengangkat kaki dan meninggalkan aksi panjat pohon kapas ini.

“Huuaaahh masih ngantuk!” protesku pada subuh sambil menutup lebaran mulutku yang menguap.

Sebelumnya sebut saja Aku Meta. Dan beginilah hari-hariku yang harus Aku jalani setiap harinya. Bangun pagi untuk mengawali segala aktivitas. Diawali dengan salat subuh sebagai kewajiban mahluk Tuhan. Dilanjutkan dengan membuka-buka buku pelajaran atau sekedar membacanya sekilas. Lalu mengerjakan pekerjaan rumah. Setelah semuanya kelar, Meta pun berangkat sekolah dengan kendaraan bermotornya. Menempuh perjalanan yang kurang lebih 15 menit saja. Hatinya gembira seketika menapakkan kaki di halaman sekolah. Entah mengapa??? Bergegas Meta memasuki ruang kelas. Menikmati pelajaran hari ini.

“Eh.. eh.. ntar pulangnya agak pagian yak?” Meta bertanya ke seorang teman yang duduk sebangku bersamanya.

“He-eh po? La ngapa?” dengan logat Jawa.

“Loh.. ada TO kan untuk kakak kelas. Hari ini sampai beberapa hari kedepan.”

“Iya.Nanti pulangnya pagi kok. Kan ada TO.” Sahut Pak Ketua kelas dari belakang tempat dudukku.

Jika ada berita pulang pagi kenapa ya? Murid-murid kebanyakan bersorak-sorai senang. Meta sendiri juga teman-temannya.

Kriiiiinnng…. Kriiiiiinnng… kriiiiiinnng…

Alarm tanda pelajaran usai berdentang nyaring.

“Horeeeee.. mulih!” teriakan serempak teman-temannya terutama yang cowok menyambut alarm itu. Segera pelajaran hari ini ditutup dengan membaca do’a. Kaki Meta bergerak cepat menuju ruangan kelas daerah timur dari ruang kelasnya. Matanya mencari-cari teman semasa kelas sepuluh dulu.(Karena ada penjurusan kami pun terpisah sesuai pilihan jurusan masing-masing). Mereka salah satu temannya Meta sepermainan hingga sekarang ini. Sebut saja, Hana, Iftita, Nada, Raysa (ini juga cewek loh..) dan Ira (semuanya cewek). Akhirnya kutemukan mereka tidak jauh dari LAB TI. Langsung saja nyamperin.

“Heh.. dicariin dari tadi tauk!”

“Dari tadi juga di sini.” Jawaban santai dari Iftita.

“Bdw, si Hana di mana nih?”

“Di dalam Lab dari tadi sama Raysa.” Sambung Ira.

“Tumben kalian nggak nyusul?”

“Iya nih.. Bosen di Lab melulu. Nggak ada makanan juga.”Pikirku kemudian : komputer-komputer tuh yang jadi bahan makanan jikalau di dalam Lab. Selorohku hingga membuncah dari otakku dan terlontar dari mulut :

“Yah.. Komputer tuh If, jadi makanannya. Tapi, kok aku juga malas rasanya ingin ke Lab. Nggak seperti biasanya.”

Iftita terbahak “Dasar aneh!” katanya kemudian.

“Masuk ke Lab aja yuk, ketemu Hana!” Kataku mengajak Iftita. Tetapi Ia menolak ajakan Meta. Yah sesuai dengan katanya tadi : Bosen di Lab melulu. Terpaksa Meta tinggalkan si Iftita dengan penolakannya dan melangkah masuk ke dalam Lab.

“Han, nyari apaan sih?”

“Ini loh ada tugas Biologi buat PP (Power Point)!”

“Tentang apa?”

“Paru-paru.” Jawab singkatnya.

Tiba-tiba Iftita dan Ari menyusulku.

“Meta, Hana kongkow di rumahnya Nada aja Yuk! Sekalian cari makan untuk dinikmati bersama.”

Ajakan hangat dan pas dari Iftita pikirku. Lagian cacing-cacing di perut sudah protes hendak mendapat asupan gizi sedari tadi.

“Han ayo kita ke rumahnya Nada! Tanpa basa-basi aku ulangi ajakan Iftita ke Hana.

Anggukan setuju Hana bertatap dengan komputer di depannya. Seraya menjawab : Iya, tunggu sebentar.

Selang beberapa menit kemudian kami : Aku, Hana, Iftita, Nada, Raysa dan Ari langsung tancap gas berangkat ke rumahnya Nada.

@@@@@@

“Eh kita makan tempe bakar saja ya? Seperti biasa.” Usul Nada dengan wajah berseri-serinya.

“Oke deh!” jawaban pendek tapi bersama-sama dari kami menyambut usulan Nada.

Sambil menunggu pesanan tersebut datang, kami menonton tv,disampingi ; ngobrol, ngerumpi, pesbukan atau sekedar memutar mp3 dari salah satu ponsel milik kami. Lengkap sudah!

“Oh ya.. Sa, kamu bawa lepy kan ? aku pinjam gih, ngerjain tugas Biologi nih.”Hana bergabung dengan suara-suara riuh di sini.

“Ambil aja sono di tas! Di atas meja!”

Hana bergerak mendakati meja dan meraih laptop Raysa. Sementara Hana ditenggelamkan oleh tugas Biologinya, kami tetap pada ritual ; ngobrol, ngerumpi, pesbukan atau sekedar memutar mp3 dari salah satu ponsel milik kami. Seperti tadi maksudnya. 10 menit—20 menit—25 menit lamanya waktu yang termakan untuk menunggu pesanan kami tersebut.Akhirnya datang juga! Tak sabar memenuhi teriakkan demo si cacing sialan ini. Cepat-cepat kami santap nasi—tempe bakar yang tersaji di atas meja. Hal seperti inilah, terkadang aku lakukan untuk mencari hiburan. Menghibur diriku sendiri yang jika merasai sepi. Teman-teman di sekolah menjadi tontonan hiburanku. Bermain dan bersenda gurau bersama mereka adalah bentuk aksi dari hiburanku. Setelah terlalap habis pesanan kami, masih dengan ngobrol, ngerumpi, pesbukan atau sekedar memutar mp3 dari salah satu ponsel milik kami. Lagi dan lagi! Tak sengaja mataku melirik jam dinding di tembok rumahnya Nada.Sudah jam tiga sore ternyata. Tak terasa, perasaan, aku baru datang deh!

“Aku pulang dulu ya? Udah jam tiga nih!” Aku bersuara menyamai volume obrolan, rumpian dan mp3.

“Iya deh, hati-hati ya?” katamereka.

@@@@@

Goresan jingga telah hadir menampakkan cahayanya. Pelan-pelan melawan kebiruan langit sampai berganti petang. Dan berhentilah manusia dari aktivitasnya untuk bersegera melaksanakan shalat magrib. Tidak lain aku sendiri ! usai shalat magrib tanganku mengambil novel dari dalam tas yang dipinjami oleh temanku di sekolah tadi. “Negeri 5 Menara” itulah judulnya, dengan penulis A.Fuadi. Dan memang ini adalah hobiku–membaca novel atau sejenisnya yang termasuk kedalam karyasastra. Tapi, novel dan cerpen yang paling aku sukai. Bolak-balik halaman per halaman terus Aku baca. Sampai pada bab ke 17 ‘Abu Nawas dan Amak’ judulnya. Suatu gejolak aneh menghampiri hatiku. Entah apa itu. Tanpa Aku sadari sudut mataku mulai basah. Cairan bening menelusuri daerah pipiku. Tuhan, kenapa ini? Mengapa Aku menangis? Aku teringat wajah itu! Wajah penuh kasih dan sayang. Kisah dalam novel ini, hampir menyerupai kisah hidupku sendiri. Seorang perantau meninggalkan kampung halaman mencari ilmu ke negeri orang. Hanya saja yang berbeda tokoh utama dalam novel ini di Pesantren ternama di daerah Jawa Timur. Dan Aku bersekolah SMA. Tapi, tetap saja sama, batinku.

Duh, Tuhan..

Aku tahu Engkau Maha Segalanya

Mengabulkan doa juga Maha Mendengar

Aku yakin Engkau mendengar suara hatiku

Dan akan menyampaikan paket bingkisan rindu ini untuk Bunda

Tolong ya Tuhan?

Sampaikan, katakan ‘Aku merinduinya’

Bisikkan lembut di telinganya Aku sayang Bunda

Pesanku untuk teman-teman :

Jaga dan temani Bunda kalian ya? Hanya sekali! Dalam hidup waktu kalian bersamanya. Yah.. meskipun sebenarnya Aku hanya terpisahkan oleh jarak sih! Tapi, inilah yang kurasa. Aku merindu sosok seorang Bunda. Manusia berhati malaikat itu! Mungkin kalau dia di sampingku sekarang, akan ku ceritakan segala kisah yang menumpuk. Hmm.. inilah skenario Tuhan untukku. Nikmati saja!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun