Gejolak ketegangan politik di tahun 2014 bisa menjadi pelajaran untuk memperbaiki perpolitikan di Indonesia ke depan. Hal itu membuat masyarakat menjadi bingung dengan permasalahan yang terjadi di pemerintahan. Ketidak jujuran dan tak adanya keterbukaan nampaknya juga masih menjadi polemik di dalam perpolitikan. Menurut Gunawan Witjaksana Pengamat Komunikasi STIKOM Semarang. “Saya melihat hampir kejujuran dalam komunikasi politikitu tidak ada. Padahal sebenarnya filosofi komunikasi itu adalah kejujuran. Selain itu keterbukaan informasi publik yang diperuntukan untuk kepentingan publik meski harus dibuka mana kala publik perlu tahu. Namun harus disongsong dengan kejujuran dan etika.” Tuturnya dalam talk sow Suara Keadilan CakraTV (31/12/2014).
Ketegangan politik yang terjadi di tahun 2014 bisa dibilang sangat buruk tak hanya bagi pemerintah, melainkan ketegangan yang terjadi berakibat menurun. Menurut Faqih mahasiswa STIKOM Semarang. “Permasalahan yang terjadi ditahun 2014 seperti ketegangan antara kubu partai politik yang saling adu kuat seperti koalisi KIH dan KMP. Sampai itu terbawa ke dalam kursi pemerintahan. Hal itu sangat mencerminkan politik yang sangat buruk. Bisa saja ketegangan yang terjadi di pemerintah pusat sudah hilang. Namun, di sisi lain para pendukung atau partai-partai di daerah masih terasa.” Ujarnya.
Hal itu menjadi suatu ketidak berhasilan pendidikan politik berlangsung. Patut disayangkan jika para politisi hanya mencari kekuasaan semata. Partai Politik yang seharusnya menjadi sebuah pengabdian terhadap negara. Namun, jika kita lihat dari realita di tahun 2014 para politisi hanya mencari kekuasaan dengan cara apapun sampai berujung konflik di kursi pemerintahan. Selayaknya para politisi bisa memberikan pendidikan politik yang baik dan benar kepada masyarakat. Dengan memberi contoh menjaga terjadinya konflik di dalam perpolitikan serta menanamkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Dengan hal itu rasa kepercayaan masyarakat terhadap para pilitisi bisa semakin meningkat.
Di dalam UU No.2 Tahun 2011 tentang partai politik. Dijelaskan dalam pasal 1 poin 1 bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Seharusnya partai politik bisa menjalankan tugasnya sesuai peraturan yang telah dijelaskan di dalam undang-undang. Menurut Zaenal Abidin Petir Dewan Pembina FKSB Jawa Tengah. “Perlu ditekankan kepada para partai politik agar bisa menjalankan undang-undang No.2 tahun 2011 tentang partai politik. Jika partai politik bisa menjalankan peraturan sesuai dengan undang-undang. Saya yakin tidak akan ada konflik di dalam partai politik.” Ujarnya.
Tak hanya itu di dalam UU No.2 Tahun 2011 pasal 1 poin 4 di jelaskan mengenai Pendidikan Politik. Bahwa Pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sampai saat ini banyak masyarakat awam yang belum pernah menikmati pendidikan politik. Menurut Tirto tokoh masyarakat wong cilik. “Saya hidup hampir tujuh puluh tahun dan sampai saat ini saya belum pernah menjumpai pendidikan politik yang diadakan partai politik.” Tuturnya.
Hal itu menjadi PR besar bagi para partai politik agar bisa menyalurkan pendidikan politik kepada masyarakat. Kewajiban partai politik selain pengkaderan yaitu meberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Perlunya pendidikan politik untuk menghindari adanya pertentangan antara partai politik. Kita bisa lihat pemerintahan sekarang ini. Pemerintah bisa bersatu padu memikirkan masyarakat jika ada bencana yang terjadi. Menurut Romo Soetjatno Pedro tokoh masryarakat Jawa Tengah. “Memang jika kita melihat pemerintahan di negara ini. Panglimanya adalah politik. Namun, pendidikan politik di dalam partai-partai sekarang juga tidak berjalan sesuai semestinya. Adanya Nir-ideologi, yang menyebabkan para idolais-idolais partai berjalan seenaknya. Maka dari itu, perlu adanya pendidikan politik kepada para penerus bangsa yang bertujuan meningkatkan rasa nasionalisme, patriotisme, menjadi pejuang dan pelopor. Sehingga nilai-nilai tersebut sudah tertanam kepada diri para penerus bangsa dan bisa memperbaiki perpolitikan sekarang ini.” Ungkapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H