"Siapa kamu?" sahutku dengan nada yang gemetar.
"Yang menaungimu."
Aku mengerutkan alis, "Pohon?"
"Iya."
Aku mencoba mengamati sekitarku, mereka tampak biasa saja. Apa mungkin suara itu hanya aku yang dapat mendengarnya. Dan kini tanda tanya berkelebatan di kepalaku.
"Dia begitu sering ke sini, sama sepertimu, duduk menyendiri di atas tangga dan mengamatiku tanpa bosan." Suara itu kembali terdengar dan aku hanya memilih mendengarnya. Rasanya ingin sekali aku segera beranjak dari sini, tetapi aku masih belum berniat untuk pulang. Dan nyatanya aku tetap duduk di anak tangga ini.
"Apa kalian akan bertemu di sini? Aku sudah lama tak mendengar cerita kalian."
Baru beberapa menit aku tenang karena tidak mendengar bisikan. Tetapi hal itu harus terdengar kembali. Namun, bisikan itu membuatku benar-benar mengingat teman akrab yang sudah lama tak ku temui.
Saat itu memanglah menjadi titik terlemah kami berdua. Dalam beberapa waktu aku sempatkan duduk di tangga masjid ini, menunggu, menemani, dan mendengar ceritanya. Keluh kesahnya. Namun, sudah tiga tahun berlalu, kami tidak saling temu. Bahkan hanya sekedar melalui pesan singkat, itu pu tak pernah. Hanya melihat cerita yang dibagikan, rasanya seperti sudah cukup mengabarkan jika ia masih baik-baik saja.
"Kau tahu, kami sudah lama tak bertemu."Tanpa ku sadari, kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
"Karena kalian tidak saling berkomunikasi,"sahut suara itu lagi. "Andaikan salah satu dari kalian bisa membuang pikiran 'sebagai pengganggu' pasti pertemanan kalian tak akan serenggang ini."