Semenjak Ahok dituduh menghina Islam karena mengutip Al Maidah ayat 51, umat Islam Indonesia pun beramai ramai membuka terjemahan al Quran mereka (kalau punya), atau lebih gampang googling mengenai ayat ini. Ternyata hasil pencarian mereka cukup membuat shock, karena ternyata terjemahannya berbeda beda! Jren jreng… Klaim al Quran palsu pun menyeruak…
Cukup takjub melihat kelakuan muslim Indonesia ini. Masyarakat Indonesia diibaratkan bertulang pagan animisme, berdaging hindu dan berkulit islam. Penulisan kolom agama dimulai tahun 1967 setelah kejadian G30S PKI. Kebijakan anti komunis ini memaksa semua rakyat Indonesia untuk punya agama. Hal ini juga memaksa rakyat Indonesia untuk cari selamat dengan menulis Islam sebagai agama di KTP nya. Jadilah Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Waktu dimulainya era kerajaan Islam di Jawa, masyarakat yang masih menganut agama hindu terdesak hingga ke Bali (sementara kepercayaan asli Bali Aga sendiri pun terdesak ke pegunungan di Trunyan dan Tenganan) , atau beringsut ke pegunungan Tengger di Jawa Timur. Jaman dahulu komunitas Islam di pulau Jawa terpusat di area sekitar mesjid yang disebut Kampung arab identik dengan kauman, pemukiman islam dari keturunan arab. Begitu pula kampung sekitar Pesantren biasanya menjadi terislamkan dengan jenis islam yang lebih sinkretik atau bercampur dengan tradisi lokal. Sedangkan penduduk kebanyakan masih menganut kebatinan atau kejawen, kalau di daerah Sunda disebut wiwitan.
Islam mulai menyebar terutama islam sufistik atau mistik yang sangat sesuai dengan keyakinan asli penduduk. Dari kumpulan surat RA Kartini dapat diketahui bahwa pada jamannya belum ada terjemahan Al Quran berbahasa Jawa, sehingga dapat dikira kira bahwa pengetahuan Islamnya masyarakat Jawa kebanyakan bersumber dari santri santri yang berguru di pondok pondok pesantren.
Geertz membagi masyarakat Jawa menjadi tiga, priyayi, santri (kaum putih) dan abangan (kaum merah). Walaupun menurut pendapat pribadi saya kaum priyayi pun bisa masuk kedalam golongan abangan. Abangan ini merupakan cerminan sebagian besar masyarakat (Islam di Indonesia), Islam, tidak shalat, biasanya melakukan puasa - karena sesuai dengan keyakian kebatinan/kejawen mereka.Â
Sampai tahun 70 – 80 an kebanyakan orangtua kita yang orang Jawa islamnya abangan. Setelah runtuhnya orde baru tahun 90 an dan dimulainya jaman internet. paham islam yang lebih ortodoks mulai mengambil alih. Juga aliran dana dari Saudi untuk membiayai paham wahabisme mengakibatkan banyak dibuka pesantren dan sekolah Islam yang lebih puritan dan ‘ngarab’. Dan geger ‘kembali ke Islam murni’ pun dimulai.
Sekarang hampir semua perempuan muslim berjilbab. Hampir semua muslim shalat (atau berusaha terlihat seperti itu). Anak dari TK sudah diajar membaca tulisan arab. Coba tanyakan pada yang lahir tahun 60 – 70 an, belajar membaca al quran biasanya dilakukan di rumah dengan memanggil guru ngaji saja. Itupun orang tua mereka biasanya tidak bisa membaca al quran atau mengerjakan shalat.
Apakah dengan demikian sekarang orang Islam Indonesia sudah ‘murni’ Islamnya? Dengan kehebohan Ahok dan Surat al Maidahnya, hal tersebut sangat diragukan. Banyak muslim yang bisa membaca al quran dengan lancar. Pengajian pengajian ada disetiap perumahan. Tetapi pembacaan terjemahan jarang dilakukan. Lebih sering adalah mendengarkan ustad mendongeng. Dan masyarakat kita masih tetap seperti dahulu kala dengan tradisi mendengarkan puisi klasik atau kisah kisah legenda, senang mendengarkan cerita (daripada membacanya).
Bagaimana mengetahui tentang Islam kalau tidak membaca terjemahan al quran? Berapa orang yang bisa berbahasa arab sehingga mengerti al quran tanpa terjemahan? Lalu, kok baru tahu sih kalau hasil terjemahan bisa berbeda beda? Lalu setelah anda tersadar dan insyaf lalu berusaha untuk membaca keseluruhanan terjemahan al quran dari surat pertama sampai surat 114, apa anda merasa tambah mumet atau tambah terang dan jelas?
Di sini disandingkan beberapa versi terjemahan dari surat al maidah 51. Seperti semua terjemahan, hasil terjemahan bisa berbeda-beda. Ini baru satu ayat belum yang lain.
- Versi al Quran Depag 1993