Berita gembira untuk rakyat berpenghasilan kecil untuk menggapai cita-cita memiliki rumah sendiri.  Mulai Maret 2015 ini BTN mulai mengucurkan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) alias subsidi KPR.  Konsumen hanya membayar DP sebesar 1 % dari nilai rumah, dengan bunga kredit flat sampai ahir masa cicilan sebesar 7.5 %.  Untuk yang berpenghasilan maksimal 4 juta/bulan boleh mengajukan kredit untuk rumah tapak, yang berpenghasilan maksimal 7 jt/bulan boleh mengajukan kredit subsidi untuk rumah susun.  Klik disini untuk persyaratannya. Hal ini tentu saja menggembirakan, mengingat sulitnya rakyat untuk memiliki rumah.  Misalnya konsumen ingin memiliki rumah seharga 350 jt.  Dengan uang muka minimal 10-20 % berarti kisaran 35 juta – 70 juta.  DP 10 % bisa diberikan jika penghasilan konsumen cukup besar untuk membayar pinjaman yang lebih besar dibandingkan jika membayar DP 20%.  Pembeli juga harus membayar pajak (350 jt – 60 jt x 5 % = 4.2 jt).  Biaya bank, premi asuransi, biaya notaris dll kurang lebih 15 juta rupiah, cicilan pertama yang sudah harus dibayar sekitar 3 jt, sehingga konsumen harus menyediakan uang cash mencapai 90 juta rupiah.  Dan dia masih punya hutang yang harus dilunasi hingga 15 tahun kedepan sebesar Rp 3 juta perbulan.  Jangan lupa bahwa pihak bank mensyaratkan besarnya cicilan adalah 30% dari penghasilan, sehingga konsumen harus memiliki penghasilan (bisa penghasilan suami dan istri digabung) sebesar Rp 9 juta perbulan. Adanya FLPP ini tentu akan membantu sangat banyak rakyat kecil untuk memiliki rumah.  Tapi program ini hanya untuk membeli rumah bersubsidi, bukan semua tipe rumah.  Sehingga broker rumah tidak bisa bersorak gembira dulu (duh, kecele). FLPP ini hanya diberikan kepada perumahan subsidi dengan harga maksimal rumah sudah ditetapkan menurut daerahnya.  Untuk Jawa Barat rumah maksimal berharga Rp 115 juta, rusunami 7.3 jt /m2.  Setelah saya cari kesana kemari di google, ternyata hanya ada satu perumahan bersubsidi didaerah Bandung yaitu Pesona Bukit Bintang didaerah Cicalengka Majalaya.  Untuk rusunami setahu saya hanya the Jarrdin, itupun sudah sold out dan harganya sudah membubung tinggi. Yang saya ketahui sedikitnya pengembang membangun rumah subsidi adalah rendahnya batas harga jual rumah, sehingga tidak memungkinkan pengembang mendapatkan kekuntungan.  Mahalnya harga tanah membuat perumahan subsidi dibangun didaerah-daerah yang jauh dan perpencil.  Saya tidak tahu dengan dinaikkannya harga maksimal menjadi 115 juta ini atau 7.3 jt/m untuk rusunami akankah menggairahkan pihak pengembang untuk membangun lebih banyak rumah bersubsidi atau tidak. Dari informasi lebih lanjut juga diketahui bahwa program FLPP untuk rumah tapak ini akan dihentikan pada tahun depan, dengan konsentrasi hanya membangun rumah susun bersubsidi saja, mengingat harga tanah yang semakin tidak terjangkau.  Permasalahan pada rusunami bahwa pembelinya biasanya adalah investor.  Dengan lokasi yang strategis maka rusunami bersubsidi pun akhirnya dijual lagi oleh investor dengan harga berkali lipat dan akhirnya dimiliki oleh kalangan berpunya, boro-boro untuk rakyat yang belum punya rumah. Jadi program ini sepertinya akan sangat mendongkrak penjualan rumah bersubsidi yang sudah ada, dengan perbandingan calon pembeli dan penjual yang tidak seimbang.  Seharusnya ini bisa jadi pemicu untuk pengembang berlomba-lomba membangun rumah dan rusunami bersubsidi. Jadi…. Untuk para broker, FLPP ini tidak akan berpengaruh banyak kecuali kredit ini bisa digunakan untuk semua perumahan :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H