Mohon tunggu...
Anna Oktavia Saragih
Anna Oktavia Saragih Mohon Tunggu... -

Mencoba menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Curug Seribu, Pojok Emas yang Tersembunyi

28 Juni 2012   11:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:27 1910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak suka wisata? Keindahan, kebahagiaan, ketenangan, dan kepuasan bersatu diantaranya menjadi rekaman yang menarik dan menakjubkan dengan sejuta makna didalamnya. Karakter yang berbeda dalam diri akan menimbulkan persepsi yang berlainan, termasuk tentang destinasi lokasi wisata yang menarik. Bagi kaum pecinta wisata alam, Bogor menjadi salah satu pilihan paling tepat yang harus disinggahi. Kota hujan ini memberikan banyak pilihan bagi mereka yang haus akan keindahan dan keramahan lingkungan alam yang menyegarkan, seperti kawasan curug, taman dan kebun. Salah satu wisata alam yang patut direkomendasi adalah Curug Seribu yang berada di Kawasan Wisata Gunung Salak Endah. Sebenarnya di lokasi ini, masih ada curug lainnya, namun tempat yang paling menarik dan menantang adalah Curug Seribu. Singkat cerita, saya dan teman lainnya yang menamakan diri Sudunk Travel berangkat ke lokasi ini. Disepanjang jalan, kami dimanjakan dengan pemandangan yang indah berupa deretan sawah, perkebunan, ladang dan hutan-hutan kecil di perkampungan penduduk. Setibanya di pintu gerbang Gunung Bunder, kami harus membayar uang retribusi sebesar Rp.4.000,-/orang ditambah motor sebesar Rp.2.000,-. Setelah bertanya kepada petugasnya, ternyata kawasan Curug Seribu masih lumayan jauh dari lokasi tersebut. Disepanjang jalan menuju lokasi curug, kami melewati beberapa jalan masuk ke curug lainnya. Namun, untuk perjalanan kali ini, Sudunk Travel telah sepakat untuk menyinggahi Curug Seribu. Kami sempat kebingungan mencari lokasi pintu masuk Curug Seribu, karena letak papan petunjuknya yang kurang strategis. Setelah bertanya kepada penduduk setempat, kami pun diarahkan menuju lokasi yang dimaksudkan. Jalan menuju lokasi curug sedikit rusak dan berbatu, berbeda jauh dengan jalanan sebelumnya yang berlapis aspal mulus. Sampai di pintu gerbang curug, kami harus membayar uang retribusi lagi sebesar Rp.3.000,-/orang. Dilokasi tersebut tersedia tempat parkir, tidak terlalu luas namun masih cukup untuk puluhan motor pengunjung. Berjarak 100 meter dari lokasi parkir tersebut, terdapat deretan warung yang menjajakan berbagai makanan dan minuman. [caption id="attachment_191241" align="aligncenter" width="474" caption="Para petugas meminta retribusi masuk Curug Seribu"][/caption] Ternyata, lokasi curug tersebut lagi-lagi masih jauh dari lokasi parkir dan hanya bisa dicapai dengan jalan kaki. Kami pun menyiapkan beberapa barang yang akan dibawa seperti makanan, minuman, dan tentunya kamera untuk mengabadikan cerita perjalanan. Dengan lari-lari kecil, kami mendapati area yang cukup luas mirip lapangan, sepertinya dipakai untuk acara perkemahan atau kegiatan outbound. Berbicara tentang Curug Seribu, ada banyak pendapat yang muncul mengapa curug tersebut dinamai Seribu. Mungkin karena lokasinya yang berada kurang lebih 1 km atau 1000 meter lagi dari lapangan ini, atau juga karena di kawasan ini terdapat banyak curug-curug kecil lainnya. Kalau menurut saya, mungkin karena pengunjung harus menuruni kurang lebih 1000 anak tangga untuk mencapai lokasi curug yang kira-kira membutuhkan waktu 1 jam. Anak tangga yang saya maksudkan disini adalah bebatuan besar yang ada disepanjang jalan menuju curug. Di anak tangga paling atas, jalanannya begitu bagus dan cukup nyaman. Namun, setelah menyusuri jalanan sekitar 400 meter, kita akan dihadapkan dengan jalanan terjal dan licin, belum lagi ada jurang yang menganga disebelahnya. Kadangkala kami harus berpegangan pada akar atau batang pohon, untuk melewati jalanan yang kurang bersahabat. Sebelum mencapai lokasi, beberapa diantara kami sudah kelelahan, bahkan harus istirahat sejenak. Namun, suara air terjun yang mulai terdengar di bawah sana kembali membangkitkan semangat. Saya sempat berpikir untuk kembali naik keatas, tapi tidak mungkin juga mengingat lokasinya mungkin sudah dekat. Dan untuk apa jauh-jauh datang kesini, kalo tidak melihat langsung indahnya panorama alam di bawah sana. Sesekali kami bertemu dengan monyet-monyet kecil yang menghuni hutan tersebut. Beruntung, tas saya masih berisi banyak makanan dan akhirnya mencoba menggoda mereka. Saat suara gemericik air mulai terdengar deras, rasanya tak sabar segera sampai di lokasi. Kegembiraan pun tak terbendung lagi ketika akhirnya melihat indahnya air terjun yang berketinggian lebih dari 100 meter tersebut. Air terjun menghasilkan suara yang bergemuruh menghujam sungai yang ada di bawahnya. Lokasinya seperti tersembunyi dan memang masih terlihat kurang dari jamahan pemerintah. Tanpa berpikir lama-lama, kami pun langsung menuju kebawah untuk merasakan aliran air curug tersebut. Ternyata airnya bukan hanya terasa segar, tapi sangat dingin. Tak sampai disitu, beberapa diantara kami menuju sungai tepat dibawah tebing jatuhnya air tersebut. [caption id="attachment_191243" align="aligncenter" width="508" caption="Pesona Curug Seribu "]

134087923849134539
134087923849134539
[/caption] [caption id="attachment_191244" align="aligncenter" width="508" caption="Pojok Emas Curug Seribu "]
13408796821586420370
13408796821586420370
[/caption] Setelah melewati beberapa batuan besar dan licin, akhirnya kami sampai di sungai tersebut. Ternyata airnya jauh lebih dingin, sungainya lebih dalam dan arus alirannya sangat kencang, sehingga kami tidak berniat lebih dekat lagi. Beruntung, ada batu besar di dalam sungai, sehingga kami dapat berpegangan disisinya sambil bermain air. Sekilas suasananya semakin menakjubkan ketika terlihat lingkaran pelangi diantaranya. Tak jauh dari situ, terdapat banyak bebatuan besar dan bisa digunakan untuk tempat duduk sambil menikmati pesona alam di curug. Karena kedinginan, saya pun memilih duduk santai dibebatuan, sambil memperhatikan sekeliling dan teman lainnya yang masih berenang di sungai tersebut. Bebatuan disungai ini berwarna coklat dan beberapa bebatuan diatasnya berwarna hijau, mungkin karena lumut yang berkembang disela-selanya. Setelah cukup puas bermain disungai tersebut, kami bergabung dengan beberapa teman lainnya yang berada di sungai aliran lain di bawahnya. Tak kalah menakjubkan dengan sungai diatasnya, arus air dibawah juga sangat deras. Beberapa diantara kami bergantian untuk berpose disela-sela bebatuan tersebut. Karna aliran air yang cukup deras menghantam sungai dibawahnya, maka genangan air terlihat seperti berombak dan berbusa. Suasananya semakin mempesona, dengan bebatuan besar disekelilingnya yang berwarna coklat kemerahan. [caption id="attachment_191245" align="aligncenter" width="316" caption="Air terlihat berombak dan berbusa "]
1340880144549456729
1340880144549456729
[/caption] Ada beberapa area yang cukup dalam, namun masih banyak titik di sungai ini yang sangat dangkal, sehingga sangat nyaman untuk bermain air. Karena tidak cukup berani ke area lain yang cukup dalam, saya memilih untuk bermain dan bertahan di bagian yang dangkal. Rasanya waktu begitu cepat berlalu, hingga kami tak menyadari sudah hampir 3 jam bermain di dalam air. [caption id="attachment_191246" align="aligncenter" width="507" caption="Air menghujam sungai aliran curug"]
13408805601883295771
13408805601883295771
[/caption] Beruntung kami membawa bekal. Lama di dalam air memunculkan rasa lapar yang luar biasa. Makanan yang dibawa sebelumnya pun habis tak bersisa. Kami agak kesulitan menemukan tempat sampah untuk membuang kemasan makanan, karena memang tidak tersedia. Di aliran sungai ini juga tidak ada ruang ganti pakaian, sehingga beberapa orang memilih mengganti pakaiannya di balik batu besar yang terdapat disekitar sungai. Sementara kami memutuskan untuk kembali ke atas, masih dengan kostum basah kuyub mengingat perjalanan yang masih jauh dan akan bermandi keringat. Perjalanan mendaki bukit untuk pulang membutuhkan tenaga yang lebih besar. Kami bahkan beberapa kali berhenti untuk beristirahat, lebih banyak dari perjalanan sebelumnya. Aku menduga-duga bahwa kemiringan bukit ini sekitar 45 derajat, sehingga dibutuhkan tenaga yang ekstra untuk menaklukkannya. Salah seorang dari kami yang merupakan anggota pecinta alam di kampusnya, menyarankan agar kami tetap berfokus pada anak tangga, dan tidak menoleh ke belakang. Dan tentu saja, aku begitu gembira ketika melihat hamparan rumput hijau di lapangan yang ada didepanku. Dengan penuh semangat, kami pun langsung berlari dan langsung menghempaskan tubuh ke tanah menghadap langit, dan terbuai dengan pikiran masing-masing. Aku sama sekali tidak menyesal menyusuri bukit yang cukup terjal ini, karena aku juga mendapatkan bayaran panorama emas yang ternyata tersembunyi selama ini. Kami pun membersihkan badan dan berganti pakaian di MCK yang tersedia tak jauh dari warung dengan membayar Rp.1000,- per orang. Karena cukup lelah dan masih lapar, kami pun menghabiskan waktu sebentar di warung menikmati mie rebus dan teh hangat. Sangat disayangkan ketika pesona alam seperti ini masih tersembunyi dan lepas dari perhatian pemerintah. Keelokan dan keindahan alam di Curug Seribu akan lebih terpublikasi ke luar Bogor, jika ada campur tangan serius pemerintah untuk membenahi dan mengembangkannya.
Opera Travel Blog Competition
Opera Travel Blog Competition

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun