"Mandi, mandi, aku mau mandi!"
"Tapi kau sudah mandi Man"
"Mandi, mandi, aku mau mandi!"
Duh, kenapa Man? Bukankah kamu orang bersih yang (pernah) dekat dengan Dia, melayaniNya? Gumamku suatu kali, sambil melihat ke dalam matanya yang penuh limpahan berkat istimewa, yang tak sembarang orang mampu mendapatkannya. Apakah maksudmu dengan kotor? Kotor tangan? Kotor fisik? Kotor pribadi? Aku sungguh tak mengerti Man. Mungkin aku bagian dari lorong-lorong putih berpendar abu ini, namun tak berarti aku dapat mengerti atau lebih paham daripada para pria dan wanita berbaju putih nan rapi.
"Mandi, mandi, aku mau mandi!"
"Mandi, mandi, aku mau mandi!"
Dokter, suster! Aku tak tahan lagi, biar aku bisu namun aku tidak tuli! Walau aku tak sebersih dia, namun aku tak pernah berani melawan nurani! Aku tak menghamburkan remah-remah roti yang Ia berikan demi recehan yang jika dikali berkali kali menjadi ratusan bahkan ribuan komisi. Suruh ia kembali, suruh ia pulang! Dokter, suster! Aku tak tahan lagi, cepat kembalikan dia, supaya berkat yang terterima tidak sia-sia! Meski kutahu nurani.. nurani bisa dikibuli, menghamburkan remah-remah roti yang Ia berikan demi recehan yang jika dikali berkali kali menjadi ratusan bahkan ribuan komisi...
...
Bruk...Â
Yudas menjatuhkan buku yang berisi surat suara-suara bingung dari lorong-lorong putih berpendar abu. Hatinya bingung dan ragu, siapa yang empunya surat? Lalu mengapa ada seruan "Mandi, mandi" dan "Aku kotor" ? Apakah sebenarnya aku juga kotor? Haruskah aku mandi meski sebenarnya hanya perlu dibasuh tak perlu mandi?
.