Aku bersin-bersin. Debu dikusen jendela kamarku kubersihkan, tahu-tahu angin bertiup masuk dan menampar wajahku dengan debu. Karena sudah setengah jalan, lebih baik sekalian berkotor-kotor ria dengan debu. Pasti selalu ada pelajaran dibalik noda, kata sebuah iklan sabun detergen yang selalu menghiasi layar kaca. Baiklah, aku akan membersihkan kamar yang benar-benar persis Titanic pasca menghantam gunung es.
Dalam diam. Aku mengangguk setuju didalam hati pada sebuah ungkapan.
“Kegiatan ketika membersihkan kamar:
34% Menggerutu,
1% Membersihkan, dan
65% Bermain dengan benda-benda yang baru kutemukan.”
Ada banyak benda-benda kecil yang kutemukan dan dulu sempat kucari-cari.
Flashdisk gratisan hadiah dari bank, lensa kaca mata yang sudah diganti, sim card dengan nomor abadiku sejak kelas 2 SMA, hiasan pulpen berbentuk Doraemon yang kumiliki sejak kelas 2 SMP, sticker-sticker nasehat koleksiku yang kukumpulkan sejak kelas 1 SMA, botol parfum misk berikut isinya yang juga sejak kelas 1 SMA tak pernah tersentuh, essay dan cerpen yang berjejal-jejal dalam gulungan kertas dan kutahu sudah kumiliki sejak SMP, penggaris bergambar barbie yang kumiliki saat penaikan kelas 3 SD dan masih kugunakan hingga sekarang, juga sebuah kunci yang aku tahu memiliki sejarah berharga, dan masih banyak benda kenangan yang kumiliki. Itu semua kutemukan terhimpit disamping tempat tidurku. Terkurung dalam sebuah ember kecil setengah liter dan toples plastik bekas tempat coklat koin kesukaanku.
Ungkapan itu benar adanya.
Aku lebih banyak memperhatikan dan bernostalgia kembali dengan kenangan-kenangan yang kumiliki. Baik itu sekedar termenung atau membaca baris demi baris cerpen-cerpen yang kumiliki.
Ah, mengingat mereka semua begitu menggetarkan hati.
Terutama kunci itu.
Itu adalah sebuah kunci gembok yang dipakai untuk pintu Mushallah An Nur di SMA Negeri 8 Makassar.
Ya. Kunci itu hingga kini masih tersimpan aman didalam ember dan toples murahan itu.
Aku teringat dengan semua penghuninya. Senyum-senyum penghuninya, tawa mereka, tangisnya, semangatnya, celotehannya, binar matanya, pelukannya, dan semua ketulusannya. Syukurku kepada Allah telah mengirimkan banyak saudara baru. Dari mereka aku senantiasa belajar. Hingga kini, semuanya terlalu indah dilupakan, namun juga begitu sedih jika dikenang mengingat kita semua telah terbuai dan sibuk dengan dunia masing-masing.
Saudariku disana. Syaimaa’, Raihanah, Luthfiah, Hanifah, Masyitha, Fathimah, ‘Aisyah, Iffah, Salsabila, Rifdha, Annisa, dan semuanya. Aku tak tahu di bumi Allah bagian manakah kalian kini berada.
Inni uhibbuki fillah, Yaa Ukhti..
Rohis itu.
Sekolah itu.
Mempertemukanku dengan banyak saudara, crush love, kejadian-kejadian luar biasa, dan pengalaman yang benar-benar membentuk karakter baik untuk diriku.
Pelan, aku menutupnya kembali dan mulai membuka sebuah kantong plastik hijau dengan motif bergambar senyum dan tulisan ‘Thank You’ yang kudapatkan dari aktivitas jual beli minyak Habbatussauda. Berawal dari kantong hijau itu, aku menemukan sebuah keluarga baru dan seorang kakak yang benar-benar luar biasa. Hampir sama dengan karakter yang kumiliki, dan dari dia aku belajar tentang arti tulus yang sesungguhnya. Memberi kebaikan, tanpa harus mengetahui siapa yang diberikan.
Sensansinya selalu sama. Aku bahagia mengingati betapa besar karunia yang kudapatkan dengan banyaknya saudara karena Allah yang kumiliki. Sekilas, orang bisa saja menganggap itu semua hanya barang rongsokan dan seharusnya dibuang saja. Perilakuku ini selalu dianggap aneh oleh orang-orang.
Namun, dibalik itu semua, aku belajar satu hal. Bahwa memori bahagia yang tercipta bersama orang yang kita cintai mungkin bisa terlupa. Itulah mengapa beberapa orang yang berpikir sangat menghargai sebuah benda yang memiliki kisah berharga dimasa lalunya. Benda-benda itulah yang membuat kita teringat betapa kita mencintai mereka meski terkadang rasa benci didalam hati kita tak mampu kita hilangkan.
Percayalah, dengan mengingati perasaan dan kenangan kita ketika bersama mereka. Api kebencian itu akan segera padam dan menghilang tanpa bekas. Kerena benda kecil itu, meski ia hanya berwujud sebuah kunci, tiket, secarik catatan kecil, atau bahkan kantong plastik, mampu membawa kita menembus waktu. Menyusuri kembali lintasan kenangan bahagia bersama mereka. Hingga, kita akan dengan mudah menjadi orang yang berlapang dada.
Kawan, cobalah. Inilah lorong waktu yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H