Mohon tunggu...
Dwi Purwanti
Dwi Purwanti Mohon Tunggu... lainnya -

Iseng is my state of art

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tersesat Gara-gara Penasaran

4 Mei 2012   00:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:46 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13360975351842192909

[caption id="attachment_186091" align="aligncenter" width="576" caption="Tempat saya tersesat (Dok. Dwi)"][/caption] Minggu tanggal 01 April 2012 yang lalu saya libur sendirian. Karena tidak ada janji dengan teman, saya memutuskan untuk pergi hiking ke Dragon's Back, Shek O. Sebenarnya 2 minggu sebelumnya saya sudah jalan ke sana tapi saya hanya mengambil satu rute dari 3 rute alternatif yang bisa diambil. Hiking pertama saya mulai dari starting point dekat Lai Chi Rehabilitation Institute (Tai Tam Gap Correctional Institute). [caption id="" align="alignleft" width="302" caption="Dok. Dwi"][/caption] Untuk hiking kedua saya mulai dari starting point di To Tei Wan, jadi jalur yang saya ambil kebalikan dari hiking pertama. Dulu pada waktu hiking pertama, ketika saya turun saya bertemu banyak hikers yang mulai mendaki lewat jalur To Tei Wan makanya saya penasaran ingin mencoba naik dari sana. Tai Tam Gap Correctional Institute dan To Tei Wan dapat dicapai dengan menggunakan bus no 9 dari Shau Kei Wan Bus Terminus atau minibus di luar Shau Kei Wan MTR station Exit A2. Sesampainya di To Tei Wan saya langsung mengantri untuk melihat peta rute hiking yang terpampang di jalan masuk. Ada seorang wanita yang sedang berbincang-bincang dengan temannya sambil menjaga meja penuh makanan yang disediakan untuk suami dan teman-temannya yang mungkin sedang dalam perjalanan turun. Jam di hape saya menunjukkan pukul 01.00 siang. OK, perjalanan dimulai. Saya melewati rimbunnya rumpun bambu di samping jalan berundak-undak yang mengarah ke jalur hiking. Awal perjalanan kali ini terasa lebih mudah dari hiking pertama walau naiknya tetap sama. Hiking pertama terasa lebih berat mungkin karena pada saat itu saya sedang sakit, flu dan batuk plus agak demam. Semilir angin musim semi mengiringi langkah saya ketika saya sampai di jalan berbatu. Tak hanya jalannya yang berbatu, di sepanjang jalan saya juga banyak bertemu batu-batu besar. Namanya juga musim semi jadi selain batu saya bertemu banyak sekali bunga. Tak lupa saya keluarkan kamera saku saya untuk mengabadikan bunga-bunga dan pemandangan di sepanjang jalan. Setelah berjalan beberapa waktu saya sampai di tempat istirahat. Ada sebuah pondok dan beberapa kursi kayu panjang yang disediakan untuk para pendaki. Saya melihat tanda di jalan sebelah tempat istirahat, terbuat dari kayu yang bergambar naga kuning menunjuk ke Dragon's Back. Di hiking pertama saya tidak melihat tanda itu, mungkin juga pada saat itu saya sedang tergesa-gesa untuk turun karena saya ada janji dengan teman . Penasaran dengan jalan setapak itu maka saya segera saja berjalan menuju ke sana. Jalannya tak terlalu sulit, agak menanjak tapi mudah dilewati. Tak lama berjalan, sampailah saya di Dragon's Back. Saya disuguhi pemandangan yang luar biasa dari sana. Saya dapat melihat Shek O Bay dengan jelas dari sana. Wow, pemandangannya mantap! Segera saja saya mengeluarkan kamera saku saya dan mulai beraksi hihihihi. Jiwa Kampret memang paling tidak tahan kalau melihat obyek bagus, langsung saja jeprat jepret. Karena posisi di puncak bukit, anginnya pun gila-gilaan, sampai susah melek. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Dok. Dwi"][/caption] Tak hanya saya yang jeprat jepret di sana, banyak sekali hikers yang berhenti sejenak dan berfoto dengan latar belakang Shek O Bay atau sekedar duduk istirahat mengambil napas sebelum melanjutkan perjalanan karena rute hiking masih panjang. Dari situ seharusnya saya mengambil rute yang sebelah kiri tapi saya ambil yang kanan yang jelas-jelas tidak ada yang melewati, tapi karena saya penasaran dengan jalan setapak yang terlihat dari tempat istirahat maka saya berjalan ke sana sambil berpikir kalau saya bertemu jalan buntu saya bisa balik kanan dan kembali ke rute asal. Awalnya saya berjalan ke pinggir tebing batu, pemandangannya indah sekali karena saya bisa melihat Chai Wan dan Big Wave Bay di kejauhan. Sempat terpikir kalau saya terpeleset konsekuensinya nyawa saya melayang karena tidak ada pagar pembatas. Tapi untungnya tebing batu itu tidak licin. [caption id="" align="alignleft" width="403" caption="Dok. Dwi"][/caption] Bukannya balik kanan ke trek semula saya malah berjalan di sepanjang tebing batu bahkan semakin jauh sampai saya menemukan makan kuno ala Cina. Saya terkagum-kagum bisa menemukan makam di bibir tebing, sempat berpikir bagaimana prosesnya samapai bisa memakamkan seseorang di atas sana. Rupanya ada saja yang mengunjungi makam terpencil itu karena saya menemukan buah persembahan yang mengering dan bekas persembahyangan berupa dupa dan bekas lilin di sekitar makam. Dari situ bukannya balik ke jalan yang benar, saya malah penasaran dengan pita merah dan kuning yang tersemat di belukar yang mengarah ke jalan setapak yang hampir tak terlihat karena rimbunnya semak-semak bambu. Saya berjalan mengikuti tanda pita tersebut sampai akhirnya sampai di tempat terbuka yang keliatannya jarang dijamah pendaki. Ada tanda dari beton yang saya temui lalu saya memanjatnya dan melihat sekeliling. Karena tempatnya yang lumayan tinggi, saya bisa melihat pemandangan 360 derajat dari sana. Dari sana saya tak hanya dapat melihat Shek O Bay area tapi juga Repulse Bay dan sekitarnya. Tempatnya bagus sekali tapi ada hawa aneh yang terasa di sana, kesannya mencekam dan angker, mungkin karena saya sendirian saja jadi mikir aneh-aneh hehehehehe. Bikin saya agak-agak merinding walau siang bolong. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Dok. Dwi"][/caption] Setelah puas memotret saya turun dan melihat lebih banyak pita merah kuning seperti yang tadi. Saya ikuti lagi sampai akhirnya saya bertemu jalan buntu tapi ketika melihat ke belakang saya berpikir dua kali untuk balik kanan saking jauhnya saya "menyesatkan diri". Saya berhenti sejenak, agak panik juga sebenarnya. Saya agak lama memikirkan langkah selanjutnya. Akhirnya saya memutuskan untuk jalan terus karena saya melihat jalan besar di bawah. Tak dinyana semakin jauh, medannya semakin curam ditambah terdengar suara binatang yang saya tidak tahu apa, suaranya mirip kodok tapi saya tidak yakin ada kodok yang bisa hidup di daerah bersemak-semak seperti itu. Saya mulai ketakutan sampai berpikir macam-macam, jangan-jangan saya bertemu ular berbisa dan.... ah, tepok jidat. "Hush, jangan mikir yang aneh-aneh", batin saya. Saya berhenti di sana karena saya bingung bagaimana saya turun ke jalan raya sedangkan tanah di sekitar situ tidak terlihat jelas. Saya pun mulai bergerak turun tapi tiba-tiba saya terpeleset dan merosot ke bawah dengan cepat, maklum  tebingnya lumayan curam. Tanpa berpikir panjang saya meraih apa saja yang dapat saya jadikan pegangan. Kedua tangan saya menggenggam erat semak bambu yang tingginya kira-kira cuma 50 cm, untung bambunya tidak berduri tapi tetap saja lengan dan kaki saya lecet-lecet tergesek semak-semak. Saya jatuh 3 kali setiap kali berusaha berjalan turun akhirnya saya putuskan untuk duduk dan bergerak perlahan sambil berpegangan pada semak-semak. Dalam hati saya banyak-banyak berdoa agar selamat sampai bawah. Di situasi seperti itu dan sendirian tentu saja pikiran jadi aneh-aneh antara takut tapi juga nekat. Tak lama kemudian saya dapat melihat pagar tinggi pembatas jalan dan parit dari beton. Saya merasa sangat lega karena selamat sampai di bawah tapi bingung bagaimana caranya saya keluar dari sana karena saya tahu pintu masuk pasti terkunci dan saya tidak melihat satu petugas pun di sana. Tapi dengan penuh harapan, saya tetap berjalan ke pintu masuk dan ternyata ada celah yang cukup besar yang bisa saya lewati untuk keluar dari situ. Setelah sampai di luar, bertubi-tubi saya ucapkan syukur. Kedua kaki saya masih gemetar tapi saya putuskan untuk menyeberang jalan dan pulang. Tak lama berselang saya lihat minibus dari kejauhan dan saya langsung menyetopnya. Setelah duduk saya mengamati pemandangan di luar, ternyata saya tersesat jauh sekali dari rute awal hiking. Saya berjalan sampai Cape D'Aguilar yang jarang ada orang. Tak lama kemudian saya meminta sopir untuk menepi karena saya memutuskan untuk tidak pulang tapi meneruskan perjalanan ke Stanley. Saya bermaksud berganti kendaraan tapi ternyata saya turun terlalu awal. Akankah saya tersesat lagi??? Nanti saya tuliskan pengalaman setelah turun di pemberhentian yang salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun