Kemarin (25/11/12) setelah mengantar dan menunggui Jaimee les anggar, saya tiba-tiba tidak punya acara sama sekali. Sepupu saya yang biasanya menyusul ke sekolah anggar sebelum kami pergi libur bersama, sehari sebelumnya memberitahu saya kalau dia harus pergi ke suatu tempat karena ada urusan.
Saya bingung juga mau kemana apalagi tidak ada janji dengan siapapun. OK, saya langsung memutuskan untuk menonton film saja. Kebetulan lokasi sekolah anggar Jaimee dekat dengan dua bioskop jadi langsung saja saya menuju ke UA Taikoo Shing Plaza.
Antrian pembelian tiket tak seramai biasanya, cenderung sepi malah. Tak lama kemudian, selembar tiket Life of Pi 3D sukses mengurangi isi dompet :)
Tak banyak yang saya ketahui tentang Life of Pi. Saya tahu film ini juga tanpa sengaja, ketika makan di McDonald's bersama sepupu, saya melihat trailernya di layar TV yang tersedia di sana. Kesan pertama tak begitu menggoda tapi penasaran juga setelah melihat penggalan-penggalan film yang diiklankan. Dalam hati saya bergumam, "Boleh juga. Nonton ah kalau keuangan agak lega."
Sambil menunggu waktu pemutaran saya memutuskan untuk makan siang dan windows-shopping di jajaran pertokoan di lantai bawah. Lumayan lapar mata karena melihat etalase penuh kamera besar dan kecil, dari point to shoot sampai DSLR seharga sebuah mobil, belum lagi lensa dan aksesoris fotografi lainnya.
Ok, saya mau berhenti sampai di situ saja sebelum saya bercerita, eh tepatnya mengeluh dan membuat Anda sebal mendengar bagaimana iman saya goyah melihat pemandangan surga (baca : separuh toko terpajang gear berbagai merk kamera)
Kembali ke film, setelah menunggu agak lama dan waktu tayang agak molor dari jadwal, penonton dipersilakan memasuki house 6 dimana film diputar.
Film dimulai dengan percakapan seorang novelis dan seorang pria India setengah baya yang pada awalnya membuat saya bingung siapa dia. Beberapa menit pertama menceritakan bagaimana si pria India diberi nama "Pi" dan seperti tipikal orang India (menurut saya), pria tersebut tidak menjawab to the point malah mendongeng panjang lebar.
Singkatnya, pria India yang akhirnya saya ketahui bernama Pi (sang tokoh utama) mendapatkan namanya dari nama sebuah kolam renang di Prancis dimana pamannya terpesona dengan suasananya lalu memutuskan memberi nama keponakannya sesuai nama kolam renang tersebut.
Dan voila… sang keponakan diberi nama Piscine Moletor Patel. Cerita berlanjut dimana di sekolahnya, nama Piscine diplesetkan menjadi "Pissing" dan jadi olok-olokan teman sekolahnya. Sampai suatu hari, Piscine di sekolah barunya mendahului memperkenalkan diri di muka kelas, dengan cara yang unik sebelum guru-gurunya mengabsen namanya.
Beberapa kali dicoba tapi usahanya kurang berhasil dan dia tetap jadi bahan tertawaan teman-teman sekelasnya hingga suatu ketika, di kelas Matematika, dia membuat teman satu sekolahnya terpana ketika dia memperkenalkan namanya sebagai "Pi" dan berhasil menuliskan tiap digit dalam pi yang biasanya hanya ditulis 3.14 saja.
Film ini alurnya agak membosankan tapi terkadang loncatan-loncatan dalam cerita membuat emosi teraduk-aduk. Seringkali saya terdiam menahan haru, sedih, cemas walau baru saja terpingkal-pingkal melihat tingkah Pi kecil. Terutama cerita masa kecilnya yang menceritakan perjalanannya menemukan Tuhan.
Semua agama dicobanya, semua agama dipeluk dan diamalkan yang akhirnya membuat penonton terpingkal-pingkal melihat Pi pergi ke gereja tapi juga mengerjakan sholat di rumah tapi tetap menjadi orang Hindu pada saat bersamaan. Adegan makan bersama yang membuat tersenyum simpul karena lamanya Pi berdoa sebelum makan, maklum dia berdoa 3 kali menurut 3 agama yang sedang dianutnya.